Pemerintah akhirnya melakukan campur tangan lebih dalam lagi terhadap komoditas beras. Jika sebelumnya pemerintah hanya menerapkan harga pembelian pemerintah (HPP) untuk komoditas gabah dan beras, kali ini pemerintah juga menerapkan aturan tentang batasan harga jual tertinggi komoditas tersebut di pasaran.
Aturan tentang harga jual beras itu diterapkan pemerintah melalui Kementerian Perdagangan (Kemendag) yang menetapkan harga eceran tertinggi untuk beras jenis medium dan beras premium.
Dalam Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) yang mulai diberlakukan tanggal 1 September 2017 itu, besaran HET beras dibagi menjadi tiga zona. Untuk zona yang meliputi wilayah Jawa, Bali, Nusa Tenggara Barat (NTB), Lampung dan Sumatera Selatan, HET untuk komoditas beras medium ditetapkan sebesar Rp9.450/kg. Sedangkan untuk beras premium, HET-nya mencapai Rp12.800/kg.
Untuk zona yang meliputi wilayah Sumatera (kecuali Lampung dan Sumsel) Nusa Tenggara Timur (NTT) serta Kalimantan, HET beras medium mencapai Rp9.950/kg dan HET beras premium sebesar Rp13.300/kg.
Sedangkan untuk wilayah Maluku dan Papua, besaran HET untuk beras medium mencapai Rp10.250/kg dan HET beras premium sebesar Rp13.600/kg.
“Perbedaan harga itu dilakukan karena adanya tambahan biaya distribusi beras ke wilayah yang jauh dari sentra produksi,” kata Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita, pekan lalu.
Selain beras medium dan premium, ungkapnya, pemerintah juga telah menetapkan beras khusus untuk dikenakan kebijakan HET. Namun, untuk sementara ini, pemerintah belum menerapkan besaran HET-nya.
HET beras medium dan premium tersebut berlaku untuk pasar rakyat dan toko modern di seluruh Indonesia.
Mendag mengakui, penetapan besaran HET ini pasti tidak menyenangkan semua pihak. Namun, besaran HET itu merupakan keputusan terbaik. “Besaran HET ini ditetapkan setelah mendengar masukan dari semua pihak, baik dari kalangan petani, pengusaha penggilingan padi, pedagang dan pengusaha ritel,” ujarnya.
Enggar menyatakan, penetapan HET beras dimaksudkan untuk menurunkan harga beras yang belakangan ini cenderung mengalami kenaikan. Dengan HET tersebut, konsumen mendapat kepastian harga dan terjaga daya belinya. “Selain itu, HET beras juga dapat mencegah terjadinya spekulasi harga,” jelasnya.
Dia juga menegaskan bahwa penetapan HET ini juga dengan memperhatikan kepentingan petani dan mengakomodasi pelaku usaha. “HET beras juga memberikan perlindungan tambahan kepada para petani karena menciptakan kepastian harga, sementara para pedagang tetap mendapatkan keuntungan yang wajar,” tegas Mendag.
Enggar menyatakan, semua pelaku usaha yang menjual beras secara eceran wajib mengikuti ketentuan ini. Pelaku usaha juga wajib mencantumkan label jenis beras medium atau premium, serta label harga HET pada kemasan.
“Sanksi bagi yang melanggar adalah pencabutan izin usaha setelah mendapat dua kali peringatan tertulis dari pejabat penerbit izin usaha,” ucapnya.
Dalam Permendag yang mulai berlaku 1 September 2017 itu, kriteria beras medium adalah beras yang memiliki spesifikasi derajat sosoh minimal 95%, kadar air maksimal 14%, dan butir patah maksimal 25%.
Sementara untuk kriteria beras premium adalah beras yang memiliki spesifikasi derajat sosoh minimal 95%, kadar air maksimal 14%, dan butir patah maksimal 15%.
