Optimalkan HHBK Untuk Dukung Pengendalian Perubahan Iklim

Kepala KPH Sijunjung Slamet Ryadi (kanan)

Kesatuan Pengelolaan Hutan Sijunjung, Sumatera Barat mengoptimalkan potensi hasil hutan bukan kayu (HHBK) seperti karet, madu, dan asam gelugur untuk mendukung upaya pengendalian perubahan iklim. Langkah tersebut juga diimbangi pengembangan perhutanan sosial untuk memberdayakan masyarakat.

Demikian dijelaskan Kepala KPH Sijunjung Slamet Ryadi saat diskusi Pojok Iklim di kantor Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan di Jakarta, Rabu (24/1/2018). Diskusi yang dipimpin oleh Kepala Pusat Standardisasi LHK Noer Adi Wardojo itu juga diikuti sejumlah peserta dari kota Bogor melalui fasilitas video konferensi.

Untuk diketahui pojok iklim adalah forum multi pihak untuk berbagi praktik terbaik dalam adaptasi dan mitigasi perubahan iklim.

“Dalam pengelolaan hutan, kami tidak lagi memprioritaskan hasil hutan kayu, tetapi selalu mempromosikan HHBK dan jasa lingkungan serta pemberdayaan masyarakat sekitar hutan yang sejalan dengan upaya pengendalian iklim,” kata Slamet Ryadi.

KPH Sinjunjung memiliki luas areal pengelolaan 130.871,1 hektare (ha). Seluas 78.919,8 ha berupa hutan lindung, 28.258,9 ha berupa hutan produksi terbatas dan 23.692,3 berupa hutan produksi. Sebagian besar, mencapai 72%, topografi KPH Sijunjung adalah agak curam dan curam (15% -30%) dan curam(30%-70%). Sementara 78% penutupan lahan KPH Sijunjung adalah hutan sekunder.

Menurut Slamet dalam pengendalian perubahan iklim, KPH Sijunjung mengacu kepada Strategi Rencana Aksi Provinsi (SRAP) REDD+ (pengurangan emisi gas rumah kaca dari deforestasi dan degradasi hutan) yang telah dituangkan melalui peraturan Gubernur Sumatera Barat No 45 tahun 2013.

Slamet melanjutkan penerapan SRAP REDD+ berdasarkan pengelolaan hutan berbasis masyarakat seperti yang tertuang dalam kebijakan strategis pengelolaan sumber daya alam (SDA) Sumatera barat. Kebijakan itu adalah pengelolaan SDA berbasis Nagari, pengembangan ekonomi hijau dengan mengedepankan teknologi ramah lingkungan untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat yang berkelanjutan, penatagunaan lahan berbasis Nagari, dan rehabilitasi lahan dan mitigasi bencana.

Untuk itu, KPH Sijunjung fokus kepada sejumlah kegiatan. Yaitu, rehabilitasi lahan kritis, pengamanan dan perlindungan hutan, pemanfaatan HHBK dan jasa lingkungan, peningkatan kapasitas masyarakat, dan peningkatan akses masyarakat terhadap sumber daya hutan melalui sumber daya hutan.

Slamet menjelaskan, sesuai fokus kerja yang ditetapkan maka kegiatan rehabilitasi lahan kritis saat ini dilakukan dengan memperbanyak tanaman multiguna, seperti jengkol, petai atau durian. “Dulu sekitar 70% bibit yang dibuat adalah kayu-kayuan. Sekarang komposisinya dibalik, 30% kayu-kayuan dan 70% lainnya tanaman multi guna,” katanya.

Sejak tahun 2011, setidaknya 2 juta bibit yang telah ditanam oleh kelompok masyarakat melalui program kebun bibit rakyat. Total luas lahan kritis yang telah berhasil direhabilitasi mencapai 1.300 ha.

Pengembangan HHBK juga didasarkan kepada besarnya potensi yang ada di KPH Sijunjung. Menurut Slamet, terdapat hutan pinus hasil reboisasi 137,5 hektare yang bisa dimanfaatkan untuk diambil getahnya. Selain itu, ada juga tanaman karet yang tumbuh secara alami atau ditanam oleh masyarakat.

Potensi HHBK lainnya adalah gaharu dan madu. “Untuk madu, kami bantu masyarakat untuk bisa mengurangi kadar air dan perbaikan kemasan. Hasilnya, harga madu masyarakat meningkat hingga 3 kali lipat,” katanya.

Potensi HHBK lain adalah asam gelugur. Tanaman yang masih satu kerabat dengan manggis ini hanya ditemukan di dua kecamatan di KPH Sijunjung. “Dulu tidak banyak dimanfaatkan. Setelah kami teliti dan cek di laboratorium, ternyata bermanfaat sebagai obat herbal. Makanya kami kembangkan,” katanya.

Pengembangan yang dilakukan termasuk dengan membuat teh gelugur. Dengan pemanfaatan tersebut maka diharapkan masyarakat tak lagi menebang pohon asam gelugur karena masyarakat bisa mendapat manfaat ekonomi secara langsung.

Slamet juga menjelaskan, pemanfaatan HHBK dilakukan dengan melibatkan masyarakat. Untuk itu pengembangan perhutanan sosial terus dilakukan. Menurut dia, hingga saat ini telah 47.934 hektare hutan di KPH Sijunjung yang dimanfaatkan untuk perhutanan sosial. Rinciannya 8.765 hektare dalam skema Hutan Kemasyarakatan (HKm), 6.988 hektare Hutan nagari/Hutan Desa, 217 ha Hutan Tanaman Rakyat (HTR), dan 31.964 hektare lainnya dalam proses penerbitan izin perhutanan sosial. Sugiharto