Kementerian Pertanian (Kementan) terus mendorong petani memanfaatkan Kredit Usaha Rakyat (KUR) untuk peningkatan produksi hingga mendorong akses pasar. Petani didorong memanfaatkan KUR untuk meningkatkan level produksi menjadi level bisnis.
Program KUR untuk sektor pertanian dialokasikan mencapai Rp50 triliun yang bisa dimanfaatkan petani. Bahkan, Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo selalu mengajak petani dan pimpinan daerah memanfaatkan layanan KUR ini untuk meningkatkan kinerja sektor pertanian dari hulu hingga hilir.
“Penyerapan KUR pertanian masih didominasi sektor hulu yang selama ini dianggap lebih mudah diakses karena tidak memerlukan agunan,” kata Dirjen Prasarana dan Sarana (PSP) Kementerian Pertanian, Sarwo Edhy.
Menurut dia, syarat mendapat KUR pertanian cukup mudah. Petani hanya diharuskan memiliki lahan garapan produktif, rancangan pembiayaan anggaran, dan sejumlah syarat untuk kepentingan BI Checking. Penyaluran KUR bekerja sama dengan bank milik BUMN.
Direktur Pembiayaan, Ditjen PSP, Indah Megawati mengatakan, selama ini pemanfaatan KUR masih terkonsentrasi di sektor hulu atau budidaya. Padahal, KUR juga bisa dimanfaatkan untuk lini pertengahan (pengolahan) maupun lini hilir. KUR pertanian sektor hulu hanya sebatas KUR mikro dengan plafon Rp5-50 juta.
“KUR dengan plafon besar pun mudah diakses jika digunakan untuk membeli alat mesin pertanian (Alsintan). Plafon Rp500 juta ke atas bisa diakses karena ada agunan berupa alat pertanian yang dibeli,” tuturnya.
Dalam penyaluran KUR, Indah mengakui lembaga keuangan yang bergabung pun semakin bervariasi. Tak hanya Bank BUMN saja, tetapi juga Koperasi Simpan Pinjam (KSP) dan Multifinance yang sudah terjamin oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK), seperti KSP Kospin Jasa, KSP Obor Mas, KSP Guna Prima Dana, FIF, ITC Multifinance, Indosurya Finance dan First Indo Finance.
Hingga Juli 2020, penyaluran KUR total telah terealisasi sebanyak Rp21,2 trilliun yang terdiri dari subsektor Tanaman Pangan (Rp6,7 triliun), subsektor Hortikultura (Rp2,6 triliun), peternakan (Rp4 triliun), perkebunan (Rp6,2 triliun), kombinasi (Rp1,1 triliun) dan jasa pertanian (Rp344 juta).
Berdasarkan data dari Sistem Informasi KUR Pertanian (SIKURTANI) Ditjen PSP, Provinsi Jawa Timur menjadi pionir dalam penyaluran KUR, di mana hingga Juli 2020 mencapai Rp5,1 triliun. Disusul Jawa Tengah dengan Rp3,5 triliun dan Sulawesi Selatan mencapai Rp1,7 triliun. Ketiganya merupakan sentra pertanaman padi dan jagung yang menjadi produk utama pertanian.
Pinjam KUR, Yarnen
Pemerintah sudah banyak menggelontorkan bantuan untuk petani agar bisa produktif dan berdaya saing. Tapi, sebenarnya, bantuan apa yang benar-benar diharapkan petani?
“Data dari BPS, sebanyak 55,70% petani masih menginginkan bantuan (subsidi) benih/bibit. Sedangkan prioritas kedua adalah bantuan (subsidi) pupuk sebanyak 11,15% dari rumah tangga petani,” kata Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Agribisnis, Kemenko Perekonomian, Musdalifah Mahmud.
Sedangkan jaminan harga, seperti Harga Pembelian Pemerintah (HPP) gabah/beras, juga diharapkan petani. Dari segi bantuan permodalan, petani mengharapkan bantuan permodalan tanpa agunan (loan without collateral) dan pinjaman bank dengan bentuk subsidi bunga (loan with interest subsidy).
“Memang, dengan kesulitan modal, maka kuantitas dan kualitas hasil yang didapatkan petani tidak maksimal. Kami melihat modal di sini tidak hanya uang, tetapi juga sarana produksi pertanian (saprodi),” tambahnya.