Keuntungan menurun
Kebijakan HET itu tentu saja akan berpengaruh terhadap pihak-pihak yang terkait dengan komoditas beras, mulai dari kalangan petani, pengusaha penggilingan padi hingga pedagang beras. Walaupun begitu, mereka tampaknya terlihat pasrah dengan kebijakan yang diterapkan pemerintah itu.
PT Food Station Tjipinang Jaya (FSTJ) selaku pengelola pasar induk beras Cipinang, Jakarta, mengakui kalau penetapan HET itu akan mengakibatkan penurunan keuntungan atau margin bagi pedagang beras. “ Pedagang beras harus menyelaraskan lagi marginnya,” ujar Dirut FSTJ, Arief Prasetyo Adi.
Dia menjelaskan, dalam menetapkan harga jual beras, kalangan pedagang juga mengacu kepada biaya yang harus dikeluarkan, mulai dari kuli angkut naik dan turun, listrik hingga biaya susut,
“Semua biaya itu nanti di-adjust di situ. Tidak hanya profit oriented semata, kita menyeimbangkan,” ujarnya,
Dia menjelaskan, memang bisa saja secara kasat mata pedagang beras mengantongi keuntungan sebesar 8% dari harga jual beras yang diterapkan sebelumnya. Namun, itu masih margin kotor, belum dipangkas biaya-biaya lainnya.
Dia mengaku akan mencoba memangkas berbagai biaya untuk bisa memenuhi harga jual beras eceran yang ditetapkan pemerintah. Namun demikian, dirinya tetap berharap produksi petani tetap terjaga sehingga tidak ada kekurangan stok. “Doakan teman-teman, produksinya (padi) banyak, tidak ada wereng, tidak ada tikus. Tapi teman-teman di pemerintah sudah ada planning yang sangat baiklah,” kata Arief.
Hitung ulang
Hal senada juga dilontarkan Ketua Umum Persatuan Penggilingan Padi dan Pengusaha Beras Indonesia (Perpadi) Sutarto Alimoeso. Menurutnya, dalam menentukan HET, Perpadi telah mengajukan sejumlah usul kepada pemerintah mengenai kebijakan HET itu dan gambaran mengenai pengusaha beras. Namun, semua keputusan ada di tangan pemerintah.
“Kami hanya mengusulkan dan pemerintah telah mengambil keputusan. Langkah selanjutnya adalah menyampaikan keputusan itu kepada anggota-anggota di daerah,” jelasnya.
Sutarto mengakui, dengan adanya kebijakan HET, para pengusaha penggilingan padi harus menghitung ulang lagi struktur biaya dan menyesuaikan dengan harga yang ditetapkan pemerintah.
Pengusaha penggilingan padi merupakan pihak yang memegang peranan penting karena sebagai pihak yang berhubungan paling dekat dengan petani padi. Pasalnya, petani padi langsung menjual hasil panen gabahnya kepada penggilingan padi.
Memang tidak ada jalan lain bagi pedagang dan pengusaha penggilingan padi untuk mematuhi aturan yang diterapkan pemerintah. Apalagi, Pihak Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) siap menindak penjual beras yang melanggar aturan dengan menaikkan harga beras melebihi HET.
“Pemerintah telah menetapkan HET beras. Pengusaha pun diminta mengikuti kebijakan yang telah ditetapkan pemerintah tersebut,” ujar Direktur Pengkajian Kebijakan KPPU, Taufik Ahmad
Dia menegskan, HET beras ini akan menjadi acuan KPPU untuk memantau pergerakan harga beras di pasar. Jika terjadi kesepakatan antar penjual beras untuk menaikan harga di atas HET, KPPU tidak segan menindaknya. “Kalau ada harga di atas itu, kemudian diidentifikasi bahwa itu hasil kesepakatan yang dilakukan pelaku usaha, maka kami akan melakukan penelitian terkait hal tersebut apakah itu dilakukan melanggar Undang-Undang atau tidak,” tegasnya. B Wibowo
Tak Ada Tugas Khusus untuk Bulog
Kebijakan penerapan Harga Eceran Tertinggi (HET) beras medium dan premium diyakini akan berjalan dengan baik karena stok dan pasokan beras di dalam negeri cukup aman saat ini.
