Di tengah gejolak harga beras yang belum usai, pemerintah mengeluarkan keputusan baru berupa Instruksi Presiden (Inpres) yang mengatur kenaikan harga pembelian pemerintah (HPP) gabah dan beras untuk mengantisipasi anjloknya harga komoditas tersebut pada saat musim panen.
Dalam Inpres no 5 tahun 2015 tentang Kebijakan Pengadaan Gabah/Beras dan Penyaluran Beras oleh Pemerintah yang ditandatangani Presiden Jokowi tanggal 17 Maret 2015 itu, harga pembelian gabah dan beras petani dinaikkan
Inpres itu menetapkan harga pembelian Gabah Kering Panen (GKP) dalam negeri dengan kadar air maksimum 25 % dan kadar hampa maksimum 10 % adalah Rp3.700 per kilogram (kg) di petani, atau Rp3.750/kg di penggilingan.
Sementara itu, harga pembelian Gabah Kering Giling (GKG) dengan kualitas kadar air minum 14 % dan kotoran maksimum 3 % adalah Rp4.600/kg di penggilingan atau Rp4.650/kg di gudang Bulog.
Sedangkan untuk harga pembelian beras kualitas kadar air maksimum 14 %, butir patah maksimum 20 %, kadar menir maksimum 2 % dan derajat sosoh minimum 95 % adalah Rp7.300/kg di gudang Perum Bulog.
Harga Pembelian Pemerintah (HPP) untuk gabah dan beras tersebut mengalami peningkatan dibandingkan HPP yang diterapkan dalam Inpres no 3 tahun 2012 di mana mana untuk harga pembelian Gabah Kering Panen (GKP) dalam negeri dengan kadar air maksimum 25 % dan kadar hampa maksimum 10 % adalah Rp3.300 per kilogram (kg) di petani, atau Rp3.350/kg di penggilingan.
Sementara harga pembelian Gabah Kering Giling (GKG) dengan kualitas kadar air minum 14 % dan kotoran maksimum 3 % adalah Rp4.150/kg di penggilingan atau Rp4.200/kg di gudang Bulog.Sedangkan untuk harga pembelian beras kualitas kadar air maksimum 14 %, butir patah maksimum 20 %, kadar menir maksimum 2 % dan derajat sosoh minimum 95 % adalah Rp6.600/kg di gudang Perum Bulog.
Kenaikan HPP gabah dan beras tersebut tentunya patt disambut baik karena hal itu akan berdampak pada peningkatan pendapatan petani serta mendorong peningkatan produksi beras nasional. Dengan harga jual yang cukup menarik, tentunya petani dharapkan lebih memilih bercocok tanam padi ketimbang komoditas pangan lainnya.
Namun, kenaikan HPP itu juga mengandung risiko yang bisa berdampak negatif terhadap pendapatan petani dan masyarakat Indonesia lainnya. Pasalnya, kenaikan HPP dilakukan di tengah gejolak harga beras masih belum usai. Saat ini, harga beras di banyak daerah masih tinggi. Jika HPP dinaikkan, dikhawatirkan akan mengerek harga jual beras di pasaran lebih tinggi lagi. Padahal saat ini, pemerintah tengah berusaha kuat menurunkan harga beras yang sudah berada di luar batas kewajaran itu.
Kenaikan harga beras dikhawatirkan juga akan menimbulkan kenaikan harga pada komoditas pangan lainnya, yang buntutnya akan membuat pengeluarkan masyarakat, termasuk petani, untuk memenuhi kebutuhan hidupnya akan meningkat juga.
Untuk itu, agar kenaikan HPP bisa berdampak positif bagi petani, tidak ada jalan lain bagi pemerintah untuk beekrja lebih keras lagi mentabilkan harga beras di pasaran, melalui berbagai terobosan dan upaya yang ada.