Investasi Rp100 Triliun Terancam Bubar

Pabrik RAPP (aprilasia.com)

Raksasa bubur kayu (pulp) dan kertas, PT Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP) harus menerima kenyataan pahit setelah Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya membatalkan  dokumen Rencana Kerja Usaha (RKU) Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu (IUPHHK) Hutan Tanaman Industri (HTI) mereka. Ini artinya RAPP tidak boleh lagi melakukan pembibitan, penanaman, panen, dan pengangkutan kayu di konsesinya.

Produsen bubur kayu dan kertas terintegrasi terbesar kedua di Indonesia itu terpaksa harus merumahkan 4.600 orang karyawan yang bekerja di bagian pengelolaan HTI. Sementara 1.600 lain yang bekerja di industri juga terancam dirumahkan karena merosotnya pasokan bahan baku kayu. Ini menyusul sekitar 10.000 karyawan yang bekerja pada perusahaan kontraktor bagi RAPP.

Pembatalan dokumen RKU RAPP berdasarkan Surat Keputusan (SK) Menteri LHK No. 5322/MenLHK-PHPL/UHP/HPL1/10/2017 tentang Pembatalan Keputusan Menteri Kehutanan No. SK 173/VI-BPHT/2010 dan Keputusan Menteri Kehutanan No. SK 93/VI-BUHT/2013 tentang Persetujuan Revisi Rencana Kerja Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Hutan Tanaman Industri (RKUPHHK-HTI) untuk Jangka Waktu 10 Tahun Periode 2010- 2019 Atas Nama PT RAPP di Provinsi Riau.

Pembatalan itu karena RKU RAPP dinilai tak lagi sesuai dengan regulasi tata kelola gambut yang diatur berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) No. 71 tahun 2014 sebagaimana diubah dengan PP No. 57 tahun 2017 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut.

Sebelumnya, Menteri LHK Siti Nurbaya sudah melayangkan dua surat peringatan kepada RAPP untuk menyesuaikan RKU HTI-nya dengan beleid gambut. Peringatan pertama diberikan lewat surat No S.1198/MENLHK-SETJEN/ROUM/HPL.1/9/2017, sedangkan surat peringatan kedua diberikan melalui surat No S.1254/MENLHK-SETJEN/ROUM/HPL.1/10/ 2017.

Sedangkan SK pembatalan RKU RAPP diterbitkan pada 17 Oktober 2017 lewat surat yang diteken Dirjen Pengelolaan Hutan Produksi Lestari (PHPL) Kementerian KLHK, IB Putera Parthama atas nama Menteri LHK Siti Nurbaya. RAPP diberi kesempatan untuk menyusun penyesuaian RKU paling lambat 10 hari.

Menariknya, rentang antara surat peringatan hingga keputusan pembatalan RKU cukup singkat. Peringatan pertama diterbitkan pada 28 September 2017. Hanya berjarak enam hari kerja kemudian, terbit surat peringatan kedua pada 6 Oktober 2017. Selang 7 hari kerja kemudian, terbit surat  pembatalan RKU.

Cepatnya rentang waktu dari pemberian peringatan hingga pembatalan RKU seolah berkejaran dengan terbitnya vonis Mahkamah Agung (MA) pada 2 Oktober 2017 yang membatalkan salah satu konsideran putusan pembatalan RKU RAPP, yaitu Peraturan Menteri (Permen) LHK No. 17 tahun 2017 tentang Pembangunan HTI (lihat:Uji Materiil MA dan Pembatalan RKU RAPP).

Patuh

Agung Laksamana, Direktur Corporate Affairs APRIL Grup (induk RAPP) menyatakan, dengan adanya keputusan itu, maka terhitung pukul 00.00 WIB tanggal 18 Oktober RKU RAPP tak lagi berlaku. “Operasional kami harus berhenti,” kata dia di Jakarta, Kamis (19/10/2017).

Dia menyatakan, keputusan pembatalan RKU dirasakan sangat berat buat RAPP. Hal itu juga akan berdampak pada produk domestik bruto (PDB) Provinsi Riau. Selama ini, RAPP berkontribusi sebesar 5,2% terhadap PDB Provinsi Riau. Demikian juga soal pembinaan UMKM dan Koperasi serta pembangunan infrastruktur di areal operasional.

Meski demikian, Agung menyatakan, RAPP akan patuh pada putusan itu. “Kami yakin dan percaya bahwa pemerintah dapat memberikan solusi terbaik bagi kami dan dunia investasi di Provinsi Riau dan Indonesia pada umumnya,” katanya.

Agung mengklaim, RAPP sejatinya telah berupaya untuk memperbaiki RKU hingga empat kali, namun selalu dinilai belum sesuai. Agung juga berharap agar RAPP diberi waktu yang lebih luang untuk mempelajari setiap surat yang diterbitkan karena jarak antar surat yang begitu cepat.

Dalam proses perbaikan RKU, ujar Agung, RAPP memohon agar penetapan areal produksi sebagai fungsi lindung dilakukan bertahap seiring dengan penyediaan lahan pengganti. Selain itu, lahan pengganti juga diharapkan berada di dekat industri dan dalam kondisi clean and clear.

