Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) mungkin tak menyangka. Usaha keras menerapkan sistem verifikasi legalitas kayu (SVLK) yang digarap selama 7 tahun, ternyata masih coba digoyang di ujung penerapannya. Bahkan, sistem ini dituding menghambat, meski faktanya sudah memberi hasil positif di pasar ekspor. Dan upaya mengganjal itu pun sampai menyeret Presiden Jokowi untuk berpihak.
Keberhasilan menunda pemberlakuan SVLK per 1 Januari 2015 menjadi 1 Januari 2016 nampaknya membuat Asosiasi Mebel dan Kerajinan Indonesia (AMKRI) makin pede. Penundaan ini ingin dibuat permanen alias tidak diberlakukan untuk industri furnitur skala kecil dan menengah. Dalihnya, SVLK menghambat ekspor.
Tudingan ini bahkan disampaikan di depan Presiden Joko Widodo, yang kebetulan bekas pengusaha mebel. Dengan gagah berani, asosiasi ini juga memasang target ekspor mebel dan furnitur Indonesia menjadi 5 miliar dolar AS dari saat ini hanya 1,88 miliar dolarAS. Itu semua bisa dicapai jika tak ada penghambat ekspor, salah satunya SVLK karena membenani daya saing. “SVLK memberatkan pelaku usaha, terutama usaha kecil dan menengah,” tegas Ketua Umum AMKRI, Soenoto saat memberi sambutan pembukaan Indonesia International Furniture Expo (IFEX) 2015 di Jakarta, 12-15 Maret lalu.
Keberanian AMKRI memasang target ekspor ini langsung dipegang Presiden. Dan gayung pun seolah bersambut ketika Presiden berharap tidak ada hambatan-hambatan ekspor yang dapat membenani dan merugikan eksportir. Termasuk SVLK?
Ternyata tidak. Lho? Di saat pameran IFEX masih berangsung di Kemayoran, ajang pameran mebel dan kerajinan yang sudah jadi agenda tetap tahunan, International Furniture and Craft Fair Indonesia (IFFINA) 2015, juga digelar Asosiasi Industri Permebelan dan Kerajinan Indonesia (Asmindo) pada 14-17 Maret. Dan, ini hebatnya, Presiden Jokowi juga membuka acara tersebut. Di acara inilah ketahuan bahwa penghambat ekspor itu bukanlah SVLK.
Kesulitan yang dihadapi IKM permebelan itu tak lain soal izin usaha industri (IUI), izin gangguan (HO), dan Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP). “SVLK baik, tapi praktiknya di bawah memang tidak semudah yang dibayangkan. Mengurus IUI-nya, HO-nya, SIUP-nya, itu ternyata lama sekali. Ini yang sedang kami rapatkan untuk dipermudah,” katanya.
Jadi, apa masalah sebenarnya? Nampaknya ini persaingan antara dua asosiasi. Sayangnya, perseteruan AMKRI dan Asmindo, yang diperuncing oleh persaingan bisnis industri pertemuan, insentif, konvensi dan pameran alias MICE ini sudah masuk kategori berbahaya, karena menyeret kebijakan pemerintah yang justru menguntungkan secara nasional. Buat Presiden, inilah saatnya menyatukan dua asosiasi demi capaian ekspor. Cukup sudah kelonggaran penundaan setahun dan biarkan aturan ini berlaku mulai 1 Januari 2016. AI