Pandemi COVID-19, Budidaya Madu Borneo Layak Dilirik

Wanawiyata Widyakarya KTH Lima Saudara banyak menerima kunjungan dari berbagai kalangan termasuk mahasiswa, untuk mempelajari usaha budidaya lebah madu. Pemanfaatan lebah madu menjadi salah satu bagian dari multiusaha kehutanan

Pandemi COVID-19 mengingatkan publik soal pentingnya menjaga daya tahan tubuh. Tidak heran jika berbagai komoditas yang dipercaya dan terbukti secara ilmiah mampu meningkatkan imunitas tubuh kini jadi buruan konsumen.

Dari kawasan hutan, komoditas empon-empon, seperti jahe merah dan kunyit — yang bisa dibudidayakan di bawah tegakan pohon — jadi primadona. Komoditas hasil hutan bukan kayu lain yang juga meningkat permintaannya adalah madu.

Cairan manis yang dihasilkan lebah itu memang secara ilmiah terbukti mampu menjaga kesehatan. Bahkan, madu dipercaya menjadi obat untuk berbagai penyakit.

Naiknya permintaan madu juga dirasakan oleh Kelompok Tani Hutan (KTH) Lima Bersaudara di Kelurahan Kalampangan, Sebangau, Palangkaraya, Kalimantan Tengah. “Saat pandemi korona seperti ini, penjualan madu kami meningkat,” ucap Yoanes Budiana, Ketua KTH Lima Saudara.

Madu yang diproduksi KTH Lima Saudara tidak hanya diincar konsumen di Palangkaraya, namun juga seluruh penjuru Kalimantan Tengah. Bahkan, dengan pemanfaatan aplikasi marketplace, penjualan madu bisa dilakukan secara daring (online) dan dikirim hingga ke pulau Jawa. Dengan permintaan yang tinggi, rata-rata penjualan madu KTH Lima Saudara mencapai Rp40 juta-Rp75 juta/bulan.

Aktivitas pelatihan dan pemagangan usaha budidaya lebah madu di wanawiyata widayakarya KTH Lima Saudara

Produk madu yang dihasilkan diberi merek Madu Borneo. Untuk meningkatkan kualitas, produk madu yang dihasilkan telah disertifikasi halal, PIRT (produk industri rumah tangga), ditambah barcode kemasan. Ini memang kelebihan dari produk madu KTH Lima Saudara, yang bisa meningkatkan rasa kepercayaan, kenyamanan dan keamanan konsumen.

Budiana menuturkan bagaimana dia memulai budidaya lebah madu. Dia mengaku ingin memanfaatkan pekarangan rumah yang luasnya tidak seberapa. “Saya ingin memanfaatkan pekarangan. Memelihara lebah tidak terlalu makan tempat,” katanya.

Budiana pun kemudian mencari bibit lebah madu di Jawa. Lebah madu yang dibeli adalah jenis malivera (Apis mellifera). “Aslinya dari benua Eropa,” kata dia.

Meski berasal dari Eropa, jenis Apis mellifera punya kemampuan adaptasi yang sangat baik. Dibawa dan diperkenalkan ke Indonesia untuk pertama kali pada zaman kolonial Belanda, Apis mellifera kemudian banyak dibudiyakan di Indonesia.

Dibandingkan dengan saudaranya yang asli Indonesia, yaitu Apis cerana, Apis mellifera lebih jinak, tidak mudah ‘tersinggung’ sehingga  mudah dibudidayakan. Jenis lebah asli Indonesia lainnya, yaitu Apis dorsata (dikenal sebagai lebah hutan), bahkan dikenal akan lebih galak dan hingga kini belum bisa dibudidayakan.

Keunggulan lain Apis mellifera yang dibudidayakan KTH Lima Saudara adalah produktivitasnya yang sangat tinggi, mencapai 35-40 kg per koloni setiap tahunnya. Lebah bisa dibudidayakan dalam satu boks kayu (stup) berukuran 40x50x50 centimeter. Tiap stup ada satu induk ratu lebah yang akan menghasilkan lebah pekerja. Ada puluhan stup sarang lebah yang kini dikelola oleh Budiana. “Madu dipanen setiap 20-30 hari sekali,” katanya.

Tanaman Hutan

Bagaimana pakannya? Budiana menyatakan, pembudidaya lebah sebenarnya tidak perlu bingung untuk menyediakan pakan. Lebah secara mandiri mencari bunga yang ada di sekitar sarang untuk mendapatkan pakan.

Budiana menuturkan, dia dan anggota KTH Lima Saudara sangat menjaga tanaman penghasil bunga yang jadi pakan bagi lebah, seperti akasia, gelam, dan bunga air mata pengantin. Budiana juga secara khusus menanam kaliandra.  Ini juga menjaga agar lebah tidak mampir ke tanaman pertanian yang berpestisida — yang bisa mematikan lebah.

“Dengan menjaga tanaman penghasil bunga pakan, maka lebah tidak perlu jauh-jauh mencari makan,” katanya.

Budiana dan KTH Lima Saudara mempraktikan konsep simbiosis mutualisme yang sangat harmonis. Masyarakat diajak untuk menjaga alam dan pepohonan serta menanam tanaman penghasil pakan bagi lebah. Di sisi lain, tanaman itu tentu saja akan menghasilkan oksigen alami yang menyehatkan.

Dari pepohonan yang dijaga, lebah bisa mendapat pakan secara mudah. Di sisi lain, lebah juga menyediakan madu yang bisa dimanfaatkan. “Saya membudidaya lebah ini dengan tujuan agar masyarakat bisa mengonsumsi produk herbal yang diambil dari alam,” katanya.

Budidaya lebah madu yang dilakukan Budiana dan KTH Lima Saudara juga mengedukasi masyarakat bahwa ada lebah madu jinak yang bisa dipelihara dengan mudah. Jadi, masyarakat tidak perlu khawatir, bahkan bisa mendapat manfaat. Bahkan usaha budidaya lebah madu layak dilirik sebagai sumber penghasilan.

Madu Borneo, produk andalan wanawiyata widyakarya KTH Lima Saudara

Budiana dan rekan-rekannya di KTH Lima Saudara tak pelit berbagi ilmu dan pengetahuan bagi mereka yang tertarik membudidayakan lebah madu. Tak heran, jika pekarangannya yang dulu tak terpakai kini menjadi lokasi ekoeduwisata lebah madu.

Banyak pelajar, mahasiswa, atau kelompok tani dari daerah lain yang datang ke lokasi budidaya KTH Lima Saudara untuk melakukan anjangsana dan belajar budidaya lebah madu.

Gerak KTH Lima Saudara berbagi ilmu pengetahuan budidaya lebah madu makin lincah setelah ditetapkan sebagai Lembaga Pelatihan dan Pemagangan Usaha Kehutanan Swadaya (LP2UKS) Wanawiaya Widyakarya oleh Pusat Penyuluhan, Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM (BP2SDM), Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) pada tahun 2018.

KTH Lima Saudara pun mendapat dukungan sarana dan prasarana untuk mengadakan pelatihan dan pemagangan. Materinya antara lain budidaya lebah dan budidaya pakan lebah. “Silakan datang ke sini jika ingin mencoba budidaya lebah madu,” katanya. AI