Direktur Eksekutif Palm Oil Agribusiness Strategic Policy Institute (PASPI) Tungkot Sipayung menyatakan penyusunan rancangan Peraturan Presiden (Perpres) Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO) seharusnya hanya melibatkan para pemangku kepentingan (stakeholder) Indonesia dan bebas dari intervensi pihak asing.
“Dengan alasan apapun, termasuk tujuan penguatan ISPO, pihak asing tidak dibenarkan ikut, apalagi melakukan intervensi kebijakan,” kata Tungkot dalam pernyataannya yang diterima Selasa (20/2/2018).
Perpres ISPO merupakan kebijakan mandatory untuk pembangunan perkebunan sawit berkelanjutan yang dirumuskan oleh para pemangku kepentingan di Indonesia. Menurut Tungkot, pihak asing tidak perlu khawatir karena Indonesia merupakan negara pertama dan satu-satunya di dunia yang memiliki kebijakan dan sertifikasi tata kelola sawit berkelanjutan sejak tahun 2011.
Dia juga menyatakan adanya keterlibatan pihak asing dalam pembahasan Perpres ISPO merupakan bentuk pelanggaran kedaulatan negara.
Tungkot pun menegaskan, pengelolaan perkebunan sawit di Indonesia memperhatikan semua aspek termasuk soal Hak Asasi Manusia seperti telah diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku. Indonesia pun memiliki Komnas HAM untuk memantau penegakan HAM di tanah air.
“Sama dengan kebijakan di sektor lain, aspek HAM tidak perlu masuk dalam kriteria ISPO . Hal itu sudah diratifikasi dalam UU,” ujarnya.
Menurut Tungkot, usulan untuk memaksakan aspek HAM dalam Perpres ISPO sangat mengada-ada. Dia mensinyalir hal itu hanya untuk menjegal pertumbuhan sektor sawit Indonesia.
Tungkot mengingatkan, Eropa tidak perlu mengajari Indonesia soal HAM. Selama ini, Pemerintah Indonesia sangat lebih peduli dengan persoalan HAM. “Sebaliknya Eropa perlu mengintropeksi diri karena punya sejarah kelam soal HAM.”
Perkebunan sawit, kata Tungkot juga punya transparansi dalam setiap aspek kegiatannya yang diawasi lembaga pemerintah. “Kebijakan sawit di Indonesia bukan hanya ISPO. Ada banyak kebijakan lain yang saling terkait. Harga TBS misalnya ditetapkan pihak provinsi. Jadi tidak dimonopoli satu kelompok.”
Indonesia punya banyak persyaratan terkait standar mutu. Untuk pangan pengawasannya dilakukan BPOM. Untuk pupuk, benih dan pestisida pengawasan dilakukan Kementerian Pertanian. Indonesia juga punya standar Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) yang diatur Kementerian Ketenagakerjaan.
“Jadi transparansi seperti apa lagi yang mau mereka dituntut. Ini hanya akal-akalan asing supaya bisa mengatur sawit Indonesia.” Sugiharto