Hikmah Covid-19 Terhadap Pengembangan Empon-empon

umbi jahe (pixabay.com)
Bambang Winarto

Oleh: Bambang Winarto (Konsultan paruh waktu Yayasan Sarana Wana Jaya, Pensiunan Kehutanan, Mantan Kepala Dinas Kehutanan dan Perkebunan Gorontalo, Penyusun Kamus Rimbawan dan Kamus Konservasi, Penulis Kehutanan)

Akhir tahun 2019, 31 Desember 2019 muncul untuk pertama kali virus di Wuhan,  Provinsi Hubei – Tiongkok. Badan Kesehatan Dunia PBB, World Health Organization (WHO) telah memberi nama virus tersebut Covid-19,  “co” dari nama corona, “vi” adalah virus, “d” adalah disease (penyakit) dan 19 adalah tahun 2019,  saat wabah pertama kali muncul. Covid-19 menyebar dengan sangat cepat di berbagai penjuru dunia dengan memakan korban yang cukup banyak, sehingga WHO telah menetapkan sebagai pandemi. Sejak Awal 2020 hingga kini, April 2020, media masa dipadati dengan pemberitaan tentang Covid-19. Hampir seluruh aktivitas kehidupan terkena dampaknya: kesehatan, ekonomi, pendidikan, tenaga kerja, perhubungan, olah raga, hukum dan lain lain. Sepertinya sampai beberapa bulan ke depan berita tentang Covid-19 akan masih tetap menghiasi media masa.

Dari web  khusus Covid-19 https://www.outbreak.my/world# , diketahui bahwa sampai dengan 16 April 2020, WHO mengumumkan 213 Negara telah terjangkit Covid-19  dengan (kasus, mati, sembuh, tingkat kematian, tingkat kesembuhan) sebanyak 2.172.147; 144. 928; 545.761; 3.78%; 24.40%.

Lima negara yang terbesar adalah Amerika Serikat (674.829; 34475; 57256; 5.11%; 8.48%),  Spanyol (182.816; 19.130; 74.797; 10.46%; 40.91%),Italia (168,941;  22.170; 40.164; 13.12%, 23.77%), Perancis (165.027, 17.920, 32.812, 10.86%, 19.88%) dan Jerman (136.569; 3.943; 77.000; 2.89%, 56.38%).

Sementara lima besar kasus Covid-19 di ASEAN adalah Filipina (5. 660; 362 ; 435; 6.40%; 7.69%),  Indonesia (5.516; 498; 548; 9.03%; 9.93%), Malaysia (5.182; 84; 2766; 1.62%; 53.38%), Singapura (4. 427; 10;683; 0.23%; 15.43%), Thailand (2.672; 46; 1593; 1.72%; 59.62%.).

Jika melihat jumlah kasus Covid-19 di dunia, Indonesia menduduki urutan ke 37, sementara di ASEAN di Indonesia  menduduki urutan ke 2 setelah Filipina. Namun tingkat kematian di Asean Indonesia paling tinggi (9.03%) dan bahkan jauh di atas rata rata dunia yang hanya  3.78%. Ini menujukkan bahwa tingkat kesehatan orang Indonesia imunitasnya rendah.

Kekebalan Tubuh

Covid-19 menyerang siapa saja, tidak melihat umur, tidak melihat jenis kelamin, tidak melihat ras, sepanjang yang bersangkutan tidak mematuhi protokol yang telah ditetapkan oleh WHO.  Namun menurut ahli-ahli kesehatan, seseorang yang terkena Covid-19 akan cepat sembuhnya jika memiliki sistem imunitas yang tinggi. Menurut Prof Mangestuti dari Universitas Airlangga, minum jamu dari empon-empon secara teratur yang di dalamnya terdapat jahe dan kunyit dapat meningkatkan imunitas. Memang jamu bukan untuk mengobati tetapi jamu untuk menangkal. Sementara, dari laman resmi Sekretariat Kabinet, Jumat (13/3/2020), Presiden Jokowi mengaku setiap hari minum jamu empon-empon yang terdiri dari temulawak, jahe, serai, dan kunyit. Jika biasanya hanya sekali sehari, ia kini mengonsumsinya tiga kali sehari.

“Sekarang karena ada corona, saya minumnya pagi, siang, malam.” katanya.

Namun, Presiden Jokowi  mengeluhkan sulitnya mendapatkan minuman herbal tersebut. Belum lagi, harganya naik sampai lima kali lipat setelah banyak warga memborongnya. Jokowi juga mengaku menyuguhkan minuman  jamu empon-empon untuk para tamunya.

Tanaman empon-empon adalah termasuk tanaman obat obatan yang sesuai dengan regulasi dibidang kehutanan dapat dibudidayakan baik di kawasan hutan atau di luar kawasan hutan dengan skema tertentu.

Tulisan ini mencoba mengangkat tanaman empon empon untuk dijadikan salah satu tanaman prioritas pada program Perhutanan Sosial untuk meningkatkan imunitas masyarakat Indonesia.

