Pemerintah Tingkatkan Pengawasan di Lapangan

* Peredaran Pupuk dan Pestisida Palsu Marak

Kios penjualan saprotan

Peredaran pupuk dan pestisida palsu di lapangan belakangan ini semakin marak. Pemerintah, terutama Kementerian Pertanian (Kementan), terus meningkatkan pengawasan peredaran bahan penyubur ini di lapangan.

Pupuk dan pestisida palsu jelas sangat merugikan petani sebagai konsumen. Pasalnya, mutu dan efektifitasnya tidak bisa dijamin.

Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo mengatakan, tidak hanya petani, tetapi produsen pupuk dan pestisida juga dirugikan karena terkait hak kekayaan intelektual, termasuk di antaranya paten, hak cipta, hak desain industri, merek dagang hak varietas tanaman dan indikasi geografis.

“Yang tidak kalah penting, peredaran pupuk dan pestisida palsu dapat menghambat ekspor komoditas hasil pertanian karena hasil pertanian tidak maksimal,” kata Mentan, pekan lalu.

Dirjen Prasarana dan Sarana Pertanian (PSP), Kementan Ali Jamil menjelaskan, pemerintah terus meningkatkan pengawasan terhadap pupuk dan pestisida.

Objek pengawasan pupuk dan pestisida yang dilakukan pemerintah antara lain soal jumlah, jenis yang diproduksi atau diimpor, diedarkan dan digunakan petani, mutu pupuk dan pestisida yang meliputi kondisi fisik (bentuk, warna, bau); masa kadaluarsa; kemasan; wadah pembungkus pupuk dan pestisida.

“Kemudian harga pupuk bersubsidi yang meliputi jenis-jenis pupuk (Urea dan NPK) di setiap mata rantai pemasaran (produsen, distributor, penyalur, dan pengecer). Serta legalitas pupuk dan pestisida yang meliputi kelengkapan perizinan, nomor pendaftaran dan pelabelan,” jelas Ali Jamil.

Pemerintah juga melakukan monitoring di media cetak dan elektronik untuk pengamatan dan pemantauan iklan, label dan brosur.

Direktur Pupuk dan Pestisida, Tommy Nugraha menjelaskan, ada beberapa persoalan dalam peredaran pupuk dan pestisida di antaranya, pestisida ilegal atau tidak terdaftar, pestisida palsu, serta mutu di luar batas toleransi.

Guna mencegah peredaran pupuk dan pestisida palsu dan ilegal, Tommy menambahkan, pemerintah sudah menerbitkan peraturan perundang-undangan mengenai pengawasan pupuk dan pestisida, baik di pusat maupun daerah.

Bahkan pemerintah sudah membentuk tim penyidik pegawai negeri sipil di pusat dan daerah. Penyidik PNS tersebut telah mendapat pelatihan kerjasama dengan Bareskrim.

Tommy menegaskan, Ditjen PSP saat ini terus berupaya mencegah pemalsuan dengan mengoptimalkan KP3 (Komisi Pengawasan Pupuk dan Pestisida) pusat dan daerah. Bahkan, Kementerian Pertanian sudah meminta Kementerian Dalam Negeri ikut mendorong Pemerintah Kabupaten/Provinsi dalam kegiatan KP3 daerah, terutama dalam penyediaan anggaran.

“Sekarang ini ada yang menyediakan, ada juga yang tidak. Tapi sebagian besar memang tidak menyediakan anggaran khusus untuk KP3,” ujarnya.

Selain itu, lanjut Tommy, juga dilakukan sosialisasi dan pembinaan kios penjualan pupuk dan pestisida, serta koordinasi dengan Satgas Pangan dari Bareskrim Polri.

“Untuk pengawasan di tingkat produsen, secara rutin pemerintah melakukan pemeriksaan di tingkat produksi sampai kesesuaian label hingga pengawasan peradaran pupuk dan pestisida,” katanya.

Polisi Ikut Awasi

Sementara itu, pihak PT Pupuk Indonesia (Persero) menggandeng Kepolisian dalam menyalurkan pupuk subsidi. BUMN ini juga menjalin kerja sama dengan Komisi Pengawas Penyalur Pestisida (KP3) dalam rangka penyaluran pupuk bersubsidi tepat sasaran.

SVP Penjualan Wilayah Barat PT Pupuk Indonesia (Persero), Agus Susanto mengatakan, Pupuk Indonesia selaku produsen ingin menyamakan persepsi tentang kebijakan pupuk bersubsidi dengan para anggota KP3 yang terdiri dari unsur pemerintah daerah (pemda), dalam hal ini Dinas Pertanian, aparat penegak hukum (dalam hal ini Kepolisian), para distributor, dan kios resmi.

Agus mengungkapkan, terdapat beberapa aturan tentang kebijakan pupuk bersubsidi yang berubah, seperti Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) Nomor 10 Tahun 2022 tentang Tata Cara Penetapan Alokasi dan Harga Eceran Tertinggi (HET) Pupuk Bersubsidi sektor Pertanian.

