Perang Opini pun Dibangun

Ini pasal-pasal yang diuji ke MK

“Mari kita viral-kan!,” demikian ajakan dari Imam B Prasodjo, Penasehat Senior Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) saat memandu diskusi Green Ramadhan yang diselenggarakan Kementerian LHK, Jumat (2/6/2017).

Imam mengajak peserta diskusi yang didominasi kalangan LSM itu untuk menjadikan isu tentang pembukaan lahan dengan cara membakar sebagai bagian dari kearifan lokal dan strict liability alias tanggung jawab mutlak menjadi pembicaraan di media sosial.

Inilah manuver Kementerian LHK untuk merespons gugatan uji perundang-undangan sejumlah pasal pada UU No 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH) dan satu pasal UU No 41 tahun 1999 tentang Kehutanan. Harapannya, publik mengetahui dan memahami isu tersebut sehingga bisa memberi tekanan kepada Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi untuk tidak mengabulkan gugatan yang diajukan oleh Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia (APHI) dan Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) tersebut.

Dua kelompok pelaku usaha itu menggugat Pasal 69 ayat (2), Pasal 88, dan Pasal 99 ayat (1) UU 32/2009, serta Pasal 49 UU 41/1999 tentang Kehutanan karena dinilai bertentangan dengan UUD 1945 (lihat grafis). Sidang pendahuluan terhadap gugatan uji perundang-undangan ini sudah digelar Senin (29/5/2017).

Selain menggelar diskusi, pada hari libur nasional Peringatan Hari Lahir Pancasila, Kamis (1/6/2017), Kementerian LHK juga mengundang sejumlah akademisi hukum dan penggiat LSM dalam pertemuan yang digelar di Hotel Santika, Jakarta. Ini menyusul rapat-rapat internal yang sudah digelar hari-hari sebelumnya.

Menteri LHK Siti Nurbaya sempat memberi kesan akan sekadar menjalani langkah-langkah prosedural terhadap gugatan tersebut. Dia menyatakan akan bersama DPR menyiapkan jawaban atas pengujian UU 32/2009. “Sesuai prosedur saja,” katanya datar, Rabu (31/5/2017).

Namun, melihat kesibukan yang terjadi di Manggala Wanabhakti, kantor Kementerian LHK, jelas Menteri Nurbaya all out menghadapi gugatan tersebut.

Reffly Harun, kuasa hukum APHI dan Gapki mengingatkan agar tidak ada langkah-langkah yang memicu stigma negatif terhadap upaya konstitusional untuk melakukan uji perundang-undangan. “Itu tidak fair,” katanya ketika dihubungi Jumat (2/5/2017).

Reffly, yang belakangan makin populer karena berani membela mantan Gubernur DKI Basuki ‘Ahok’ Tjahaja Purnama, menyatakan agar masyarakat mempercayakan kepada MK untuk membuat keputusan secara jernih terhadap uji materi UU PPLH dan UU Kehutanan. “Ini adalah upaya konstitusional di bawah UU yang diberikan kepada semua warga negara, kelompok masyarakat, maupun korporasi yang harus dihormati,” tukasnya.

Yakin dikabulkan

Reffly meyakini, gugatan yang diajukan bakal dikabulkan MK. Dalam gugatan yang diajukan kepada MK dijelaskan, Pasal 69 ayat 2 UU PPLH yang masih membolehkan adanya pembakaran untuk membuka lahan maksimal 2 hektare (ha) tidak konsisten dan kontraproduktif dengan pasal 69 ayat 1 yang memiliki norma hukum bersifat imperatif yang melarang setiap orang melakukan pembakaran.

Padahal, eksistensi pasal 69 ayat 2 secara langsung berkorelasi dengan Pasal 88, yang memuat frasa tanggung jawab mutlak atas kerugian lingkungan hidup tanpa perlu pembuktian unsur kesalahan dan pasal 49 UU Kehutanan — yang mewajibkan pemegang izin bertanggung jawab atas terjadinya kebakaran di areal kerjanya.

Pasal-pasal pada UU PPLH dan UU Kehutanan tersebut berkaitan dengan ketentuan pasal 99 UU PPLH yang pada ayat 1 memuat frasa kelalaian dalam cakupan luas yang tidak mencerminkan kepastian hukum dan azas hukum pidana, “tiada pidana tanpa kesalahan”.

Reffly menjelaskan, gugatan uji perundang-undangan ini bukan demi kepentingan perusahaan semata, melainkan seluruh masyarakat. Jika dikabulkan, maka hukuman atas kebakaran hutan dan lahan akan ditegakkan benar-benar kepada pelakunya. “Dengan demikian, kasus-kasus yang disebabkan oleh faktor manusia bisa ditekan,” katanya.