Empon-empon

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, empon-empon adalah rimpang yang digunakan sebagai ramuan tradisional seperti jahe, kunyit, temulawak dan sebagainya. Asal kata empon-empon dari empu yang berarti rimpang induk atau akar tinggal. Penggolongan nama empon-empon tidak dilakukan berdasarkan klasifikasi ilmiah, melainkan lebih merujuk pada penggolongan tanaman tertentu yang dilakukan masyarakat Jawa.

Empon-empon seperti kunyit, kencur, dan juga temulawak merupakan bahan utama dalam pembuatan jamu-jamuan yang biasa dikonsumsi oleh masyarakat Jawa. Khasiat empon-empon akan jauh lebih baik  ketika  diolah menjadi jamu ketimbang mengonsumsinya secara sendiri-sendiri. Bagi orang Jawa, sudah lama percaya bahwa ramuan tradisional dari empon-empon dapat meningkatkan kondisi kesehatan seseorang, terutama dalam menjaga sistem imunitas.

Penelitian yang dilakukan oleh Kementerian Kesehatan mengenai Riset Tumbuhan Obat dan Jamu pada tahun 2012 diperoleh data   1,889 spesies tumbuhan obat di Indonesia dan sedikitnya terdapat 283 jenis tanaman obat yang termasuk ke dalam kelompok empon-empon yang  didominasi oleh famili Zingiberaceae atau temu-temuan.  Terdapat 12 jenis empon-empon yang populer: temulawak, lempuyang gajah, lempuyang wangi, jahe, cabe jawa, lengkuas, kedawung, kencur, kunyit, pulasari, adas, dan bangle. Dari 12 jenis tersebut  yang banyak dibudidayakan baru 6 jenis, yaitu temulawak, lengkuas, jahe, kunyit, kencur, dan adas.

Seiring kemajuan zaman dan dengan berbagai hasil penelitian yang dilakukan oleh pemerintah dan swasta (industri jamu),  penggunaan empon-empon semakin meluas. Empon-empon bukan hanya sebagai bahan baku obat-obatan dan jamu, akan tetapi juga:  bahan bumbu masak, industri makanan dan minuman, ramuan tradisional perawatan tubuh, kosmetika untuk perawatan kecantikan, bahan pewarna, untuk diambil minyak atsirinya dan lain sebagainya.

Kebiasaan minum jamu dari empon-empon bagi orang Jawa tidak terlepas dari kebiasan minum jamu yang telah ratusan tahun berlangsung hingga sekarang. Adanya gambar-gambar pada relief pohon kalpataru pada Candi Borobudur (825 M)  serta penjelasan dalam naskah-naskah kuno tentang penyembuhan dan pengobatan orang sakit dengan menggunakan jamu merupakan bukti nyata khasiat jamu. Pengetahuan tentang jamu merupakan pengetahuan asli masyarakat Indonesia khusunya Jawa yang diwariskan dari generasi ke generasi, dikaji dari pengalaman dan dipercaya memberikan manfaat yang berguna dalam menjaga kesehatan masyarakat.

Sentra penghasil tanaman empon-emponan terdapat di  Sukabumi, Cianjur, Banjarnegara, Karanganyar, Ngawi, Ponorogo, Trenggalek, dan Pacitan. Daerah seperti Pacitan dan Karanganyar merupakan penyuplai bahan empon-empon  seperti jahe, kunyit, kencur, dan temu-temuan di pasar tradisional Surakarta dan Yogyakarta serta industri jamu yang berada di daerah sekitarnya.

Perhutanan Sosial

Hingga kini, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) belum menaruh perhatian terhadap tanaman obat, meski regulasi memungkinkan untuk itu. Di dalam Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2007 Tentang Tata Hutan Dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, Serta Pemanfaatan Hutan disebutkan bahwa budidaya tanaman obat dapat dilakukan melalui Pemanfaatan Kawasan Pada Hutan Lindung (Pasal 24) dan  Pemanfaatan Kawasan Pada Hutan Produksi (Pasal 32).

Perhutanan Sosial, sebuah program nasional yang bertujuan untuk melakukan pemerataan ekonomi dan mengurangi ketimpangan ekonomi melalui tiga pilar, yaitu: lahan, kesempatan usaha dan sumberdaya manusia.  Pengelolaaannya  dilakukan dengan memperhatikan prinsip: a. keadilan; b. keberlanjutan; c. kepastian hukum; d. partisipatif; dan e. bertanggung gugat. Sistem Perhutanan Sosial dilaksanakan dalam kawasan hutan negara atau hutan hak/hutan adat yang dilaksanakan masyarakat setempat untuk meningkatkan kesejahteraannya, keseimbangan lingkungan dan dinamika sosial budaya.

