Industri Kehutanan Bangkit Lagi

Perlahan namun pasti, industri kehutanan nasional mulai bangkit. Bahkan sejak diberlakukannya Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK), yang kemudian disetarakan sebagai lisensi FLEGT, ekspor produk kehutanan ke Uni Eropa terus meningkat dan menembus 1 miliar dolar AS.

Inilah kerja keras Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan di bidang ekonomi, yang belakangan selalu kalah pamor dengan isu lingkungan dan seperti meniadakan manfaat dan nilai ekonomi hutan. Industri kehutanan yang semula mendapat cap sebagai sunset industry, perlahan mulai bangkit menjadi mesin ekonomi kembali. Tak hanya itu, konfigurasi bisnis kehutanan kini telah berubah tak lagi didominasi korporasi, tapi sudah menyertakan rakyat sebagai pemasok bahan baku kayu.

Apalagi, sejak diberlakukannya Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK) dan kemudian mendapat penyetaraan sebagai lisensi FLEGT (Penegakan Hukum, Tata Kelola dan Perdagangan bidang Kehutanan) oleh Uni Eropa (UE), ekspor produk kayu nasional ke kawasan itu meningkat pesat. Maklum, dengan penyataraan, produk kayu Indonesia bebas dari uji tuntas (due dilligence) sesuai regulasi kayu impor UE.

Jika tahun 2015 ekspor produk kayu ke pasar UE masih 872,2 juta dolar AS, bahkan sedikit menurun menjadi 868,8 juta dolar AS tahun 2016, maka tahun 2017 (sampai Oktober) devisa espor sudah tembus menjadi 1,08 miliar dolar AS. Sumbangan terbesar datang dari furnitur kayu, disusul kertas, panel kayu dan woodworking.

Berbekal SVLK pula, nilai ekspor produk kayu nasional ke pasar global terus meningkat. Dalam kurun 2015-2017 (sampai Oktober), nilai ekspor produk kayu telah mencapai 28,48 miliar dolar AS atau sudah 70,38% dari target 40,37 miliar dolar AS yang ditetapkan dalam dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) 2015-2019. Tiga besar pasar produk kayu Indonesia adalah Asia, Amerika Utara dan Uni Eropa, yang sampai November 2017 sudah nyaris menembus 10 miliar dolar AS.

Naiknya kontribusi devisa sektor kehutanan memang sejalan dengan bertambahnya industri pengolahan kayu, terutama di Jawa. Selain perluasan, industri baru juga bermunculan. “Sampai saat ini sudah terdapat tambahan 101 unit izin perluasan industri pengolahan kayu dan 49 industri kayu baru,” kata Dirjen Pengelolaan Hutan Produksi Lestari (PHPL), IB Putera Parthama di Jakarta, pekan lalu.

Jika dihitung-hitung,  nilai investasi pengolahan kayu dalam tiga tahun terakhir mencapai Rp6,386 triliun. Industri ini didominasi kayu lapis, kayu gergajian dan barecore. Yang menarik, bahan baku kayu yang menjadi pemasok industri tersebut bukanlah kayu dari hutan alam, tapi justru kayu-kayu dari hutan rakyat! Dan bersama rakyat pula, senjakala industri perkayuan (sunset industry) perlahan bersinar kembali. AI