Reffly menyatakan, jika pasal 69 ayat 2 dan penjelasannya diputuskan MK tidak memiliki kekuatan hukum tetap, bukan berarti menghilangkan kearifan lokal. Dia menegaskan, membakar lahan bukan satu-satunya cara untuk membuka lahan, melainkan masih ada praktik lain yang bisa dilakukan tanpa bakar. “Masyarakat juga bisa bekerjasama dengan perusahan untuk membuka lahan tanpa bakar,” katanya. Sugiharto

Pemerintah Pernah Siapkan Perppu

Adanya gugatan uji perundang-undangan terhadap UU PPLH mengingatkan kembali atas upaya yang dilakukan pemerintah di tahun 2015, ketika kebakaran hutan dan lahan sedang hebat-hebatnya.

Ketika itu, pemerintah berencana menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) tentang Perubahan Atas UU PPLH. Salah satu yang dibidik untuk diubah adalah Pasal 69 ayat 2 UU PPLH. Menteri LHK Siti Nurbaya, Rabu (28/10/2015) seperti dikutip sejumlah media menyatakan, alasan pasal 69 ayat 2 perlu diubah karena di dalamnya masih memberikan kelonggaran untuk dilakukannya pembakaran lahan dengan alasan kearifan lokal.

Rencana penerbitan Perppu juga disampaikan melalui siaran pers Pusat Humas Kementerian LHK Nomor : S.716/PHM-1/2015 yang diterima Agro Indonesia, Kamis (5/11/2015).

Untuk menjalankan rencana tersebut, draft Perppu Perubahan UU PPLH sudah disiapkan. Bahkan sudah ada draft ketiga. Draft tersebut sempat beredar pada saat Rapat Koordinasi Teknis Pencegahan dan Penanggulangan Kebakaran Lahan dan Hutan Lingkup Kemeterian LHK, Selasa (3/11/2015).

Dikonfirmasi hal ini, Menteri Nurbaya menyatakan rencana penerbitan Perppu itu hanya sebatas pemikiran di masa lalu. Rencana tersebut tidak ditindaklanjuti oleh pemerintah. Menteri Nurbaya bahkan menyatakan tidak pernah ada draft Perppu yang disiapkan. “Perppu itu baru sebatas gagasan, tidak pernah ada draft. Kami tidak pernah bikin,” katanya, Rabu (31/5/2017).

Dia menyatakan, yang kemudian diterbitkan adalah surat edaran kepada Gubernur agar mengawasi praktik kearifan lokal dalam pembukaan lahan. Praktik pembakaran harus diawasi dan dilakukan secara ketat sehingga tidak meluas.

Selain itu, Menteri juga menerbitkan surat edaran No S.494/2015 tentang Larangan Pembukaan Lahan Gambut yang menutup total pembukan lahan gambut meski sudah berizin.

Kedua edaran tersebut melengkapi Inpres No. 11 Tahun 2015 tentang peningkatan pengendalian kebakaran lahan dan hutan. Inpres yang diteken Presiden pada tanggal 24 Oktober 2015 itu menugaskan 23 Menteri/Pejabat setingkat menteri serta kepada para Gubernur dan Bupati/Walikota seluruh Indonesia untuk meningkatkan pengendalian kebakaran. Sugiharto

Tuntutan Judicial Review UU 32/2009 dan UU 41/1999

  1. Pasal 69 ayat (2) UU 32/2009 beserta penjelasannya bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum yang mengikat karena tidak memberi jaminan kepastian hukum, tidak adil dalam penerapannya dan tidak sejalan dengan upaya negara dalam memenuhi hak azasi manusiawarga negara Indonesia atas lingkungan hidup yang baik dan sehat
  2. Memohon agar Pasal 88 UU 32/2009 dimaknai menjadi “setiap orang yang tindakannya, usahanya, dan/atau kegiatannya menggunakan B3, menghasilkan dan/atau mengelola limbah B3, dan atau menimbulkan ancaman serius terhadap lingkungan hidup harus bertanggung jawab atas kerugian yang terjadi. Dengan catatan, pertanggunggjawaban tersebut dikaitkan dengan perbuatan yang dilakukan.
  3. Kalaupun Keberadaan Pasal 99 UU 32/2009 dipandang perlu untuk dipertahankan, maka keberlakukan frasa “kelalaian” harus diberikan penafsiran yang konstitusional yaitu dengan menyatakan ketentuan Pasal 99 ayat 1 UU 32/2009 bertentangan dengan konstitusi secara bersyarat (conditionally unconstitutional) bila tidak dimaknai bahwa “kelalaian” diberlakukan sepanjang kerugian tersebut disebabkan oleh orang yang bersangkutan sehingga frasa “kelalaian” tidak lagi dimaknai dalam cakupan yang sangat luas dan berujung kerugian konstitusional bagi para pemohon
  4. Ketentuan Pasal 49 UU 41/1999 perlu dimaknai atau ditafsirkan secara tegas bahwa perusahaan sebagai pemegang izin bertanggung jawab atas kebakaran yang terjadi di dalam areal kerja sepanjang kebakaran diakibatkan oleh kegiatan/perbuatan perusahaan.

Baca juga:

Agro Indonesia No 641, 6-12 Juni 2017

Pembakaran Lahan Digugat, Pemerintah Kerahkan LSM

Petani Malah Dukung Pembakaran Dihapus