Atas dasar prinsip dan sistem tersebut, maka  Perhutanan Sosial paling cocok untuk pengembangan budidaya tanaman obat. Dasar hukumnya selain Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2007 juga Peraturan Menteri LHK Nomor P.83/Menlhk/Setjen/Kum.1/10/ 2016 Tentang Perhutanan Sosial yang telah disempurnakan melalui  Permen LHK Nomor P.39/Menlhk/ Setjen/Kum.1/6/2017 Tentang Perhutanan Sosial Di Wilayah Kerja Perum Perhutani.

Dari laman resmi KLHK (http://pkps.menlhk.go.id/#statistik), hingga 9 April  2020, KLHK telah mengeluarkan sekitar  6.411 unit SK izin atau hak untuk sekitar 818.547 Kepala Keluarga dan 5.873 Kelompok Usaha Perhutanan Sosial (KUPS) dengan total luas 807.410 hektare. Masyarakat memperoleh Surat Keputusan Pengelolaan  Ijin Pemanfaatan Hutan Perhutanan Sosial (IPHPS), yang berlaku untuk jangka waktu 35 tahun.

Dengan memegang IPHPS, dan bergabung dengan salah satu: Lembaga Pengelola Hutan Desa (LPHD)/Lembaga Adat, Kelompok Tani, Gabungan kelompok Tani, Koperasi, Masyarakat Hukum Adat atau  LMDH, maka masyarakat dapat dengan tenang mengelola kawasan hutan negara dengan  menanam jenis tanaman komoditas pertanian,  perkebunan atau kehutanan sesuai keinginannya. Namun demikian peranan KLHK melalui Penyuluh Kehutanan sangat penting dalam  menentukan jenis tanaman. Melalui Penyuluhan, bimbingan  dan edukasi para Penyuluh Kehutanan harus mampu menyakinkan kepada petani bahwa empon-empon merupakan merupakan program pemerintah yang dapat meningkatkan kesejahteraannya.

Kerja Sama dan Pendampingan

Dalam mengembangkan empon-empon, KLHK sebaiknya bekerjasama dengan Kementerian Kesehatan (cq Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Tanaman Obat dan Obat Tradisional, Tawangmangu) atau Kementerian Pertanian (cq Balai Penelitian Tanaman  Rempah dan Obat Bogor. Kedua institusi tersebut telah berpengalaman dalam mengembangkan budidaya tanaman obat obatan, sehingga masalah teknis budidaya empon empon, seperti: bibit unggul, penanaman, pemeliharaan, hama penyakit dan pemanenan sudah dikuasai. Selain itu, kedua institusi ini juga dapat berperan  dalam memberikan pelatihan bagi tenaga pendamping atau langsung kepada para petani. Sementara, KLHK menyediakan tenaga pendamping : Penyuluh Kehutanan, Penyuluh Kehutanan Swadaya Masyarakat atau petani teladan  yang sudah terbiasa membudidayakan tanaman empon empon. KLHK melalui Penyuluh Kehutanan harus mampu menyakinkan kepada petani bahwa empon empon sebagai bahan pembuat jamu memiliki potensi untuk dikembangkan sebagai komoditi yang mendatangkan banyak peluang ekonomi.

Hal lainnya, KLHK harus mampu menjembatani antara petani dengan pengusaha empon empon atau industri jamu untuk memperoleh jaminan pasar dengan harga yang menguntungkan kedua belah pihak. KLHK juga berkewajiban membantu para petani dalam memperoleh modal kerja dari perbankan dengan tingkat suku bunga yang mendapat subsidi dari pemerintah.

Penutup

Presiden Jokowi sudah lebih dari 19 tahun  minum jamu empon empon setiap harinya. Adanya COVID-19 menyadarkan kembali kepada kita bahwa imunitas yang tinggi sangat penting bagi kesehatan. KLHK dapat  menjadi garda terdepan dalam menggalakan minum jamu,  misalnya setiap rapat kerja minumannya jamu, mengadakan seminar jamu, pameran,  kerjasama dengan pengusaha empon empon dan industri jamu dan masih banyak hal yang dapat dilakukannya.

Di mulai dari Jawa dan untuk kemudian disebarkan ke masyarakat seluruh Indonesia atau bahkan seluruh dunia, kebiasaan minum jamu akan  menjadi salah satu langkah strategis untuk menjaga kesehatan dan meningkatkan imunitas masyarakat. Jamu memang bukan obat, namun jamu dapat meningkatkan imunitas, lagi pula jamu tidak menimbulkan efek samping.

Lebih baik terlambat dari pada tidak sama sekali. Dengan empon-empon, KLHK  akan tercatat sebagai kementerian yang mempunyai andil besar dalam  meningkatkan kesejahtaraan rakyat sekitar hutan, menjaga hutan tetap lestari dan yang tidak kalah pentingnya adalah menjaga kesehatan masyarakat.

Rakyat sehat, Negara kuat berkat empon empon dari Perhutanan Sosial. Mari kita perkuat tubuh kita dengan minum jamu empon empon bukan hanya untuk menangkal Covid-19, tetapi juga untuk menangkal virus virus lainnya. MENCEGAH LEBIH BAIK DARIPADA MENGOBATI.