Bulog: Data Produksi Beras Tidak Pasti

Perum Bulog menegaskan belum pasti merealisasikan seluruh izin impor beras tahap II yang dikeluarkan Kementerian Perdagangan (Kemendag) sebanyak 500.000 ton dari Vietnam dan Thailand.  “Belum sampai di tangan saya suratnya, masih perlu dipelajari dulu,” ujar Direktur Utama Perum Bulog Budi Waseso, di Jakarta, Kamis (17/5/2018) pekan lalu.

Menurutnya, Perum Bulog akan melihat dulu kondisi pasokan dan stok beras yang ada di dalam negeri sebelum menjalankan tugas merealisasikan izin impor yang dikeluarkan pemerintah melalui Rapat Kordinasi Terbatas (Rakortas) tersebut.

“Kita harus lihat stok dulu. Kalau riil-nya hanya diperlukan impor 100.000 ton, mengapa harus 500.000 ton?” ucapnya.

Untuk mengetahui kondisi produksi dan stok beras di dalam negeri, pria yang kerap dipanggil Buwas ini mengaku akan melakukan koordinasi dengan Kementerian Pertanian (Kementan) yang bertanggungjawab dengan produksi beras di dalam negeri.

“Pak Mentan kan bilang, sekarang di beberapa daerah surplus. Sekarang kita harus hitung  surplus daerah mana saja? Di tambah dengan stok yang ada di gudang itu, perlukah kita impor sebanyak itu?” tanya Buwas.

Dengan masih menghitung terlebih dulu kebutuhan yang diperlukan, hingga akhir pekan lalu Perum Bulog belum membuka lelang pengadaan beras untuk merealisasikan izin impor yang masa berlakunya berakhir pada akhir Juli nanti.

“Kita akan hitung dulu dengan Mentan. Kalau itu benar, ya wajib kita lakukan karena itu untuk cadangan,” jelasnya.

Buwas sendiri mengakui kalau saat ini sulit untuk mengetahui berapa produksi beras yang sesungguhnya karena tidak adanya data produksi beras yang benar-benar bisa dipercaya.

“Data kita kan abu-abu, enggak ada yang pasti. Produksi kita untuk beras di dalam negeri tidak bisa terpetakan dengan baik berapa banyak dengan lahan yang ada sekarang ini?” tanyanya.

Begitu juga dengan kondisi lahan pertanian padi di dalam negeri yang belum juga dipetakan dengan baik. “Kondisi lahan kita juga tidak terpetakan dengan baik. Berapa sih sebenarnya luas lahan padi kita dengan konsekuensi hasil, termasuk kualitasnya,” jelasnya.

Karena tidak jelasnya data produksi dan luas lahan yang ada di dalam negeri, kata Buwas, akibatnya dengan mudah pemerintah memutuskan untuk melakukan impor ketika harga mengalami kenaikan.

“Saya kira musim paceklik bisa kita perhitungkan. Musim-musim di mana panen sudah berhenti juga bisa kita perhitungkan. Tapi jumlah yang kita hasilkan tidak tahu kemana barang itu perginya,” ujar Buwas, yang sebelumnya menjabat sebagai Ketua Badan Narkotika Nasional (BNN).

Keputusan rakor

Seperti diketahui, sebelumnya pada awal tahun ini, pemerintah telah memberikan izin impor beras sebanyak 500.000 ton kepada Perum Bulog. Izin itu pun direalisasikan BUMN bidang pangan ini dengan mengimpor beras dari Thailand, Vietnam, Pakistan dan India. Hingga tanggal 14 Mei lalu, beras impor yang sudah masuk ke Indonesia itu mencapai 453.000 ton.

Dengan adanya dukungan dari beras impor itu, stok beras yang ada di gudang-gudang Bulog hingga 14 Mei lalu mencapai 1.262. 782 ton.

