Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menjelaskan adanya skema pemanfaatan hutan lindung untuk lumbung pangan (food estate) hanya bisa dilakukan pada kawasan yang sudah terdegradasi atau rusak.
Skema Kawasan Hutan untuk Ketahanan Pangan (KHKP) justru menjadi salah satu cara untuk merehabilitasi kawasan tersebut.
Dirjen Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan KLHK Sigit Hardwinarto di Jakarta, Senin (16/11/2020) menyatakan pemulihan hutan lindung yang terdegradasi dengan kegiatan food estate dilakukan dengan kombinasi tanaman hutan (tanaman berkayu) dengan tanaman pangan yang dikenal sebagai tanam wana tani (agroforestry).
Ada juga kombinasi tanaman hutan dengan hewan ternak yang dikenal sebagai wana ternak (sylvopasture) dan kombinasi tanaman hutan dengan perikanan yang dikenal sebagai wana mina (sylvofishery).
“Tanaman hutan pada kombinasi-kombinasi tersebut di atas akan memperbaiki fungsi hutan lindung,” katanya.
Sigit merespons protes dari sejumlah LSM, diantaranya WALHI, terkait terbitnya Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No P.24 tahun 2020 tentang Penyediaan Kawasan Hutan untuk Pembangunan Food Estate. Ketentuan itu dinilai WALHI akan meningkatkan eksploitasi lingkungan hidup dan deforestasi di Indonesia.
Sigit menekankan, secara profesional dan dalam perspektif pembangunan daerah, pembangunan food estate semestinya dilihat sebagai wilayah perencanaan untuk land use (tata guna lahan).
Di dalam perencanaan land use secara teknis dikenal compound land utilization type (pengelolaan secara multiguna) dalam suatu wilayah, sehingga bukan hanya monokultur, namun juga polikultur.
Oleh karena itu, pembangunan food estate dilakukan secara terintegrasi yang mencakup tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, perternakan dan perikanan termasuk kawasan lindung dalam bentuk mozaik.
“Didalam model pengembangan food estate selain untuk lahan pertanian berkelanjutan secara modern dan dengan intervensi teknologi tinggi, juga mencakup pola kerja hutan sosial. Untuk itu kawasan hutan lindung yang akan digunakan sebagai areal food estate tidak harus dilakukan dengan pelepasan kawasan hutan, namun yang terpenting harus dilakukan di kawasan hutan lindung yang memenuhi syarat sebagai hutan lindung yang sudah tidak ada tegakkan pohonnya, atau fungsi hutan lindungnya sudah tidak ada lagi,” kata Sigit memaparkan.
Sebelum implementasi kegiatan food estate diperlukan penyusunan masterplan pengelolaan KHKP, yang memuat rencana pengelolaan KHKP dan menyusun Detail Enginering Design (DED) dalam hal berkaitan KHKP yang berasal dari kawasan hutan lindung, serta penyusunan UKL-UPL dan Izin Lingkungan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Hal ini antara lain untuk menjaga keberlanjutan food estate dan menjaga kelestarian lingkungan.
Sugiharto