Membangun Natuna Primadona IUUF

Gerah dengan aksi pencurian bangsa lain dan miris dengan kemiskinan penduduk di Kepulauan Natuna, pemerintah bertekad akan membangun sentra kelautan dan perikanan terpadu. Bahkan, untuk Kepulauan Natuna, pemerintah sesumbar akan menjadikannya sebagai pusat ikan terbesar di Indonesia dan bahkan menyerupai pasar ikan di Tokyo, Tsukiji.

Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) pun sudah menyusun rencana kerja pembangunan sentra kelautan dan perikanan terpadu di Kepulauan Natuna.

Menteri Kelautan dan Perikanan, Susi Pudjiastuti membeberkan berbagai jurus untuk membangun Kepulauan Natuna. Di pulau-pulau kecil terdepan (PPKT) itu akan ditingkatkan upaya pengelolaan perikanan tangkapnya dari 9,3% menjadi 40% dari total stok ikan lestari. KKP juga akan memindahkan pangkalan pendaratan ikan yang tersebar di Jakarta, Pontianak, Belawan dan Batam ke sentra perikanan terpadu Natuna.

Tidak hanya itu. Pemerintah akan mendatangkan calon investor nasional untuk industri pengolahan perikanan yang berorientasi pada nilai tambah dan tujuan ekspor. Juga mendatangkan calon pembeli untuk pasar nasional mau pun ekspor yang dimotori oleh BUMN perikanan, PT Perikanan Nusantara (Perinus), Perusahaan Umum Perikanan Indonesia (Perindo) dan swasta nasional.

“Black Space Rusia akan buka 10 cold storage 1 tahun, ini kerjasama dengan Perindo untuk pengolahannya,” ujar Susi di rumah dinasnya (4/8/2016).

Adapun intervensi program KKP 2016-2017 untuk pembangunan sentra perikanan tangkap dan pengolahan terpadu di Selat Lampa total Rp300 miliar, yakni pengadaan 100 kapal berbobot  5 gross ton (GT), 100 kapal 10 GT, 200 alat tangkap, 4 unit ice flake machine, 1 mobil berpendingin, instalasi karantina ikan dan 1 unit solar packed dealer nelayan. Kemudian pembangunan cold storage kapasitas 200 ton dan 3.000 ton, masing-masing 1 unit. Pembangunan pelabuhan perikanan Selat Lampa. Pemberian asuransi nelayan untuk 4.000 orang. Pelatihan masyarakat untuk 2.000 orang.

Sedangkan pembangunan fasilitas darat berupa kantor, tempat pelelangan ikan, air bersih, kios nelayan, pos jaga, mandi cuci kakus diupayakan melalui dana alokasi khusus (DAK) provinsi dan DAK Kabupaten Natuna.

Menurut Susi, saat ini dermaga sudah jadi. Tinggal menunggu pembangunan cold storage kapasitas besar. “Kalau sekarang ikan dibawa pulang ke Jawa. Nanti kalau sudah siap cold storange-nya didaratkan di situ,” kata Susi.

Sekretaris Jenderal KKP, Sjarief Widjaja pun optimis sektor kelautan dan perikanan Natuna akan bangkit. Untuk itu, KKP mendorong nelayan-nelayan di Utara Jawa untuk menangkap ikan di Natuna dan menjualnya ke Selat Lampa. KKP juga akan menggerakkan pembudidaya napoleon, kerapu dan rumput laut. Termasuk mengandeng Kementerian Pariwisata untuk mengembangkan fasilitas wisata bahari premium di Pulau Senoa.

“Kita akan letakkan pusat pelayanan terpadu. Kita siapkan one stop show di Pulau Sedanau,” kata Sjarief.

Keputusan tepat

Pemerintah memang serius membangun Natuna. Apalagi, Kepulauan Natuna sudah tertuang dalam Perpres No. 3 Tahun 2016 tentang Percepatan Pelaksanaan Proyek Strategis Nasional.

Tekad pemerintah yang ingin membangun Natuna didukung wakil rakyat di Senayan, Komisi IV DPR, Ono Surono (F-PDIP). Menurutnya, Natuna dan juga pulau-pulau kecil terdepan (PPKT) lainnya harus dibangun. Agar kedaulatan negara dan pemanfaatan sumberdaya kelautan dan perikanan bisa dimanfaatkan sebesar-besarnya.

Hal senada juga dikemukakan oleh Kepala Divisi Riset Pusat Kajian Pembangunan Kelautan dan Perikanan, Institut Pertanian Bogor, Suhana. Menurutnya, rencana Presiden Joko Widodo yang akan membangun industri perikanan di Natuna merupakan keputusan yang tepat. Pasalnya, selama ini Natuna termasuk wilayah perairan yang diincar pelaku penangkapan ikan illegal, tidak diatur dan tidak dilaporkan (Illegal, Unregulated and Unreported Fishing /IUU fishing).

“Pasca Bu Susi secara tegas memberantas kejahatan perikanan tersebut, kini perairan tersebut relatif kosong dari aktivitas IUU Fishing. Oleh sebab itu, membangun industri perikanan di Natuna merupakan salah satu jawaban guna mengoptimalkan pemanfaatan sumberdaya ikan oleh kekuatan industri perikanan nasional,” papar Suhana.

Sementara itu, Wakil Ketua Umum Bidang Kelautan dan Perikanan Kamar Dagang dan Industri (Kadin) IndonesiaYugi Prayanto mengingatkan pemerintah untuk menyediakan anggaran dan waktu yang cukup untuk membangun Natuna.

