Harga Beras Wajib Sesuai HET

Setelah tertunda enam bulan sejak dikeluarkan tahun lalu, Kementerian Perdagangan siap menegakkan aturan harga eceran tertinggi (HET) untuk beras di pasar tradisional. Namun, efektivitasnya dipertanyakan karena terkait stok yang dimiliki pemerintah. Pemaksaan HET dikhawatirkan malah mengkriminalisasi pedagang beras.

Terhitung mulai 13 April 2018, seluruh pedagang beras di pasar tradisional seluruh Indonesia diwajibkan menjual sesuai harga eceran tertinggi (HET) per wilayah, yang sudah digariskan Permendag No. 57/M-DAG/PER/8/2017 tentang Penetapan Harga Eceran Tertinggi Beras. Kementerian Perdagangan (Kemendag) menilai sudah cukup kelonggaran yang diberikan kepada pedagang tradisional, dan Kemendag bersama instansi terkait segera turun ke lapangan mengawasi pelaksanaan aturan tersebut.

“Kemendag akan bekerjasama dengan Satgas Pangan dan instansi terkait untuk terus melakukan pantauan dan pengawasan langsung ke pasar rakyat dan toko modern dan para distributor serta gudang-gudang yang memasok ke pasar/ritel,” tegas Dirjen Perdagangan Dalam Negeri Kemendag, Tjahja Widayanti di Jakarta, Jumat (20/4/2018).

Penegakan aturan menjelang masuknya bulan Ramadhan dan Lebaran 2018 ini memicu kekhawatiran banyak pihak. Pasalnya, efektivitas penerapan HET — antara Rp9.450/kg sampai Rp10.250/kg untuk beras medium dan Rp12.800/kg-Rp13.600/kg untuk beras premium tergantung wilayah — harus didukung oleh stok beras pemerintah yang cukup di Perum Bulog. Nah, stok ini yang jadi masalah. “Bulog tidak memiliki cadangan yang cukup untuk menekan harga beras. Bulog hanya punya cadangan 800.000 ton,” ujar Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Enny Sri Hartati di Jakarta, Rabu (18/4/2018).

Menurutnya, jika pemerintah sekadar mewajibkan HET tanpa ada instrumen lain dan stok yang cukup, maka pemerintah hanya menetapkan komando. Dan jika penjual tidak melaksanakan komando yang diminta, maka akan terjadi kriminalisasi. Jika ini terjadi, maka efeknya lebih buruk. “Tidak ada lagi yang berani memasok beras,” ujarnya.

Buat pedagang beras, penerapan HET diakui malah merugikan konsumen. Pasalnya, pedagang bisa saja menjual beras lebih mahal sesuai HET meski sebenarnya harganya murah. “Dalam satu mobil saja, ada empat jenis beras yang harganya beragam. Ada yang sangat murah, murah, sedang dan mahal,” ujar Ketua Koperasi Pedagang Pasar Induk Beras Cipinang (Koppic), Zulkifli.

Karena itu, katanya, pemerintah sebaiknya mengutamakan ketersedian pasokan beras ketimbang penerapan HET. Permintaan wajar, memang. Pemerintah harus ekstra hati-hati dalam masalah beras. Apalagi, ini merupakan barang milik masyarakat, bukan barang yang disubsidi, apa boleh pemerintah mengatur harga jualnya? AI