Yang terbaru, akhir April, pemerintah menambah lagi izin impor beras sebanyak 500.000 ton. Adanya penambahan izin impor beras itu baru diketahui khalayak setelah laman The Voice Of Vietnam Online (vov.vn) melaporkan bahwa Perum Bulog telah menandatangani kontrak untuk melakukan pembelian beras sebanyak 300.000 ton dari Vietnam dan 200.000 dari Thailand.

Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita pun akhirnya membenarkan adanya tambahan importasi beras sebanyak 500.000 ton yang didatangkan dari Vietnam dan Thailand, yang diputuskan dalam Rapat Koordinasi Terbatas di Kantor Menteri Koordinator Perekonomian.

“Iya, betul. Itu pemasukan April hingga Juli 2018,” jelas Mendag Enggartiasto,

Menurutnya, keputusan itu diambil untuk menambah cadangan beras pemerintah yang diperkirakan mengalami defisit pada akhir tahun. “Itu keputusan rakor, bukan keputusan saya. Kemudian Bulog yang melaksanakan. Ini untuk menambah cadangan beras pemerintah setidaknya hingga tahun depan. Jika tidak ada impor sejak awal, maka kita akan defisit,” kata Enggartiasto.

Masih aman

Menanggapi penambahan izin impor beras itu,  Ketua Persatuan Pengusaha Penggilingan Beras dan Padi (Perpadi) Sutarto Alimoeso mengatakan, kondisi pasokan gabah atau beras masih aman hingga saat ini. Bahkan, menurutnya, kondisi pasokan beras masih akan aman hingga bulan Agustus tahun ini.

“Sekarang posisinya masih aman dan cukup, tidak ada rebutan. Sampai Agustus saya kira masih aman. Bahkan, beberapa daerah sudah mau panen kedua,” terang Sutarto.

Hal senada juga diungkapkan Ketua Koperasi Pedagang Pasar Induk Beras Cipinang (Koppic) Zulkifli Rasyid. Menurutnya. Hingga akhir lebaran nanti, pasokan dan harga beras akan stabil.

“Kami menjamin pasokan dan harga beras selama bulan puasa hingga lebaran akan stabil. Naik Rp100 atau Rp200/kg mungkin adalah hal yang wajar,” ujar Zulkifli.

Walaupun begitu, Zulkifli belum bisa menjamin stabilisasi pasokan dan harga beras setelah lebaran nanti. “Setelah lebaran, kami tidak bisa menjamin stabilisasi pasokan dan harga beras karena pasokan sudah berkurang,” ujarnya.

Dia menjelaskan, pada Juli nanti kegiatan panen di sentra-sentra produsen sudah tidak ada lagi. Dengan begitu, pasokan akan berkurang dan stok Perum Bulog akan menyusut. “Untuk itu, kegiatan impor memang dibutuhkan untuk mengantisipasi kekurangan pasokan dan stok beras di gudang Bulog,” ucapnya.

Sementara Sutarto menyarankan agar kegiatan impor beras itu dilakukan dengan memperhatikan stok beras yang bisa dimiliki Bulog pada awal tahun mendatang. Jika stoknya defisit, impor dapat dilakukan.

“Yang harus dihitung itu adalah stok pada bulan Januari hingga Februari nanti. Makanya, setelah Agustus harus dihitung betul situasinya bagaimana,” ujar Sutarto.

Dia menegaskan, harga beras akan bisa ditekan apabila pasokan beras berlebih. “Logikanya, kalau kurang pasti harga naik. Kalau kita punya lebih siapa yang mau menaikkan harga? Ini dikeluarkan saja. Selesai kan. Jadi, justru mengisi pasar itu lebih penting,” papar Sutarto. B Wibowo

Amankan Harga, Bulog Libatkan Polisi dan Militer

Beragam cara dilakukan Perum Bulog untuk menjalankan tugasnya menstabilkan pasokan dan harga beras di dalam negeri yang hingga kini masih juga mengalami guncangan.

Di bawah komando  Komjen Pol. (Purn) Budi Waseso yang baru diangkap sebagai Dirut Perum Bulog,  ada beberapa strategi yang akan diterapkan  BUMN di bidang pangan ini.

