Jumlah tenaga kerja sektor pertanian turun 280.000 orang (0,68%) selama periode Februari 2013-Februari 2014. Jumlahnya susut dari 41,11 juta menjadi 40,83 juta orang.
Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), penurunan ini disebabkan oleh musim panen yang bergeser dari awal tahun sehingga para petani kehilangan lapangan pekerjaan. Padahal berdasarkan tahun-tahun sebelumnya, musim panen untuk lahan padi bisa menampung banyak tenaga kerja.
Badan Pusat Statistik juga menyebutkan menyusutnya jumlah tenaga kerja sektor pertanian itu dikarenakan para petani mencari lapangan pekerja sektor informal lainnya antara lain sektor industri atau jasa. BPS menilai dengan petani sebagai kelas berpendapatan rendah, peralihan profesi menjadi sangat cepat.
Sebagai negara agraris, yang sebagian besar kegiatan masyarakat masih berada di sektor pertanian, penyusutan jumlah tenaga kerja di sektor pertanian merupakan suatu fakta yang perlu dicermati dengan baik oleh semua pihak terkait.
Penyusutan tenaga kerja itu dikhawatirkan akan mempengaruhi produksi komoditas pangan nasional, seperti padi, tebu dan jagung. Jika hal itu terjadi, maka target swasembada sejumlah bahan pangan akan sulit tercapai.
Memang, penyusutan tenaga kerja di sektor pertanian bisa saja disebabkan adanya modernisasi dalam kegiatan penanaman dan panen. Misalnya penggunaan traktor dalam pengolahan lahan serta mesin-mesin pertanian lainnya dalam kegiatan panen dan pasca panen.
Jika memang penyusutan tenaga kerja di sektor pertanian lebih disebabkan oleh modernisasi dalam kegiatan bercocok tanam, dampaknya bisa dilihat dari produktivitas komoditas pangan. Kita lihat saja bagaimana sulitnya Indonesia untuk bisa meningkatkan produksi gula nasional agar terbebas dari jeratan impor? Bahkan untuk komoditas seperti kedelai dan jagung, swasembada masih jauh dari harapan.
Penyusutan jumlah tenaga kerja di sektor pertanian harus dicermati karena bisa saja hal itu terjadi akibat peningkatan pertumbuhan yang terjadi di sektor industri dan properti sehingga banyak menyulap lahan pertanian menjadi komplek industri atau perumahan.
Selain itu, penyusutan tenaga kerja di sektor pertanian juga bisa saja disebabkan tidak menariknya usaha di sektor pertanian. Misalnya saja keuntungan yang diperoleh dari bercocok tanam padi, jagung atau kedelai tidak sepadam dengan jerih payah yang dilakukan petani. Jika terus bergelut di sektor pertanian, petani akan sulit untuk bisa meningkatkan kesejahteraannya. Saat ini saja, jumlah penduduk miskin di Indonesia masih didominasi oleh petani dan nelayan.
Karena itu, fenomena penurunan jumlah tenaga kerja di sektor pertanian harus ditanggapi pemerintah melalui berbagai upaya yang bisa mendorong masyarakat untuk tetap tertarik berkerja di sektor pertanian.
Pemerintah perlu memberikan perlindungan terhadap hasil-hasil pertanian di dalam negeri, misalnya dengan lebih mengutamakan produk nasional dalam pemenuhan kebutuhan di dalam negeri.
Yang lebih penting lagi, pemerintah harus mampu membuat petani dapat memperoleh keuntungan yang memadai dari kegiatan taninya. Hal ini bisa dilakukan dengan pemberian insentif kepada petani dalam bentuk subsidi benih, pupuk dan penerapan harga patokan petani terhadap suatu komoditas pangan.