Kopi Luwak tidak hanya menjadi andalan ekspor produk perkebunan Indonesia, tetapi juga menjadi minuman yang bergengsi bagi pencinta kopi mengingat harga jenis kopi ini tergolong mahal.
Tidak mengherankan belakangan ini muncul kreativitas masyarakat untuk memproduksi kopi luwak secara cepat seperti yang dilakukan Sugeng Pujiono, pemilik Kopi Luwak Cikole, Bandung.
Dokter Hewan, lulusan Universitas Erlangga, tahun 1988 ini tidak hanya memproduksi kopi luwak saja, tetapi di tempat usahanya Jalan Nyalindung No 9, Kampung Babakan Desa Cikole, Kecamatan Lembang, Bandung, Jawa Barat ini juga melakukan pengembang biakan musang atau yang dikenal dengan luwak.
Bapak dua anak ini mengaku tidak punya cita-cita jadi pengusaha kopi luwak. Karena itu, selepas dari kuliah, Sugeng bekerja sebagai pegawai perusahaan farmasi, namun dia berhenti karena ingin mengembangkan hobinya memelihara luwak.
Hobi memelihara musang sudah dia lakukan sejak masih duduk dibangku sekolah. Dari hobi ini muncul ide untuk memproduksi kopi luwak. “Luwak yang saya miliki waktu itu hanya 10 ekor. Produksi kopi luwaknya juga tidak banyak,” katanya.
Pria asal Jawa Timur yang lahir 20 November 1963 ini mengaku produksi kopi luwak dia pasarkan sendiri melalui warung yang dikelolahnya. Namun lama kelamaan, pencinta kopi luwak makin banyak dan kebutuhan kopi pun ditingkatkan.
Dia mengatakan usaha kopi luwak yang dikembangkan sekarang sudah mendapat bimbingan teknis dari Kementerian Pertanian (Kementan). Dengan demikian usaha Sugeng ini selalu mendapat perhatian pemerintah, terutama dari sisi teknis produksi.
Kementan memang berkepentingan melakukan pembinaan terhadap pengolahan hasil pertanian. Jika usaha ini tidak dikendalikan atau dibina tentunya akan merugikan konsumen karena kualitas kopi luwak yang dihasilkan tidak memenuhi Standar Nasional Indonesia (SNI).
Kementan juga sudah menerbitkan Peraturan Menteri Pertanian No 37/2015, tentang Cara Produksi Kopi Luwak Melalui Pemeliharaan Luwak yang Memenuhi Prinsip Kesejahteraan Hewan.
Sugeng mengaku terbitnya Permentan ini adalah bentuk kepedulian pemerintah terhadap cara memproduksi kopi luwak melalui usaha budidaya.
“Saya menyambut baik terbitnya Permentan itu, karena usaha ini otomasi mendapat pengawasan pemerintah. Yang lebih penting, lagi kopi luwak yang kami hasilkan ini adalah halal, seperti fatwa MUI,” katanya.
Berikut petikan wawancara Agro Indonesia, yang dilakukan waktu berkunjung ke lokasi penangkaran dan budidaya Luwak, di Cikole, Lembang, Bandung, belum lama ini.
Bagaimana ceritanya usaha Kopi Luwak Cikole ini?
Ceritanya ini berawal dari hobi saya memelihara luwak. Dari sini timbul ide, luwak dijadikan untuk memproduksi kopi. Awalnya, saya cuma memiliki 10 ekor luwak. Kopi ini, diproses di Rumah Produksi Kopi Luwak Cikole. Nama Cikole itu ada nama desa di Kecamatan Lembang, tempat memproduksi kopi luwak.
Sejak kapan Anda memulai usaha ini?
Januari 2012, dimulai dengan memelihara 10 ekor luwak, ditangkarkan dalam kandang berukuran 2×4 meter setiap ekornya. Dari sini saya lakukan penelitian. Luwak diperlakukan secara khusus dengan memperhatikan aspek animal welfare atau kesejateraan hewan.
