Kementerian Pertanian (Kementan) di bawah komando Andi Amran Sulaiman berhasil memproduksi bahan bakar Biodiesel B-100 atau 100% Biosolar. Biodiesel B-100 adalah satu bahan bakar yang tidak lagi menggunakan minyak berbasis fosil, tapi dari yang lebih terbarukan seperti jagung, kelapa sawit atau lainnya.
“Impian Indonesia menciptakan biodiesel terwujud, dari CPO (Crude Palm Oil) menjadi B-100. Harapan Bapak Presiden, Kementan yang pertama mewujudkan. Ini bahan bakar 100% CPO. Biofuel yang 100% dari CPO, dengan rendemennya 87%. Semua tidak ada campuran,” ungkap Amran saat meninjau Balai Penelitian Tanaman Industri Penyegar, Badan Litbang Pertanian Kementan, tempat pembuatan B-100 di Sukabumi, Kamis (21/2/2019).
“B-100 ini inovasi dari Badan Litbang Pertanian. Ingat ini B-100 bukan B-20 atau B-30,” sambung Amran.
Amran menjelaskan, bahan bakar B-100 ini memiliki keunggulan, yakni lebih efisien 40% dibanding bahan bakar fosil. Faktanya, dengan menggunakan bahan bakar fosil seperti solar, 1 liternya hanya dapat menempuh jarak 9,4 km. Sedangkan dengan menggunakan B-100 dapat menempuh jarak 13 km/liter.
Selain itu, penggunaan B-100 pun lebih murah, ramah lingkungan dan dapat mensejahterakan petani sawit serta dengan menggunakan B-100 dapat menghemat devisa. Karenanya, adanya B-100 ini dipastikan dapat memperkuat negeri tercinta.
“Kita punya CPO 38 juta ton. Kita ekspor 34 juta ton. Bisa bayangkan kita bisa menghemat berapa triliun. Ini adalah energi masa depan Indonesia,” ujar Amran.
Ke depan, lanjut Amran, B-100 ini akan diproduksi untuk digunakan masyarakat umum. Namun demikian, hal ini membutuhkan waktu dan kerja keras dan bersama semua pihak.
“Kita optimalkan CPO. Produksi CPO kita 46 juta ton/tahun. Kita yang memasok dunia. Kita ekspor 34 juta ton,” terang Amran.
Residu karbon
Pada kunjungan ini, Peneliti Utama Bidang Ekofisiologi Balai Penelitian Tanaman Industri dan Penyegar Kementerian Pertanian, Prof. Dr. Dibyo Pranowo mengatakan, dari seluruh analisis, hanya satu determinan yang perlu di kaji kembali, yaitu karbon residu yang dihasilkan dari B-100 CPO Sawit. Sedangkan 19 determinan lainnya sudah lolos uji.
“Sampai sekarang ini sudah memproduksi hampir 2 ton dengan menggunakan Reaktor Biodiesel ciptaan sendiri. Produksi ini merupakan penyempurnaan parameter dengan metode Dry Oil,” jelasnya.
“Dalam 1 bulan ini, percobaan telah dilakukan dengan pengaplikasian B-100 CPO Sawit untuk bahan bakar kendaraan. Kendaraan yang dipergunakan adalah Hilux,” jelas dia.
Dibyo menyebutkan, kendaraan Double Cabin yang sudah menempuh jarak 1.600 km menggunakan bahan bakar B-100 CPO Sawit. Tidak lama lagi, setelah 2.000 km akan membongkar mesin kendaraan tersebut untuk meneliti karbon residu yang ditimbulkan.
“Ada beberapa bahan Biodiesel, misalkan dari kemiri sunan, nyamplung, pongamia, kelapa, kemiri sayur, termasuk dari biji karet,” sebutnya.
Saat di tanya kenapa CPO Sawit menjadi yang utama, Dibyo menjelaskan penggunaan CPO Sawit merupakan yang terbaik sampai saat ini. Pasalnya, dilihat dari skala jumlah industri sawit yang sudah siap dan juga pasokan yang melimpah.
“Teknologi B-100 menjadi teknologi bahan bakar terbaru yang akan menjadi alternatif untuk Indonesia di masa depan. Pemerintah berusaha mendorong hal ini melalui Kementerian Pertanian,” pungkasnya. MAL