“Stok beras di dalam negeri cukup aman. Apalagi, Perum Bulog juga masih melakukan kegiatan penyerapan,” ujar Dirjen Perdagangan Dalam Negeri Kementerian Perdagangan, Tjahya Widayanti, pekan lalu.
Menurutnya, pemerintah optimis pasokan beras, khususnya beras medium, di pasar akan tetap terjaga dengan baik karena produksi beras jenis itu juga cukup banyak. Apalagi, pemerintah juga menetapkan HET untuk beras premium.
“Salah satu alasan pemerintah menerapkan HET untuk jenis beras premium adalah untuk mencegah masuknya beras medium ke beras premium,” ujar Tjahya kepada Agro Indonesia.
Dia menyebutkan sejumlah kasus yang menjadikan beras medium diklaim sebagai beras premium yang mengakibatkan masyarakat konsumen menjadi pihak yang dirugikan.
Selain itu, untuk mengamankan stok, pemerintah juga tetap memberlakukan Harga Patokan Pemerintah (HPP) terhadap gabah dan beras. HPP gabah kering panen (GKP) saat ini dipatok Rp 3.700/kg dan HPP beras sebesar Rp7.300/kg.
“HPP masih tetap berlaku dan Perum Bulog tetap melakukan tugasnya jika harga sudah di bawah HPP,” jelas Menteri Perdagangan Enggartisto Lukita. Enggar optimis kebijakan penerapan HET beras tidak akan menimbulkan gonjang-ganjing, baik pasokan maupun harga beras.
Rasa optimistis itu tercermin dengan tidak adanya tugas khusus kepada Perum Bulog untuk mengamankan kebijakan tersebut.
Direktur Pengadaan Perum Bulog Tri Wahyudi Saleh mengatakan, tidak ada tugas khusus yang diemban Perum Bulog yang ditetapkan pemerintah kepada Perum Bulog terkait kebijakan HET beras. “Tugas tambahan sepertinya tidak ada dalam mengawal Harga Eceran tertinggi,” kata Tri Wahyudi Saleh kepada Agro Indonesia, akhir pekan lalu.
Menurutnya, hingga saat ini tugas Perum Bulog hanya sesuai dengan Perpres 48 tahun 2106, yakni dalam rangka ketahanan pangan nasional, khususnya padi, jagung dan kedelai serta komoditas lain yang ditugaskan pemerintah.
Dia menjelaskan, saat ini Perum Bulog memiliki cadangan beras pemeritah (CBP) sekitar 250.000-300.000 ton. “Dana yang diberikan pemerintah memang hanya cukup untuk pengadaan CBP sebesar itu,” ujarnya.
Sementara untuk pengadaan beras hingga akhir Agustus 2017, Perum Bulog telah berhasil menyerap beras di dalam negeri sebanyak 1,7 juta ton. Saat ini, Badan Usaha Milik Negara (BUMN) ini tiap harinya menyerap sekitar 10.000 ton beras. “Kami saat ini banyak menyerap beras di Sulsel yang sedang mengalami panen. Selain itu, dari daerah lainnya juga ada,” paparnya.
Terkait soal harga pembelian, Tri Wahyudi mengatakan bahwa saat ini Perum Bulog sebagian besar melakukan pembelian beras di harga Rp8.030/kg. “Memang HPP beras itu Rp7.300/kg, namun Perum Bulog memperoleh kemudahan untuk meningkatkan harga pembelian sebesar 10% dari HPP untuk menyerap beras,” tuturnya.
Tri optimis penyerapan beras oleh Perum Bulog pada tahun ini bisa mencapai angka 2,3 juta ton hingga 2,3 juta ton. Dengan penyerapan sebanyak itu, pengadaan beras untuk program Raskin bisa dilakukan hingga bulan April tahun depan. B Wibowo
Baca juga: