Kementerian Pertanian (Kementan) meminta Pemerintah Daerah (Pemda) atau Dinas Pertanian (Distan) untuk menolak setiap permohonan izin alih fungsi lahan pertanian.
“Jika area persawahan dialihfungsikan menjadi bangunan, maka upaya budidaya pertanian akan menjadi sia-sia. Warga pun akan kesulitan untuk mendapatkan makanan,” kata Dirjen Prasarana dan Sarana Pertanian (PSP) Kementan, Sarwo Edhy di Jakarta, Jumat (2/8/2019).
Dia menyebutkan, untuk mencegah alih fungsi tersebut, maka Pemda diharapkan tidak memberikan izin bangunan yang akan berdiri di area persawahan — terutama yang berada di zona lahan abadi.
Sarwo Edhy menjelaskan, salah satu kewajiban pemerintah untuk menetapkan lahan pangan berkelanjutan sudah diatur dalam Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan.
“Saat ini kami sedang melakukan harmonisasi data luas lahan baku sawah dengan beberapa lembaga terkait guna mempercepat penerbitan Peraturan Presiden (Perpres),” katanya.
Dia menambahkan, data terbaru Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan adanya penyusutan lahan baku sawah di Indonesia dalam lima tahun terakhir.
Penyusutan lahan pertanian mencapai 9% dari 7,75 juta hektare (ha) di tahun 2013 menjadi hanya seluas 7,1 juta ha saat ini. “Penyusutan ini terjadi lantaran alih fungsi lahan pertanian menjadi lahan bangunan,” tegasnya.
Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Cirebon, H. Ali Efendi menyambut baik permintaan Kementan untuk menyelamatkan lahan pertanian. Dia menegaskan akan menolak pengajuan izin alih fungsi lahan di zona-zona lahan abadi. Pasalnya, di Kabupaten Cirebon belum ada aturan mengenai zonasi lahan abadi.
“Kabupaten Cirebon sudah memiliki Perda lahan abadi, namun untuk zonasi belum diatur dalam Perda. Meski demikian, kami akan tetap mengamankan sawah-sawah produktif,” tegas Ali.
Ali menjelaskan, peruntukan lahan abadi terdapat sekitar 45.000 ha. Seluas 40.000 ha lahan pertanian, 2.000 ha holtikultura, serta 3.000 ha perkebunan, sehingga total ada 45.000 ha.
Selanjutnya dia juga menyampaikan, setiap kecamatan rata-rata punya zonasi lahan abadi. Namun untuk pertanian, sebagian besar ada di wilayah barat, seperti Gegesik dan lainnya. Dia juga berharap, zonasi lahan abadi segera diatur dalam Perda.
“Karena dengan adanya Perda, Dinas Pertanian bisa lebih bebas bergerak karena memiliki dasar hukum. Walau belum ada Perda zonasinya, kita akan tolak setiap permohonan izin alih fungsi lahan di zona-zona lahan abadi,” katanya.
Koordinasi
Sementara itu Pemkab Sleman juga sedang menyiapkan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B). Dalam Raperda ini ditetapkan sekitar 18.400 ha yang masuk program LP2B.
Kasubag Perundang-undangan Hukum Setda Sleman, Hendra Adi menjelaskan, berdasarkan program pembentukan peraturan daerah (Propemperda) 2019, Raperda LP2B menjadi agenda pembahasan tahun ini. Draf raperda LP2B sekarang ini masih dalam pembahasan secara intensif.
“Koordinasi terus dilakukan dengan instansi terkait, baik tingkat Sleman maupun Pemda. Harapan kami, raperda LP2B bisa dibahas tahun ini,” jelas Hendra, Senin (29/7/2019).
Tujuan pembentukan raperda ini untuk melindungi lahan pertanian produktif di Kabupaten Sleman. Nantinya, Sleman akan menetapkan luas lahan pertanian berkelanjutan untuk mendukung ketahanan pangan daerah.
“Dengan keluasan itu, kegiatan alih fungsi lahan harus dibatasi dengan selektif. Karena luasan itu menjadi komitmen bersama antara Pemkab Sleman dengan Pemda DIY,” ujarnya.
Menurut dia, penyusunan raperda LP2B ini menjadi tantangan semua pihak, baik Pemda, investor dan petani. Di mana pemerintah mengarahkan bagi pemda untuk memberi kemudahan investasi. Dalam praktiknya, investasi di daerah itu sangat berpengaruh pada alih fungsi lahan.
“Di sisi lain, pemda punya kewajiban menjaga LP2B. Makanya, tantangan ini bagaimana investasi berkembang, namun lahan pertanian tetap terjaga, sehingga perekonomian daerah stabil,” ujarnya.
Untuk itu, perlu adanya kebijakan pemerintah mengenai insentif dan disinsentif bagi petani maupun investor. Dengan harapan, petani tidak dirugikan dan tidak mudah mengalihfungsikan lahan pertaniannya. “Sementara bagi investor harus lebih kreatif dalam mengembangkan investasinya tanpa harus melakukan alif fungsi lahan,” katanya.
Insentif Fiskal
Dirjen PSP Sarwo Edhy menegaskan, pemerintah akan memberikan insentif fiskal dan non-fiskal bagi petani pemilik lahan untuk mencegah lahan sawahnya dialihfungsikan menjadi properti.
“Kalau petani bisa pertahankan lahan agar tidak dialihfungsikan, kita akan bantu benih, pupuk, dan sebagainya. Kalau petani mau mengolah lahannya lebih lanjut, kita akan bantu alat mesin pertaniannya,” katanya.
Kementan akan fokus menyalurkan insentif non-fiskal berupa subsidi benih, pupuk, atau alat mesin pertanian (Alsintan). “Namun, kalau insentif keuangan sampai saat ini belum disepakati (skema dan nominalnya). Itu nanti dari ATR/BPN, kita lebih ke budidaya pertaniannya,” imbuhnya.
Sarwo Edhy menambahkan, pihaknya juga sedang melakukan harmonisasi data luas lahan baku sawah dengan Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Negara (ATR-BPN) serta Badan Informasi Geospasial (BIG) demi mempercepat penerbitan Perpres.
“Kita juga mengawal proses LP2P yang harus dituangkan dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) masing-masing daerah. Sudah saatnya daerah melakukan review terhadap penataan ruangnya. Kalau daerah mengajukan review dan belum clear peruntukannya, maka kita tidak merekomendasikan utk mendapatkan persetujuan BPN,” katanya. PSP