BBN Nabati Jadi Incaran

Pola penggunaan energi masyarakat dunia kini mengarah pada penggunaan komoditas pertanian dan perkebunan sebagai sumber energi baru pengganti energi dari fosil.

Tak urung saat ini bahan bakar nabati (BBN) begitu banyak dicari dan digunakan,  BBN dapat berupa biodiesel, bioetanol, bio-oil (minyak nabati murni).

Biodiesel merupakan bentuk ester dari minyak nabati setelah adanya perubahan suifat kimia karena proses transesterifikasi yang memerlukan tambahan metanol. Bioetanol adalah anhydrous alkohol yang berasal dari fermentasi jagung, sorgum, sagu atau nira tebu (tetes) dan sejenisnya.

Sedangkan bio-oil merupakan minyak nabati murni atau dapat disebut minyak murni, tanpa adanya perubahan kimia, dan dapat disebut juga ”pure plant oil” atau ”straight plant oil”, baik yang belum maupun sudah dimurnikan atau disaring. Bio-oil dapat disebut juga minyak murni.

Dengan beberapa persyaratan tertentu, biodiesel dapat menggantikan solar, bioetanol dapat menggantikan premium, sedangkan bio-oil dapat menggantikan minyak tanah.

Dengan kelebihan yang dimilikinya, kini para pelaku di bidang industri tengah berupaya mencari komoditas perkebunan dan perkebunan untuk diolah menjadi bahan bakar bagi kegiatan industrinya.

Indonesia, selaku negara yang kaya akan hasik perkebunan dan pertanian, kini menjadi incaran dunia. kabar terbaru menyebutkan kalau para pengusaha Jepang yang bergerak dalam bidang pembangkit listrik mengincar beberapa produk Indonesia seperti minyak sawit, wood pellet, dan palm kernel shell (PKS) untuk dipergunakan sebagai bahan bakar pembangkit energi listrik di Negeri Sakura itu.

Pengusaha Jepang yang bergerak di bidang pembangkit energi listrik tersebut bahkan sudah melakukan permintaan produk (inquiry) yang dilayangkan ke Indonesian Trade Promotion Center (ITPC) Osaka. Inquiry tersebut berasal dari ORIX, DMM.com, dan Sankei Energy.

Tingginya kebutuhan bahan bakar pembangkit listrik dan semakin maraknya pembangunan pembangkit listrik di Jepang adalah peluang emas bagi eksportir Indonesia. Wood pellet yang dibutuhkan sebesar 240 ribu ton per tahun, palm oil 48 ribu ton per tahun, dan PKS 10.000 ton per bulan.

Selain  Jepang, tentunya banyak negara lainnya yang juga mengincar komoditas perkebunan dan pertanian Indonesia untuk diolah menjadi berbagai bahan keperluan.

Kondisi ini perlu dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya. Peningkatan produksi perlu dijaga dengan mengacu pada tingkat permintaan sehingga harga komoditas tersebut bisa dijaga dan negara pengimpor tidak dengan mudah menekan harga komoditas tersebut.

Selain  itu, Indonesia juga tidak boleh didikte oleh negara-negara pengimpor komoditas hasil perkebunan dan pertanian kita. Justru mereka yang harus mematuhi aturan yang kita tetapkan.

Sayangnya, saat ini kondisi itu belum terlihat. Harga komoditas hasil perkebunan seperti kepala sawit dan karet msih ditentukan oleh negara-negara pengimpor.Negara-negara pengimpor juga dengan leluasa menentukan aturan mereka kepada produsen komoditas perkebunan dan pertanian Indonesia.

Kondisi ini menjadi pekerjaan rumah bagi pemerintah, pengusaha maupun petani di Indonesia.