Strategi pertama adalah mengutamakan pembelian gabah. “Dengan pengadaan berupa gabah, maka beras yang dihasilkan nantinya berkualitas bagus, di mana beras yang dihasilkan masih fresh karena baru dihasilkan dari kegiatan penggilingan gabah,” ujar Budi Waseso yang kerap disapa Buwas ini.

Menurutnya, selama ini Perum Bulog tak mampu melakukan pengadaan beras secara maksimal karena beras yang dibeli berasal dari pihak ketiga yang juga menjadi penentu harga jual beras tersebut.

“Karena itu, dengan membeli melalui gabah, kita bisa memotong rantai pasok sehingga harga pembelian bisa lebih murah. Lewat pola ini, petani dan konsumen tidak dirugikan,” ucapnya.

Strategi yang kedua adalah dengan memperluas jaringan distribusi beras melalui keterlibatan pihak TNI dan Polri. Perum Bulog akan menjual beras melalui Polsek-polsek dan Koramil di seluruh Indonesia.

“Kami tidak mengajak TNI dan Polri untuk berbisnis karena itu memang dilarang. TNI dan Polri nantinya hanya menyediakan tempat saja. Penjualan akan dilakukan oleh pegawai Perum Bulog,” jelas Buwas.

Dia menjelaskan, keterlibatan TNI dan Polri dalam pendistribusian beras disebabkan jaringan yang dimiliki Perum Bulog masih kurang. Kondisi ini dimanfaatkan oleh oknum-oknum tertentu yang bisa memainkan harga dan pasokan beras.

Alasan kedua adalah keamanan dari kegiatan penddistribusian itu. “Walaupun tidak ada jaminan 100% beras itu aman ada di Polsek, tapi lebih terjamin ketimbang barang itu ada di luar Polsek atau Koramil,” ujarnya.

Beras yang dijual di Polsek dan Koramil itu nantinya dalam bentuk kemasan dan setiap kemasan akan diberikan barcode. “Dengan adanya barcode itu, maka kita akan tahu siapa dan berapa volume beras yang dibeli dari Polsek atau Koramil,” tutur Buwas.

Menurut Direktur Pengadaan Perum Bulog, Andrianto Wahyu Adi, dengan adanya keterlibatan Polsek dan Koramil dalam pendistribusian itu, maka setidaknya Perum Bulog mendapatkan tambahan titik beras sebanyak 79.400 titik.

Selain Polsek dan Koramil, Perum Bulog juga mendistribusikan beras melalui Rumah Pangan Kita (RPK), kelurahan atau desa serta koperasi unit desa (KUD). “Dengan makin banyaknya titik beras yang dimiliki, maka pendistribusian beras ke masyarakat menjadi lebih maksimal lagi,” ujar Andrianto.

Kurang efektif

Namun, menurut Ketua Koperasi Pedagang Pasar  Induk Beras Cipinang (Koppic) Zulkifli Rasyid, keterlibatan TNI dan Polri itu kurang efektif karena dua lembaga ini bukanlah institusi yang berpengalaman dalam pendistribusian beras.

“Kami persilakan saja kalau perum Bulog mau melibatkan TNI dan Polri dalam pendistribusian beras. Kita lihat saja hasilnya nanti,” katanya.

Dia menyatakan, pasar masih menjadi sarana yang penting dalam pembentukan harga beras. Tanpa adanya pasar dan pedagangnya, maka harga justru tidak bisa diketahui secara pasti.

Zulkifli menjelaskan, minimnya pasokan dan melonjaknya harga beras di lapangan bukan karena ulah pedagang beras, tetapi akibat kesalahan dari kebijakan yang diterapkan  Kementerian Perdagangan dan Kementerian Pertanian.

“Mereka tidak bisa mengelola kondisi yang ada di lapangan dengan baik sehingga kondisinya menjadi seperti sekarang ini. Jangan pedagang yang disalahkan,” tegasnya. B Wibowo