Memaksimalkan Potensi Produksi Pangan

Pemenuhan kebutuhan pangan merupakan hal yang sangat penting untuk dilakukan sebuah pemerintah terhadap rakyatnya. Pasalnya, pangan merupakan kebutuhan primer manusia.

Terkait bahan  pangan di Indonesia, hingga saat ini kita masih mengandalkan pasokan dari negara lain untuk memenuhi kebutuhan rakyat Indonesia terhadap sejumlah bahan pangan.

Indonesia terpaksa masih mengimpor berbagai jenis bahan pangan berupa daging sapi, kedelai, kentang, jagung, gula dan gandum dari negara-negara produsen di dunia. Hal ini terjadi karena produksi bahan pangan tersebut di dalam negeri masih minim atau belum mampu memenuhi kebutuhan rakyat di dalam negeri terhadap bahan pangan itu.

Di tahun 2016 ini, pemerintah Indonesia mengklaim telah berhasil menghapus ketergantungan impor terhadap komoditas beras, bawang  dan cabe, sedangkan komoditas pangan lainnya masih harus diimpor, walaupun volumenya ada yang mengalami penyusutan.

Masih adanya ketergantungan impor bahan pangan ini memang sungguh ironis bagi negara Indonesia. Bahkan Presiden Jokowi pun sampai sedih melihat masih adanya kegiatan impor pangan ini.

Presiden Jokowi  menilai Indonesia mempunyai potensi untuk menciptakan swasembada pangan. Jika potensi itu dimaksimalkan dengan baik, seharusnya, Indonesia bisa terlepas dari impor pangan.

Upaya untuk memaksimalkan potensi itu sebenarnya telah dilakukan pemerintah dengan memberikan anggaran yang samgat besar bagi kementerian-kementerian yang berkaitan dengan produksi bahan pangan, seperti Kementerian Pertanian.

Menteri Koordinator bidang Perkonomian Darmin Nasution mengatakan, dalam setahun pemerintah telah mengeluarkan biaya Rp50 triliun untuk pertanian. Dana itu meliputi subsidi pupuk, pencetakan sawah dan pembangunan irigasi.

Namun, hasil dari anggaran tersebut belum maksimal karena hasilnya tidak sesuai antara pengeluaran dengan hasil yang diharapkan.

Menurut Darmin, saat ini yang perlu digencarkan bukan lagi perluasan lahan, melainkan fokus pada pembangunan embung.

Selain itu, ungkapnya, faktor penting pertumbuhan pertanian adalah sistem irigasi. saat ini pembangunannya belum mencapai kisaran harapan 60-70 %, karena masih berada pada 40 %.

Dia mengatakan sistem irigasi Indonesia masih sering tidak tepat sasaran. Aliran justru tidak melewati lahan sawah yang perlu diairi. Indikasi tidak efisiennya pembangunan sistem irigasi kentara karena Bulog hanya bisa membeli beras petani pada musim panen raya, yang terjadi setelah musim hujan.

Untuk itu, Darmin menyebut pentingnya geospasial yang memetakan sistem irigasi secara efisien sesuai data kebutuhan irigasi, selain pemupukan dan penanaman bibit unggul.

Selanjutnya, pengembangan pembibitan. Menurut Darin masih sedikit pengembangan bibit unggulan. Menanam bawang yang ditanam bawang, mau tanam wortel yang ditanam wortel.

Kini tinggal bagaimana kementerian-kementerian terkait bisa mengimplementasikan kebijakan-kebijakan tersebut. Kita tidak bisa menyalahkan salah satu kementerian saja terhadap belum maksimalnya hasil produksi bahan pangan ini. Diperlukan kordinasi dengan kementerian lainnya.