Pasok Gandum AS Melimpah, Harga Melemah

foto: The Wall street Journal

Harga gandum berjangka rontok setelah Departemen Pertanian AS (USDA) mengumumkan angka produksi dalam negeri serta stok triwulanan lebih besar ketimbang perkiraan analis. Sementara harga jagung juga jatuh ke titik terendah dalam kurun hampir tiga tahun setelah China memborong jagung dari Brasil dan memnagkas impor dari AS menjelang panen raya.

Deptan AS menaikkan estimasi produksi gandum AS ketika sebagian besar analis malah memperkirakan produksi turun. Harga berjangka di bursa komoditi Chicago (CBOT) turun lebih dari 6% setelah laporan tengah hari, Jumat (29/9), dan anjlok di posisi terendah dalam tiga tahun. Penurunan itu makin memperdalam penurunan gandum dalam empat triwulan berturut-turut — terpanjang sejak 14 tahun — yang memberi harapan membantu meredakan inflasi harga pangan.

Estimasi mengejutkan ini sebagian berasal dari naiknya produktivitas yang tak terduga untuk varietas gandum musim semi setelah hujan di akhir musim tanam. Dengan AS sebagai eksportir gandum terbesar keempat di dunia, maka tambahan pasok ini bakal menambah bantalan pasok global di tengah panen besar di Rusia dan sejumlah negara produsen penting lainnya.

Selain itu, aksi jual besar-besaran juga potensial menurunkan harga lebih jauh. “Grafiknya anjlok dan merah,” ujar Charlie Sernatinger, kepala divisi biji-bijian Marex Capital Markets. “Dan seperti yang kita semua ingat, kontrak terendah baru menghasilkan kontrak terendah baru.”

Deptan AS secara terpisah juga mematok stok gandum dan kedele dalam negeri pada 1 September lebih tinggi ketimbang perkiraan trader. Sementara untuk stok jagung berada di bawah perkiraan.

Angka baru pasok dan permintaan dunia Deptan AS berikutnya, atau dikenal dengan laporan WASDE, dijadualkan keluar pada 12 Oktober. Kemungkinan besar laporan itu tidak muncul atau dipublikasikan apabila kisruh soal anggaran di Kongres terus terjadi dan menutup operasional pemerintah.

Jagung

Sementara itu, aksi borong jagung Brasil oleh China juga merontokkan harga jagung AS menjelang terjadinya panen besar.

Harga patokan jagung berjangka di CBOT menukik di bawah 5 dolar AS/bushel pada akhir Agustus dan tetap bertahan rendah sejak 19 September. Harga susut di bawah 4,70 dolar AS/bushel ke level terendah sejak Desember 2020.

Hal ini terjadi di tengah aksi borong jagung oleh China, importir jagung terbesar dunia.

China mengimpor jagung produksi AS sekitar 240.000 ton pada Agustus, turun dari hampir 1,5 juta ton setahun sebelumnya, demikian menurut perkiraan Refinitiv berdasarkan data pengapalan. Sementara itu, impor jagung dari Brasil membengkak dari nol ton menjadi sekitar 580.000 ton. Selisih dengan Brasil makin melebar pada September menjadi 1,22 juta ton, bandingkan dengan AS yang hanya 70.000 sampai Kamis (28/9).

Peralihan pembelian China ini sebagian terjadi akibat panen jagung yang besar di Brasil, sehingga membuat harga menjadi lebih bersaing. Dan yang paling utama, “langkah China untuk mendiversifikasikan sumber-sumber impor jagung untuk meningkatkan ketahanan pangan mereka ternyata punya dampak,” ujar Ruan Wei dari Norinchukin Research Institute, Jepang seperti dikutip Nikkei Asia.

China selama ini sangat menggantungkan pasokan jagungnya dari Amerika dan Ukraina, tapi kondisi ini mulai berubah pada akhir 2022 ketika friksi dengan AS dan perang Rusia-Ukraina mendorong China menjauh dari keduanya.

Berdasarkan analisis Deptan AS menggunakan Herfindahl-Hirschman Index, alat ukur konsentrasi pasar, menemukan bahwa persaingan dalam pasar impor China meningkat 22% pada tahun 2022-2023 dibandingkan dengan setahun sebelumnya di tengah meningkatnya penjualan dari Brasil.

Pangsa pasar jagung AS di China mengikuti penurunan yang terjadi pada komiditi kedele 10 tahun silam. Produksi kedele Brasil melambung sebagai respons atas naiknya permintaan China, dan negeri Samba ini mengambil alih takhta AS sebagai pemasok utama kedele China.

“Pangsa pasar jagung yang ditanam AS akan terus menurun,” ujar Wei.

Produksi jagung AS untuk tahun 2023-2024 diperkirakan mencetak rekor terbesar kedua, menurut Deptan, yang jika dikombinasi dengan melemahnya permintaan ekspor, akan melonggarkan keseimbangan supply-demand.

Dengan ekspor jagung Brasil hasil tanaman musim kedua mendekati puncaknya di wilayah Selatan Bumi, sejumlah pengamat pasar melihat kelegaan buat petani Amerika. “Serangan ekspor Brasil pada akhirnya akan mereda, yang lebih memudahkan buyer untuk memilih jagung AS,” ujar Naoyuki Omoto dari konsultan pertanian Green County di Jepang. AS