Petani saat ini makin mudah untuk memperoleh modal kerja. Apalagi, pemerintah juga menyediakan sejumlah alternatif pembiayaan, di mana petani bisa dengan mudah mengaksesnya di lapangan.
“Petani tidak sulit untuk mendapatkan pembiayaan. Ada beberapa alternatif yang memang masih perlu kita sosialisasikan agar para petani mengetahuinya,” ungkap Direktur Pembiayaan Pertanian Ditjen Prasarana dan Sarana Pertanian (PSP), Indah Megahwati di Palembang, Rabu (21/8/2019).
Indah mengatakan hal itu saat mengunjungi petani yang mendapatkan pinjaman permodalan usahatani dari Program Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL) dari Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
Beberapa alternatif permodalan untuk petani, lanjut Indah Megahwati, di antaranya adalah Kredit Usaha Rakyat (KUR), dana PKBL, Perbankan serta yang dikembangkan petani, seperti Lembaga Keuangan Mikro Agribisnis (LKM-A).
Selain itu, ada juga dana jaminan berupa asuransi pertanian seperti Asuransi Usaha Tani Padi (AUTP) dan Asuransi Usaha Ternak Sapi Kerbau (AUTS-K).
Untuk asuransi, petani cukup pembayar premi yang ringan, yakni Rp36.000/hektare/musim dan akan mendapatkan dana jaminan Rp6 juta bila usaha tani mereka gagal. “Petani kita imbau menfaatkan fasilitas permodalan yang sudah tersedia,” katanya.
Dalam kunjungannya ke Kelompok Tani Sumber Rezeki di Sako, Kecamatan Rambutan, Banyuasin, Sumsel, Indah Megahwati mendapat penjelasan dari Ridwan, pemilik kios saprodi. Ridwan mengaku bisa mendapatkan pinjaman modal Rp50 juta dengan bunga 3% selama 24 bulan.
“Permodalan dari PKBL Pusri ini sangat bermanfaat untuk memperbesar kios saprodi kami dan bunganya sangat sangat kecil,” kata Ridwan, petani yang mendapatkan pinjaman modal untuk kios saprodinya.
Heri Suharsono dari Pusri mengatakan, PT Pusri meminjamkan permodalan PKBL sebesar Rp30 miliar/tahun. “Sekitar 60% diperuntukkan bagi kemitraan dan pengembangan permodalan di bidang pertanian,” tambahnya.
Ali Yohan, yang juga petani di Sako, mengaku kelompoknya juga mendapatkan bantuan permodalan PKBL dari PT Pusri untuk usaha tani padi. “Kita dapat pinjaman dana PKBL dari PT Pusri/Pupuk Indonesia sebanyak Rp42 juta untuk 10 petani. Dari PKBL ini produktivitas padi kami naik dari 5 ton menjadi 7 ton gabah/ha,” tambah Ali Yohan.
LKM-A
Sementara itu, Badan Layanan Umum Pusat Pengembangan Investasi Pemerintah (BLU-PIP), Kementerian Keuangan (Menkeu) juga menyediakan dana Rp4 triliun untuk dimanfaatkan petani dan nelayan.
Dana tersebut untuk mendukung usaha mikro petani dan nelayan. Dana ini bisa diakses Lembaga Keuangan Mikro Agribisnis (LKM-A) oleh petani secara langsung sepanjang syaratnya terpenuhi.
Dirjen PSP, Sarwo Edhy pernah mengatakan, agar bisa mengakses dana tersebut, petani disarankan bermitra dengan Lembaga Keuangan Bukan Bank (LKBB) yang sudah menjadi mitra BLU-PIP Kemenkeu.
“Yang akan kita lakukan adalah bermitra dengan tiga lembaga keuangan yang sudah menjadi mitra BLU-PIP Kemenkeu, yakni PT PNM, PT Pegadaian dan PT Bahana Artha Ventura,” katanya.
Tahun 2019, Kementerian Pertanian (Kementan) sudah menyediakan anggaran sebesar Rp280 miliar untuk pengembangan korporasi petani melalui DIPA. Anggaran ini akan dimanfaatkan untuk BLU Pertanian apabila disetujui Kemenkeu.
Kementan pernah memfasilitasi Rp100 juta per Gapoktan melalui program Pengembangan Usaha Agribisnis Pedesaan (PUAP). Program ini menjangkau 52.000 Gapoktan. Dari jumlah tersebut, sebanyak 7.000 Gapoktan sudah membentuk LKM-A yang merupakan unit usaha Gapoktan yang sudah mengelola simpan-pinjam.
Petani Swadaya
Selain itu, Ditjen PSP Kementan telah menggerakkan Fasilitator Pembiayaan Petani Swadaya (FPPS) yang dimulai sejak tahun 2017 hingga saat ini. FPPS tersebut direkrut dari eks Penyedia Mitra Tani dalam program Pengembangan Agribisnis Pedesaan (eks PMT-PUAP) yang mendampingi Gapoktan melaksanakan kegiatan PUAP.
Dia menyebutkan, pada tahun anggaran 2017 dan 2018, pendampingan diutamakan pada akselerasi penyaluran Kredit Usaha Rakyat. Sampai 1 Desember 2018, realisasi KUR pada sektor produksi termasuk pertanian sebesar 23% dari total KUR Rp120 triliun (TA. 2018).
Dengan pendampingan yang dilakukan FPPS, pada 2018 terealisasi KUR untuk pertanian sebesar Rp44,6 miliar di 16 provinsi yang diakses oleh 1.095 pelaku usaha pertanian.
Jumlah FPPS pada tahun 2017 adalah sejumlah 864 orang, dengan berjalannya waktu terdapat FPPS yang mengundurkan diri sejumlah 10 orang, sehingga jumlah saat ini adalah 854 orang.
Berdasarkan hasil evaluasi yang dilakukan Ditjen PSP dari tahun 2017 hingga 2018, FPPS berperan dalam akselerasi penyaluran KUR. Di antara hasilnya adalah pada tahun 2017 melalui dana operasional pusat tercapai penyaluran KUR sektor pertanian senilai Rp10,5 miliar di Propinsi Jawa Barat melalui Bank BJB.
Pada tahun 2018, melalui dana dekon dan TP, dari 32 provinsi yang telah melaporkan capaian adalah 16 provinsi, dengan capaian usulan pelaku usaha yang akses KUR sejumlah 1.095 debitur dan usulan kredit Rp44,6 miliar.
Pada tahun 2019 ini, lanjut Sarwo Edhy, peran FPPS diperluas untuk mendampingi petani mengakses ke sumber-sumber pembiayaan pertanian, baik program KUR maupun fasilitasi pembiayaan lainnya. PSP