Wilayah laut yang begitu luas yang dimiliki Indonesia ternyata belum bisa dimanfaatkan secara maksimal. Hal ini tercermin dari kegiatan Indonesia mengimpor ikan asin.
Fakta kalau Indonesia masih mengimpor ikan asin dapat dilihat dari data Kementerian Perdagangan (Kemendag) yang menyebutkan nilai importasi ikan asin tertinggi terjadi di tahun 2009 lalu dengan nilai impor mencapai 515.752 dolar AS dan berat 119.380 kg. Setelah itu impor ikan asin terus mengalami penurunan.
Menurut Kemendag, pada tahun 2010 impor ikan asin mencapai 138.169 dolar AS dengan berat 34.531 kg. Lalu berturut-turut tahun 2011 senilai 29.262 dolar AS dengan berat 5.490 kg, 2012 senilai 29.477 dolar AS dengan berat 6.715 kg, 2013 senilai 2.372 dolar AS dengan berat 111 kg. Sedangkan untuk periode 2014 dari bulan Januari hingga Juli, importasi ikan asin sudah mencapai 53.229 dolar AS dengan berat 1.242 kg.
Adapun negara asal ikan asin impor antara lain berasal dari Singapura, Hongkong, Inggris, dan Jepang.
Berita mengenai masih besarnya ilai impor ikan asin oleh Indonesia bisa jadi sebagai sebuah ironi. Terlebih lagi kita harus impor dari Singapura, negara yang luas lautnya sangat kecil dibandingkan dengan luas lautan yang dimiliki Indonesia, yakni sekitar 5,8 juta km2.
Memang, data Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menyebutkan kalau Indonesia juga mengekspor komoditas ikan asin ke luar negeri. KKP menyebutkan sepanjang tahun 2010-2013, Indonesia telah mengekspor ikan olahan kering asin ke berbagai negara. Nilai ekspornya pun cukup besar. Pada 2010 sebesar 19 juta dolar AS, tahun 2011, 23 juta dolar AS. Tahun 2012 mencapai 20 juta dolar AS dan tahun 2013 menembus angka 21 juta dolar AS.
Walaupun begitu, adanya kegiatan impor ikan asin juga perlu menjadi catatan tersendiri bahwa masih ada sesuatu yang perlu diperbaiki dalam pemanfaatan sumber daya laut.
Kegiatan impor ikan asin seharusnya tidak perlu dilakukan karena jenis ikan yang diimpor itu ternyata banyak diperoleh di wilayah laut Indonesia. Terkecuali jika yang diimpor adalah jenis ikan khusus yang memang tidak bisa ditangkap di kawasan laut Indonesia.
Adalah suatu keanehan jika Indonesia harus impor ikan asin dari Singapura karena seluruh sentra-sentra perikanan dan pelabuhan besar di Indonesia pasti terdapat kegiatan produksi ikan asin terutama di Pulau Jawa.
Memang di dalam negeri ada saja kebutuhan ikan asin jenis tertentu yang memang dibutuhkan oleh ekspatriat. Beberapa ekspatriat dari Jepang dan negara lainnya membutuhkan ikan asin tertentu yang tak diproduksi di dalam negeri. Meski demikian, pemerintah harus mengendalikan impor meski jumlahnya terbatas, agar pelaku usaha mikro di dalam negeri tak kena dampak impor ikan asin yang berlebihan. Jangan sampai nantinya pasar domestik ikan asin justru dikuasai komoditas impor.
Upaya mendorong peningkatan produksi ikan perlu digiatkan. Selain itu, pemerintah juga perlu menerapkan pengawasan yang ketat terhadap perairan Indonesia.
Bukan rahasia lagi kalau Thailand sudah mencatatkan diri sebagai pemain utama selaku pengekspor ikan tuna di pasar Asia. Padahal, kepemilikan wilayah laut Negeri Gajah Putih hanya sekitar 205.600 km2 yang menghasilkan 800.000 ton ikan tuna per tahun.
Itu tidak adil bila dibandingkan dengan wilayah laut Indonesia yang mencapai sekitar 5,8 juta km2, tetapi hanya menghasilkan 600.000 ton ikan tuna per tahun. Yang menyedihkan, sumber ikan tuna Thailand justru disinyalir berasal dari laut Indonesia.