Diakui oleh Musdalifah, pembiayaan usaha termasuk faktor utama yang menjadi kendala pengembangan usaha petani. Prosedur yang rumit menjadi faktor utama kendala akses permodalan.
“Sekarang sudah ada Kredit Untuk Rakyat (KUR) yang bisa dimanfaatkan petani. Ada Rp19 triliun di sana. Mari manfaatkan bantuan permodalan itu. Ada subsidi bunga di dalamnya,” papar Musdalifah.
Dia mengingatkan, petani tidak perlu takut meminjam di KUR karena ada grace period atau masa tenggang setelah jatuh tempo pembayaran hutang tanpa penghitungan denda bagi si nasabah atau penghutang. “Jadi, kalau tanaman belum bisa menghasilkan, petani tidak perlu membayar cicilan,” tuturnya.
Kepala Divisi Usaha Kecil PT Bank Negara Indonesia Tbk (BNI) Bambang Setiatmojo menuturkan, BNI memiliki skema penjaminan yang bisa disesuaikan selama 4 bulan atau bayar setelah panen (yarnen). “Kalau harga komoditas saat panen jatuh, bisa diskusi dengan Kepala Cabang BNI di mana petani mendapatkan KUR,” tuturnya.
Dirinya bahkan menyarankan untuk membentuk korporasi petani dengan sistem resi gudang sehingga hasil petani bisa disimpan dan dikeluarkan setelah harga membaik dan petani mulai mengangsurnya.
Gampang Dapatkan KUR
Bambang mengaku, untuk memperoleh KUR sangat mudah. “Hanya perlu punya e-KTP atau Surat Keterangan (SUKET). Kenapa? untuk melihat apakah yang bersangkutan juga mendapatkan bantuan subsidi benih atau tidak. Kita utamakan yang memang belum dapat bantuan apa-apa,” katanya.
Syarat kedua adalah ada usaha budidaya yang dilakukan oleh petani dan cukup sampai tingkat kecamatan, di mana usaha budidaya tersebut dilakukan. “Petani penggarap juga bisa dibiayai oleh KUR, sepanjang dia yang melakukan budidaya tersebut. Sertakan keterangan dari pemilik lahan kalau memang dilakukan dengan sistem bagi hasil,” bebernya.
Diakui Bambang, KUR tanpa agunan dilakukan untuk pinjaman sampai Rp50 juta sesuai keputusan Kemenko Perekonomian. Sedangkan untuk pinjaman di atas Rp50 juta yang digunakan untuk pembelian alat dan mesin pertanian (Alsintan), Bambang menuturkan agunan menggunakan Alsintan tersebut. “Surat-surat kepemilikan dan pembelian dari Alsintan tersebut digunakan sebagai agunan,” tambahnya.
Bambang sendiri mengaku akan menjalin kerja sama dengan Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA) yang tersebar di seluruh Indonesia untuk sosialisasi dan percepatan penyerapan KUR ini.
Agen BNI bersama KTNA dan penyuluh akan melakukan proses referal dan koleksi data. Apalagi bisa disatukan dalam satu hamparan yang melakukan budidaya yang sama, misalnya padi. Prosesnya akan jauh lebih mudah daripada hanya satu kelompok-kelompok kecil,.
Bambang sendiri mengaku bahwa BNI tengah mempersiapkan collection agent yang bisa menjadi Agent 46. Mereka ini adalah BUMDes, Pengurus Poktan, hingga Agen pupuk/benih. “Mereka yang akan memberikan rekomendasi kepada petani untuk mengajukan KUR, Kemudian menjadi kolektor dalam pengumpulan data petani sekaligus membantu penyerapan hasil panen petani kepada off taker,” jelasnya.
Pola pembiayaan yang diberikan kepada UMKM dikelompokkan atas dasar tiga kondisi kemampuan usaha. Pertama, UMKM yang potensial feasible, namun belum bankable. Pola pembiayaan diberikan melalui skema kemitraan. Kedua, UMKM yang telah feasible, namun belum bankable, pola pembiayaan diberikan dalam bentuk skema subsidi atau pinjaman dengan subsidi bunga oleh pemerintah lainnya. Ketiga, UMKM yang feasible dan bankable, diberikan fasilitas kredit komersil segmen kecil. PSP