Pada aturan ini, sebut Agus, pemerintah memfokuskan subsidi pupuk pada dua jenis, yaitu urea dan NPK. Perubahan juga terjadi pada komoditas tanaman yang mendapatkan subsidi pupuk, berdasarkan Permentan Nomor 10 tahun 2022 terdapat 9 komoditas yang mendapat subsidi pupuk, yaitu tanaman pangan seperti padi, jagung, dan kedelai.

Lalu tanaman hortikultura yang terdiri cabai, bawang merah, bawang putih, dan subsektor perkebunan yang terdiri dari tebu rakyat, kopi, dan kakao.

Tidak sampai di situ, Agus mengatakan bahwa syarat untuk petani yang berhak mendapatkan pupuk bersubsidi juga berubah dari yang sebelumnya diinput dalam e-RDKK kini menjadi e-Alokasi yang merupakan sistem Kementerian Pertanian.

“Data-data petani yang mendapat pupuk bersubsidi ini berdasarkan e-Alokasi yang ditetapkan Kementerian Pertanian. Perlu dipahami oleh semua pihak agar penyaluran ini bisa tepat sasaran,” kata Agus.

Agus meminta bagi petani yang berhak wajib menebus pupuk bersubsidi pada kios-kios resmi yang telah ditentukan untuk melayani kelompok tani setempat. SW

Pupuk yang Diedarkan Wajib Terdaftar

Kementerian Pertanian (Kementan) sudah sejak lama mengharuskan atau mewajibkan produsen pupuk baik anorganik maupun organik harus terdaftar. Kewajiban pendaftaran itu untuk memberikan jaminan kepada petani bahwa pupuk yang digunakan mutu dan efektifitasnya sudah teruji di lapangan. Dengan demikian, petani tidak dirugikian.

Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo mengatakan, demi terjaganya mutu dan efektivitas dari pupuk, maka perlu dilakukan pengawasan terhadap pupuk yang diedarkan.

“Pengajuan permohonan pendaftaran pupuk wajib dilakukan untuk setiap ingin mengedarkan pupuk, baik yang diproduksi di dalam negeri atau pemasukan dari luar negeri,” ujarnya.

Dirjen Prasarana dan Sarana Pertanian (PSP) Kementan, Ali Jamil menjelaskan, pemerintah sudah mewajibkan kepada perusahaan yang mengedarkan pupuk untuk melakukan pendaftaran terhadap pupuknya.

“Aturan pendaftaran pupuk ini sesuai dengan Permentan No. 36 Tahun 2017 yang mengatur Pendaftaran Pupuk Anorganik dan Permentan No. 01 Tahun 2019 yang mengatur Pendaftaran Pupuk Organik.” jelas Ali.

Dalam pelaksanaannya, pupuk yang didaftarkan ini juga harus memiliki Persyaratan Teknis Minimal (PTM) untuk Pupuk anorganik yang diatur dgn Keputusan Menteri Pertanian No 209/Kpts/SR.320/3/2018.

“Aturan ini diberlakukan agar pupuk yang beredar di masyarakat ini terjamin mutu dan efektivitasnya,” terang Ali

Direktur Pupuk dan Pestisida, Tommy Nugraha menambahkan, pengajuan permohonan pendaftaran pupuk dapat dilakukan melalui Online Single Submission (OSS). Pemohon yang mengajukan pendaftaran pupuk harus memenuhi persyaratan terlebih dahulu agar permohonan pendaftaran pupuk dapat diterima.

“Persyaratan yang harus dipenuhi dapat ditemukan dalam Peraturan Menteri Pertanian Nomor 05 Tahun 2019 Tentang Tata Cara Perizinan Berusaha Sektor Pertanian (Permentan 05/2019),” ujarnya.

Dikatakannya, permohonan pendaftaran pupuk dapat dilakukan oleh perusahaan. Pendaftaran pupuk dilakukan untuk pupuk anorganik, pupuk organik, hayati, dan pembenah tanah.

Adapun persyaratan pendaftaran pupuk yang harus dipenuhi perusahaan (Pasal 112 ayat (1) Permentan 05/2019) sebagai berikut: Rincian konsep label; Bukti pendaftaran merek/sertifikat merek dari instansi yang berwenang.

Laporan hasil uji efektifitas; Rincian deskripsi pupuk; Hasil uji mutu atau standar nasional Indonesia (SNI) bagi pupuk wajib standar nasional Indonesia (SNI); dan Penunjukan pemilik formulasi di luar negeri bagi formula dari luar negeri.

Tommy menyebutkan, perusahaan dilarang mengedarkan pupuk yang tidak terdaftar dan/atau berlabel. Jika perusahaan tetap nekat mengedarkan pupuk yang tidak terdaftar, maka perusahaan dapat dijerat sanksi pidana.

“Sanksi pidana itu berupa pidana penjara paling lama 6 tahun dan denda paling banyak Rp3 miliar (Pasal 122 UU No. 22/2019),” tegasnya.

Kasus pupuk ilegal (tidak terdaftar atau habis masa berkalunya) sebenarnya bukan hal yang baru. Cara mengatasinya pun sudah dilakukan, namun hal ini tetap saja terjadi. Mungkin pengawasan harus lebih ketat lagi dan penegakkan hukum harus  tegas, sehingga membuat pelaku jera. YR