Saya memperlakukan kehidupan luwak secara cermat dan seksama terkait habitat dan kebiasaaan hidup, pola makan, perawatan serta siklus perkembangbiakan yang meliputi birahi, pola perkawinan, kebuntingan, kelahiran, peremajaan hingga luwak menjadi dewasa.
Selain punya luwak 10 ekor, modal awal yang Anda miliki untuk usaha ini berapa?
Dulu, modal saya hanya Rp2 juta. Dana ini tidak cukup karena untuk membuat kandang untuk 10 ekor luwak butuh dana Rp5 juta. Saya patungan sama teman. Kini omset penjualan kopi luwak cukup lumayan. Kami juga mempunyai 25 karyawan, 2 orang diantaranya adalah dokter hewan.
Lalu bagaimana pemeliharaan luwak hingga sampai memproduksi kopi?
Luwak di sini kita pelihara dengan baik sesuai dengan prinsip kesejahteraan hewan. Luwak di sini dikasih makan yang cukup seperti waktu pagi kita kasih makan pisang, pepaya, air putih , madu, susu sapi dan untuk sore hari kita kasih makanan buah kopi, air susu sapi, pisang, telur ayam, daging ayam rebus, pisang dan pepaya.
Apa buah kopi diberikan setiap hari?
Buah kopi tidak kita berikan setiap hari. Pemberian khusus buah kopi hanya dilakukan pada hari Senin dan Kamis, setiap ekor masing-masing setengah kilogram buah kopi.
Berapa banyak produksi Kopi Luwak Cikole?
Produksi kopi kami sangat terbatas yaitu sekitar 50 kg/bulan. Kopi ini dihasilkan oleh luwak sekitar 110 ekor yang dimiliki. Untuk 1 kg buah kopi, setelah melalui proses (dimakan luwak, kemudian dikeluarkan dalam bentuk kotoran, dibersihkan, dikeringkan sampai jadi bubuk kopi luwak hanya 50 gram. Jadi memang produksi kopi luwak itu terbatas.
Dari mana anda mendapatkan buah kopi itu?
Untuk bahan baku buah kopi arabika, kami kerjasama dengan petani kopi yang ada disekitar lokasi. Kami membeli kopi dari petani dengan harga Rp8.000/kg. Namun setelah jadi kopi luwak, harga jual bubuk kopi luwak Rp3 juta/kg.
Wah untung besar dong Anda?
Eet..Jangan dilihat harga bubuk kopi yang sudah melalui proses yang panjang. Untuk menjadikan buah kopi menjadi bubuk kopi luwak butuh biaya produksi yang tidak sedikit. Biaya makan luwak cukup mahal. Meskipun demikian masih ada lebih untungnya. Kalau tidak untung mana mungkin usaha ini bisa berkembang.
Apakah kopi luwak halal, mengingat berasal dari kotoran luwak?
Justru kopi luwak yang berasal dari luwak yang dibudidayakan dijamin kehalalannya. Majelis Ulama Indonesia (MUI) dalam Fatwa-nya no 7/2010 menetapkan kopi luwak adalah mutanajjis (barang terkena najis), bukan najis dan halal setelah disucikan.
Kopi luwak yang dimaksudkan adalah kopi yang berasal dari biji kopi yang dimakan luwak, kemudian dikeluarkan bersama kotorannya dengan syarat, biji kopimasih utuh terbungkus kulit tanduk dan dapat tumbuh jika ditanam. Kopi Luwak Cikole, memenuhi Fatwa MUI ini, dengan demikian produk kami halal.
Apa pendapat Anda tentang kopi luwak?
Yang namanya kopi itu pasti hitam warna-nya. Jika ada kopi luwak warna putih, itu namanya kopi susu. Ya, benar juga ya Pak! Jamalzen