Asal tahu saja, luas izin HTI RAPP mencapai 338.000 hektare (ha) yang tersebar di 5 kabupaten di Riau, yaitu Pelalawan, Kuantan Singingi, Siak, Kampar, dan Kepulauan Meranti. Sementara luas areal yang dikelola untuk tanaman pokok berupa akasia adalah 208.000 ha. HTI ini memasok hampir 50% kebutuhan bahan baku kayu industri bubur kayu RAPP yang memiliki kapasitas 2,8 juta ton/tahun.

Hampir 60% konsesi RAPP terdiri dari lahan gambut. Sebagian besar lahan gambut itu belakangan ditetapkan sebagai Fungsi Lindung Ekosistem Gambut (FLEG) oleh Kementerian LHK. Mengacu kepada beleid gambut dan peraturan turunannya, kawasan yang ditetapkan sebagai fungsi lindung gambut haram untuk dibudidayakan. Hal inilah yang kemudian memberi kewajiban RAPP untuk merevisi ulang RKU mereka.

Dirumahkan

Direkur Operasional RAPP, Ali Sabri menuturkan, berhentinya aktivitas HTI RAPP dipastikan membuat pasok bahan baku ke industri berkurang drastis. Sementara stok yang ada saat ini pas-pasan dan hanya cukup untuk satu-dua pekan ke depan. Tanpa pasokan bahan baku yang memadai, RAPP akan melakukan penurunan utilisasi pabrik lebih dari 50% bahkan mungkin penutupan pabrik.

Ali menuturkan, kondisi tersebut akan memberikan dampak lanjutan pada ribuan tenaga kerja langsung dan puluhan ribu tenaga kerja tidak langsung RAPP, juga kepada kreditor, pemasok, kontraktor, pelanggan, dan kelompok masyarakat yang terkait dengan kegiatan usaha dan keberlangsungan hidup perusahaan.

“Sebanyak 4.600 karyawan kehutanan HTI dan transportasi sudah dirumahkan secara bertahap. Kemudian, sebanyak 1.300 karyawan pabrik menyusul dirumahkan dalam beberapa minggu ke depan dan pemutusan kontrak kerja sama dengan mitra pemasok yang secara total memiliki lebih dari 10.000 karyawan,” kata Ali.

Agung melanjutkan, saat ini perusahaan masih melakukan konsolidasi  guna memastikan dampak-dampak lanjutan akibat penghentian operasional HTI RAPP, termasuk kepada para pembeli (buyer) dan pasar.

Dia menurutkan bahwa perusahaan terus menjalin komunikasi dengan pemerintah. “Termasuk dengan Kementerian Perindustrian dan Kementerian Perdagangan, selain dengan Kementerian LHK,” katanya.

Agung menekankan, RAPP yakin pemerintah akan memberikan solusi yang baik. Apalagi ini menyangkut investasi industri bubur kayu dan kertas senilai Rp85 triliun, atau mencapai Rp100 triliun jika dihitung dari pengelolaan hutan.

Ada juga tambahan nilai investasi yang nilainya sekitar Rp15 triliun karena RAPP sedang membangun hilirisasi industri pulp yang akan menghasilkan kertas dan rayon, bahan baku tekstil.

Dengan investasi yang ditanam, RAPP yang merupakan industri berorientasi ekspor bisa menghasilkan devisa kepada negara sekitar 1,5 miliar atau sekitar Rp20 triliun setiap tahun. Sugiharto

APHI Prihatin Mendalam

Mendapati salah satu anggotanya menghadapi penangguhan operasional, Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia (APHI) menyatakan akan ikut mengkonsultasi permasalahan itu agar diperoleh solusi yang baik.

“APHI menyampaikan keprihatinan yang mendalam atas perkembangan permasalahan yang dihadapi RAPP. APHI sedang mengkonsultasikan permasalahan tersebut dengan Kementerian LHK untuk mencari solusi yang terbaik,” kata Direktur Eksekutif APHI, Purwadi Soeprihanto ketika dihubungi, Jumat (20/10/2017).

Purwadi menyatakan, salah satu titik kritis yang menjadi permasalahan daam proses revisi RKU adalah tidak dperbolehkannya kembali di eks areal pemanenan areal budidaya yang kemudian ditetapkan sebagai fungsi lindung gambut. Hal itu telah menimbulkan kekhawatiran akan berdampak pada keberlangsungan pasokan bahan baku kayu untuk industri.

Dalam konteks permasalahan tersebut, lanjut Purwadi, maka yang perlu dielaborasi adalah opsi pengelolaan di areal budidaya yang kemudian ditetapkan sebagai fungsi lindung. Dalam Permen LHK No. 40 tahun 2017, peluang untuk merevisi kembali dokumen RKU sesungguhnya terbuka. Tahapan yang mesti dilalui adalah revisi RKU awal, kemudian kegiatan pemulihan dan verifikasi lapangan. Insentif revisi RKU akan diberikan setelah kinerja dalam pemulihan dan pengelolaan gambut dinilai baik.

Menurut Purwadi, dengan kejadian kebakaran hutan di tahun 2016 dan 2017 yang menurun dan berhasil dikendalikan ditambah dengan pemulihan gambut yang berjalan baik, bisa menjadi modal dasar untuk memperoleh insentif revisi ulang RKU. Insentif juga bertambah dengan peluang memperoleh areal pengganti. Sugiharto