Indonesia kembali tercoreng akibat kebakaran hutan dan lahan (karhutla). Asapnya, tidak hanya mengotori beberapa daerah, tapi terbang hingga ke negara tetangga.
Keluh kesah, tudingan hingga hujatan kerap dialamatkan ke perusahaan perkebunan kelapa sawit. Cap buruk pun menempel kepadanya. Ditambah lagi, kampanye hitam yang menguar semakin memojokkan posisinya.
Henry Dwi Putranto pun terhenyak. Sebagai Training Manager Goodhope yang berbasis di Kalimantan Tengah, dirinya tidak rela perusahaan tempatnya bekerja disamaratakan.
“Tolong jangan dibilang kita merusak hutan dan lahan. Malahan kita berusaha melindunginya dan mengajak masyarakat sekitar untuk peduli terhadap lingkungan,” ujar Henry.
Apalagi, Henry berangkat sebagai pecinta alam, Wanasatrya di kampusnya, Sekolah Tinggi Bahasa Asing Yapari-ABA Bandung. Jadi Henry paham betul arti pelestarian ekosistem untuk keberlanjutan.
Pria kelahiran Semarang, 8 Mei 1974 ini tidak sungkan ikut memadamkan api yang berkobar di lahan konsesi perusahaan akibat ulah oknum. Termasuk di lahan-lahan milik penduduk sekitar.
“Sesak nafas memang. Meski pun tidak ada yang memerintah, tapi sudah panggilan jiwa. Rasanya menangis melihat hutan terbakar, disengaja lagi,” kata Henry tulus.
Untuk mengetahui komitmen Goodhope, berikut bincang-bincang Agro Indonesia dengan sarjana Bahasa Inggris ini pekan lalu.
Mengenai Rencana Aksi Nasional (RAN) Kelapa Sawit. Bagaimana perusahaan mengikutinya?
Pada prinsipnya, perusahaan kami sudah menjalankan Rencana Aksi Nasional Kelapa Sawit. Contohnya, peningkatan kapasitas pekebun dengan pelatihan-pelatihan yang sifatnya teknikal, mandatory mau pun softskill. Kami sudah bersertifikasi Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO), Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO), ISO 14001 dan 18001 terkait kesehatan dan keselamatan kerja, sosial & lingkungan. Kami juga sudah menerapkan manajemen konflik, Free, Prior and Informed Consent (FPIC) dan prosedur keluh kesah bagi masyarakat sekitar.
Seperti apa praktik perkebunan kelapa sawit berlanjutan yang dijalankan perusahaan Anda bekerja?
Kami mengacu pada standar ISPO dan RSPO yang menerapkan 8 prinsip antara lain pertama, komitmen pada transparansi, yaitu dengan terbukanya semua channel komunikasi baik keluar mau pun ke dalam.
Kedua, patuh pada aturan dan regulasi yang berlaku. Ketiga, komitmen pada kemampuan ekonomi dan keuangan, yaitu dengan terus meningkatkan kestabilan kemampuan ekonomi dan keuangan perusahaan dengan menghasilkan produk yang unggul dan mampu bersaing di pasaran.
Keempat, penerapan praktik terbaik perkebunan dan pabrik. Satu diantaranya dengan menerapkan sistem mekanisasi dan digitalisasi pada proses pemuatan dan pendataan hasil panen.
Kelima, tanggung jawab pada lingkungan dan konservasi sumberdaya dan keanekaragaman hayati. Misalnya, dengan menentukan area-area bernilai konservasi tinggi. Juga mendukung usaha-usaha pelestarian lingkungan, salah satunya dengan menerapkan program-program training kepada masyarakat dan sekolah-sekolah terkait konservasi.
Keenam, tanggung jawab pada karyawan dan masyarakat sekitar yaitu dengan memberikan perumahan yang memadai, fasilitas air bersih dan listrik demi mengembangkan kesejahteraaan karyawan. Juga meningkatkan kemampuan ekonomi masyarakat dengan pengembangan kebun-kebun plasma, pemberdayaan sumberdaya alam seperti sungai dan hasilnya. Termasuk peternakan ayam.
Ketujuh, pengembangan tanaman baru yang bertanggung jawab, contohnya dengan menerapkan kebijakan zero burning. Ke delapan, komitmen pada perbaikan berkesinambungan. Contohnya, dengan menerapkan sistem scan barcode untuk pencatatan hasil panen untuk percepatan dan keakuratan data.
Apa saja yang sudah dan akan dilakukan perusahaan untuk pembangunan masyarakat dan lingkungan sekitar?
Kami sudah melaksanakan training-training seperti pemanfaatan eceng gondok sebagai potensi sumberdaya alam sekitar. Selain itu membangun sekolah-sekolah SD dan SMP. Menyalurkan guru bantu ke sekolah-sekolah sekitar. Membangun jalan. Menyuplai listrik dan air.
Apa perusahaan bermitra dengan masyarakat untuk pencegahan kebakaran hutan dan lahan (karhutla)?
Ya. Sejak 2016 yang lalu, kami sudah bermitra dengan 2 desa terdekat yaitu Desa Terawan dan Desa Lanpasa. Di sana kami melakukan sosialisasi, pemasangan spanduk, pelatihan bersama dan juga koordinasi. Mulai dari tingkat desa hingga kecamatan dan kabupaten. Di tiap desa, kami membentuk tim karhutla atau tim pemadam.
Khusus untuk Desa Terawan, kami memberikan peralatan berupa tanki Tossa pada 2018 dan mesin alkon/Robin Set pada 2016.
Target dari kemitraannya seperti apa?
Targetnya, terbentuk masyarakat peduli api atau masyarakat siaga api. Yang dibentuk oleh kepala desa dan dikeluarkan surat keputusan oleh kepala desa setempat secara resmi.
Apa mitra itu “diikat” dalam bentuk nota kesepahaman (Memorantum of understanding/MoU) untuk tidak membakar hutan dan lahan?
Tidak ada MOU. Namun sudah menjadi prosedur desa untuk segera melaporkan setiap kejadian kebakaran ke seluruh jajaran pemerintahan dan kepolisian sampai ke tingkat kabupaten.
Apa setelahnya ada perubahan perilaku? Atau stagnan..
Perubahan perilaku ada. Tapi masih perlu diperbanyak, karena masih ada masyarakat yang memegang tradisi membuka lahan dengan membakar.
Sulit ya mengedukasi masyarakat untuk tidak membakar hutan dan lahan? Mengingat, membuka hutan dan lahan dengan membakar lebih praktis dan ekonomis.
Memang sulit untuk merubah tradisi mereka membakar hutan. Selain memang itu cara yang paling ekonomis, mereka juga tidak mampu jika harus mendatangkan alat berat untuk membuka lahan.
Sesuai peraturan, perusahaan harus memadamkan api jika terjadi kebakaran di lahan konsesinya. Goodhope patuh?
Tentu saja. Kami terjun langsung setiap ada api di area kami sendiri mau pun di lahan kampung di sekeliling area kami. Bahkan, tim pemadam kami siap siaga 24 jam di setiap estate.
Fenny YL Budiman