“Karena infrastruktur Natuna sangat tertinggal, harus dibangun pelabuhan perikanan, SPBU Nelayan, cold storage, pabrik es, PDAM, pasokan listrik dan sebagainya. Sementara, ZEEI kita harus dijaga oleh nelayan Indonesia,” papar Yogi.

Seperti diketahui,  hingga saat ini Natuna, Kepulauan Riau belum kunjung bebas dari aksi IUU fishing. Baru-baru ini saja, menyusul penangkapan sebanyak 7 kapal  Vietnam di sekitar Natuna pada 10 Juni 2016,  4 kapal yang juga berbendera Vietnam kembali ditangkap di perairan yang sama pada 16 Juni 2016.

Buat  kapal berbendera asing seperti Vietnam,  ZEEI, seperti perairan Natuna merupakan magnet tersendiri. Karena di perairan mereka sudah mengalami over fishing dan over capacity yang cukup parah.

Itu sebabnya, Suhana tegas menyarankan pemerintah untuk tidak lagi memberikan izin kapal ikan asing (KIA) untuk menangkap ikan di perairan Indonesia. Menurut Suhana, kebaikan pemerintah Indonesia yang memberikan izin KIA  menangkap ikan di perairan Indonesia malah dimanfaatkan untuk mengeruk sumberdaya ikan di perairan Indonesia dan dibawa langsung ke negaranya masing-masing.

“Berdasarkan hal tersebut, sudah cukup pemerintah Indonesia memberikan izin kapal asing menangkap di perairan Indonesia. Saat ini harus mendorong 100% agar kapal-kapal nasional dapat menguasai perairan Indonesia. Supaya Indonesia benar-benar menjadi negara maritim seperti yang sering diungkapkan oleh Presiden Jokowi,” papar Suhana.

Ono juga sependapat dengan Suhana. Menurut Ono, saat PMA berjalan, banyak yang melakukan praktik penangkapan ikan illegal, tidak diatur dan tidak dilaporkan (IUU fishing).

“Mereka memanipulasi izin dan industri pengolahan hanya menjadi kedok saja. Sehingga, saya sepakat PMA jangan ada yang diizinkan masuk ke perikanan tangkap,” sergah Ono.

Buktinya, lanjut Ono, dari 1.131 kapal yang dibuat diluar negeri (eks asing) banyak yang kabur. Padahal, kapal-kapal tersebut dalam status disita oleh Satuan Tugas (Satgas) 115. “Satgas 115 pun tidak melakukan tindakan apa-apa. Harusnya, mereka dituntut secara hukum,” cetusnya. Fenny

Pengalihan Eks Cantrang

Tidak ingin perairan Natuna dimanfaatkan oleh kapal ikan asing (KIA) secara ilegal, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) akan mengalihkan 400 kapal eks cantrang dari kawasan Utara Jawa ke sana. Rencananya, pada 2016 akan dipindahkan 300 kapal dan pada 2017, 100 kapal. 

Menurut Sekretaris Jenderal KKP, Sjarief Widjaja, pemerintah ingin nelayan-nelayan di Utara Jawa bisa menangkap ikan di Natuna dan menjualnya di Selat Lampa. KKP berharap pemindahan kapal-kapal tersebut setidaknya bisa menaikkan kapasitas perikanan tangkap di Natuna yang termasuk Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP) RI, 711 dari 9,3% ke 40%.

Ada pun izin kapal >30 GT  ke atas yang diterbitkan pemerintah pusat untuk Natuna sebanyak  915 unit dan <30 GT yang diterbitkan pemerintah daerah, 2.000 unit serta diberikan alokasi tambahan 200 kapal <30 GT lokal Natuna.  Plus 400 kapal eks cantrang dari Pantai Utara Jawa.

Anggota Komisi IV DPR, Ono Surono (F-PDIP) menilai rencana pemindahan kapal eks cantrang dari Jawa bisa menjadi solusi untuk Natuna. “Tapi harus ada perubahan PermenKP 2/2015 dan saya yakin Menteri Susi tidak mau melakukan itu. Dia hanya ingin cantrang dihapus di Indonesia,” kata Ono.

Ono pun berharap Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman, Luhut Binsar Panjaitan membuat langkah seperti kajian-kajian khusus tentang cantrang yang dampaknya akan sangat besar jika per 1 Januari 2016 dilarang beroperasi.

Sedangkan menurut Kepala Divisi Riset Pusat Kajian Pembangunan Kelautan dan Perikanan, Institut Pertanian Bogor, Suhana, rencana mengalihkan 400 kapal eks cantrang bisa saja dilakukan. Namun, perlu disiapkan secara matang. Misalnya, pengenalan nelayan eks cantrang dengan kondisi perairan di sana.

“Hal ini tentunya perlu kerjasama dengan swasta nasional, karena tidak mungkin kalau hanya mengandalkan kekuatan anggaran yang ada di pemerintah,” kata Suhana.

Sementara itu Wakil Ketua Umum Bidang Kelautan dan Perikanan Kamar Dagang dan Industri IndonesiaYugi Prayanto berharap KKP tidak mempersulit penerbitan Surat Izin Penangkapan Ikan (SIPI). “Nelayan Pantura sudah siap menjaga kedaulatan ZEEI Natuna. Mohon agar SIPI nya dipermudah dan segera dikeluarkan,” kata Yugi.  Fenny