
Potensi ekspor mangga Gedong Gincu cukup besar di pasar Eropa. Namun peluang ini belum bisa dimanfaatkan dengan baik karena komoditas tersebut sering ditolak sebab hama lalat buah.
Menjawab tantangan tersebut, Kementerian Pertanian (Kementan) melalui Direktorat Jenderal Hortikultura bertekad menghasilkan produk bebas Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT) terutama lalat buah sesuai permintaan dan persyaratan negara mitra dagang.

Direktur Jenderal Hortikultura, Prihasto Setyanto mengatakan melalui Gerakan mendorong produksi, meningkatkan daya saing dan ramah lingkungan hortikultura (GEDOR Horti) diharapkan mampu memenuhi pasar ekspor.“Mangga gedong gincu memiliki peluang pasar ekspor yang besar” katanya.
Anton nama pangilan Prihasto Setyanto ini menyebutkan Indonesia harus mampu menghasilkan produk bebas OPT terutama lalat buah. “Upaya ini dapat dicapai jika semua pihak yang terkait dapat bersinergi dan ikut berkontribusi dalam pengelolaan lalat buah skala luas,” ujarnya di Jakarta, Selasa (7/7/2020).
Direktur Perlindungan Hortikultura, Sri Wijayanti Yusuf mengajak petani dan pelaku perlindungan hortikultura untuk tetap konsisten melakukan pengendalian OPT mengikuti prinsip Pengelolaan Hama Terpadu (PHT).

Program SIMPOK di Jabar
Kepala Seksi Sarana Pengendalian OPT Buah dan Florikultura, Irma Siregar, menekankan pengelolaan OPT lalat buah harus dilakukan dalam skala luas, serentak dan berkelanjutan.
Petani juga diimbau untuk memanfaatkan kearifan lokal yang ada di wilayah tersebut sebagai pestisida nabati untuk meminimalkan penggunaan pestisida kimia sintetik.
Khusus untuk mengamankan produksi mangga Gedong Gincu dari serangan lalat buah, UPTD Balai Perlindungan Tanaman Pangan dan Hortikultura (BPTPH) Provinsi Jawa Barat telah melakukan terobosan dengan menerapkan Sistem Manajemen Pengendalian OPT Lalat Buah Skala Kawasan (SIMPOK) berbasis android.
Kegiatan SIMPOK ini telah berjalan sejak tahun 2018 dengan luas areal yang dikendalikan 400 hektare (Ha). Lokasinya di empat kabupaten yaitu Cirebon 80 Ha, Majalengka 100 Ha, Sumedang 120 Ha dan Indramayu 100 Ha.
“Teknologi yang diterapkan adalah memasang perangkap lalat buah di seluruh pertanaman mangga dengan atraktan Metil Eugenol (ME). Perangkap digantung di cabang/ranting pohon mangga dengan ketinggian 2 meter dari permukaan tanah,” ujar Irma.
Populasi lalat buah yang terperangkap dipantau setiap minggu kemudian dihitung jumlahnya dan dicatat dalam database SIMPOK. Selanjutnya, diolah menjadi satuan FTD (fruit fly per trap per day).
“Indikator keberhasilan SIMPOK dapat dilihat dari tingkat populasi lalat buah (hasil tangkapan lalat buah) yang semakin menurun atau FTD-nya di bawah nol,”katanya.
Irma menyebutkan penerapan SIMPOK di Sumedang dikoordinir Ketua Assosiasi Petani Mangga Kabupaten Sumedang, Inta Suminta.
Inta Suminta juga menjabat sebagai Ketua Kelompok Tani (poktan) Jembar Makmur yang beralamat di Desa Jembarwangi, Kecamatan Tomo dengan jumlah anggota poktan 35 orang. “Luas pertanaman mangga yang dikelola oleh poktan Jembar Makmur seluas 60 hektare,” katanya.
Inta menjelaskan dengan pemasangan perangkap atraktan ME skala kawasan di Sumedang, populasi lalat buah menurun signifikan sekitar 200%. FTD-nya menurun dari 1.200 ekor menjadi 2 ekor.
“Selain itu, kualitas mangga meningkat dan harga jualnya bagus,” jelas dia.
Inta menyebutkan saat ini petani mangga gedong gincu di Sumedang perlahan-lahan mulai mengurangi penggunaan input kimia dan beralih ke penggunaan pestisida nabati dan pupuk organik.
Wahid Sarifudin, Kasie Perlindungan Tanaman Hortikultura, UPTD BPTPH Provinsi Jawa Barat, menjelaskan penerapan sistem pengendalian lalat buah skala kawasan di wilayah Jawa Barat mampu menurunkan populasi lalat buah.
“Rata-rata FTD dari 114,65 ekor menjadi 10,33 ekor. Turun 90,99%. Intensitas serangan lalat buah juga menurun dari 35% menjadi 7,5%,” katanya.
Jamalzen