Gula Rafinasi Siap Masuk Pasar

Hampir sebulan sejak dilansirnya harga acuan tujuh komoditas pangan, harga gula tetap stabil tinggi. Bahkan, harga rata-rata masih di atas harga acuan penjualan Rp13.000/kg. Kini, jurus pamungkas sedang dikaji. Bebaskan gula rafinasi, tak lagi khusus untuk industri, tapi bisa masuk pasar gula konsumsi. Berani kah pemerintah?

Kementerian Perdagangan (Kemendag) akhirnya membuka wacana membebaskan gula rafinasi masuk pasar gula konsumsi. Apalagi, neraca produksi gula tetap defisit tahun ini dan tak mampu menurunkan harga gula di pasar. Bahkan, sejak awal musim giling pada Mei sampai sekarang, harga malah cenderung naik dan bertahan di posisi Rp15.000/kg. Padahal, awal September lalu, Kemendag sudah melansir Permendag No. 63/M-DAG/PER/9/2016 tentang penetapan harga acuan pembelian di petani dan harga acuan penjualan di konsumen, di mana untuk gula harga acuan penjualan di konsumen dipatok Rp13.000/kg.

Itu sebabnya, untuk menggandoli harga di pasar, Mendag Enggartiasto Lukita siap membuka gula rafinasi masuk ke pasar gula konsumsi. Bahkan, dia mematok harga gula rafinasi ini lebih murah, yakni Rp12.500/kg. “Harganya harus sama dengan Rp12.500/kg dan ditempel, dicetak dalam kemasan,” kata Enggartiasto, pekan lalu.

Untuk bisa melakukan itu, berarti Mendag harus merevisi SK Menperindag No. 527 tahun 2004 yang membagi dua jenis gula yang ada di Indonesia: gula kristal putih (GKP) dan gula kristal rafinasi (GKR). Aturan ini dipertegas dalam Permendag 74/M-DAG/PER/9/2015 tentang Perdagangan Antarpulau, di mana GKR dilarang dijual di pasar eceran.

Seperti sudah diduga, wacana itu langsung ditentang keras petani tebu. Ketua Umum Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI), Soemitro Samadikoen menyebut penyatuan pasar gula itu hanya akan mematikan petani tebu rakyat karena tak sanggup bersaing dengan gula rafinasi. “Kami menolak wacana penyatuan pasar itu, karena sama saja mematikan petani tebu di dalam negeri,” ujar Soemitro, akhir pekan lalu.

Sumitro benar. Bayangkan saja, biaya produksi GKP di dalam negeri sudah mencapai Rp10.600/kg dengan asumsi rendemen hanya 7%. Sementara harga gula putih di pasar internasional hanya 600 dolar AS/ton atau sekitar Rp7.800/kg. Harga itu bisa lebih murah jika raw sugar yang diimpor.

Yang jelas, dengan pematokan harga GKR yang setara dengan GKP, berarti ada pihak yang untung besar. Dengan dalih stabilisasi harga, cukup memperoleh izin impor raw sugar dan membayar upah giling, selanjutnya GKR dijual dengan harga GKP yang jauh di atas biaya produksi. Itulah yang akan dilakukan Perum Bulog, yang telah dapat izin impor raw sugar 260.000 ton pada akhir Agustus lalu. AI