Korupsi Impor Garam Industri

Foto: Antara

Kegeraman Susi Pudjiastuti saat menjabat Menteri Kelautan dan Perikanan akhirnya terjawab. Kejaksaan Agung tengah menyidik dugaan korupsi impor garam periode 2016-2022. Akibat aturan rekomendasi impor garam KKP tak digubris, jutaan garam impor masuk dan merembes ke pasar yang merugikan petani garam.

Kisruh impor garam industri, yang kerap dikeluhkan Susi Pudjiastuti saat menjabat Menteri Kelautan dan Perikanan periode 2014-2019, akhirnya terbukti menjadi masalah hukum. Kejaksaan Agung mencium adanya dugaan korupsi dalam pemberian fasilitas impor garam industri oleh Kantor Menko Perekonomian. Berdasarkan temuan sementara, Kementerian Perindustrian mengabaikan rekomendasi yang diberikan KKP terkait kuota impor garam.

Ini jelas kasus menarik, terutama di tengah dinamika politik jelang 2024 yang mulai menghangat. Maklum, Menteri Perindustrian saat itu (2016-2019) adalah Menko Perekonomian saat ini, yakni Airlangga Hartarto. Ya, sang Ketua Umum Partai Golkar. Dan dugaan korupsi itu terjadi pada tahun 2018, saat 21 perusahaan importir garam mendapat kuota persetujuan impor garam industri sebanyak 3,7 juta ton dengan nilai Rp2 triliun lebih.

Padahal, dari kajian teknis KKP, Susi mengeluarkan kuota impor garam hanya 1,8 juta ton. Menurut Kapuspenkum Kejagung Ketut Sumedana, Kemenperin tidak mengindahkan rekomendasi itu. “Rekomendasi yang dikeluarkan Kementerian Kelautan dan Perikanan tidak diindahkan oleh Kementerian Perindustrian (Kemenperin), yang justru menetapkan kuota impor garam sebesar 3,7 ton,” ujar Ketut usai pemeriksaan Susi di Kejagung, Jumat (7/10/2022).

Asal tahu, berdasarkan UU No. 7 Tahun 2016 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudidaya Ikan, dan Petambak Garam, terutama pasal 37 ayat (3), dalam impor komoditas pergaraman, menteri terkait harus memperoleh rekomendasi dari Menteri KKP. Persoalannya, mengapa Kemenperin abai? Apalagi, Presiden Jokowi juga membela keputusan impor garam itu dengan alasan industri di tanah air butuh garam dengan kualitas berbeda dari garam yang dihasilkan petani.

Semua itu bermuara pada Peraturan Pemerintah (PP) No. 9 Tahun 2018 tentang Tata Cara Pengendalian Impor Komoditas Perikanan dan Pergaraman sebagai Bahan Baku dan Bahan Penolong Industri, yang diteken Jokowi pada 15 Maret 2018. Berbeda dengan UU 7/2016, PP 9/2018 memunculkan istilah garam sebagai bahan baku dan bahan penolong industri, yang tak dikenal di UU 7/2016. Nah, garam jenis ini rekomendasinya ada di menteri perindustrian.

PP ini dinilai bermasalah oleh praktisi dan pakar hukum Dr. Sadino. “Jelas PP itu bertentangan dengan UU (7/2016). Apalagi, PP itu juga mengatur kuota impor garam yang tidak sesuai UU,” katanya, Sabtu (15/10/2022). Dia menilai perlu kajian mendalam latar belakang lahirnya PP tersebut. Bahkan, Presiden sebagai penandatangan pun semestinya dimintai pertanggungjawaban. “Iya, harus diperiksa karena PP produknya presiden. Susi yang terkait dengan rekomendasi saja sudah diperiksa,” tegasnya. AI