Organisasi Pangan dan Pertanian PBB (FAO) memprediksi Indonesia akan mengalami kemarau panjang. Kementerian Pertanian (Kementan) pun melakukan langkah-langkah antisipasi agar lahan sawah tidak mengalami kekeringan.
Data Ditjen Tanaman Pangan, Kementan mencatat, luas lahan sawah yang terkena kekeringan hingga Agustus 2020 mencapai 40.648 hektare (ha). Provinsi Aceh adalah daerah yang paling luas mengalami kekeringan.
Informasi Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) sebelumnya juga menyebut bahwa 64% wilayah di Indonesia sudah memasuki musim kemarau.
Kepala Bidang Analisis Variabilitas Iklim BMKG, Indra Gustari mengatakan, awal musim kemarau tahun ini tidak merata di beberapa wilayah Indonesia.
Hal ini terlihat dari pemantauan citra satelit sekitar 35% wilayah masih kerap diguyur hujan sampai memasuki bulan Juli. Daerah-daerah di Jawa, Bali, Nusa Tenggara sebagian besar sudah hampir 21 hari atau 1 bulan tidak mengalami hujan.
“Bahkan, ada satu titik di Kupang itu sudah 70 hari tidak ada hujan,” katanya. Sebaliknya, lanjut Indra Gustrasi, beberapa wilayah justru menunjukkan anomali cuaca berkebalikan.
Indra mengatakan, hal itu berarti tidak semua daerah di Indonesia berada dalam periode kemarau. Daerah yang memasuki musim hujan di bulan Juli antara lain Maluku dan Papua bagian barat
Direktur Perlindungan Tanaman Pangan, Kementan, Edi Purnawan mengatakan, beberapa provinsi, seperti Aceh, Nusa Tenggara Barat (NTB), Jawa Tengah, Sumatera Utara dan Jawa Timur sudah mengalami kekeringan. Hal ini terbukti dengan banyak areal tanaman padi yang terkena.
“Provinsi yang paling terdampak adalah Aceh, Nusa Tenggara Barat, Jawa Tengah, Sumatera Utara dan Jawa Timur,” kata Edi kepada Agro Indonesia di Jakarta, Jumat (28/8/2020).
Dia menyebutkan, Provinsi Aceh luas lahan sawah yang terkena kekeringan mencapai 16.867 ha. Dari jumlah ini, yang dinyatakan puso seluas 2.443 ha. Untuk Provinsi NTB, tercatat seluas 6.730 ha terkena kekeringan dan puso 459 ha, Jawa Tengah seluas 3.953 ha kekeringan dan puso 591 ha, Sumatera Utara seluas 3.902 kekeringan dan puso 119 ha, sementara Jawa Timur kekeringan seluas 3.542 ha dan puso 401 ha.
“Total lahan sawah yang dinyatakan puso (tidak bisa dipanen) seluas 4.172 ha. Daerah yang paling luas kekeringannya ada di Aceh, yaitu 2.443 ha,” tegasnya.
Dia menyebutkan, dampak dari kekeringan mengakibatkan kerugian bagi petani, terutama yang tidak bisa dipanen (puso). Untuk itu, petani selalu dianjurkan ikut program asuransi pertanian, sehingga jika terjadi gagal panen petani mendapat ganti rugi dari pihak asuransi.
Belum ganggu produksi
Edi mengatakan, meskipun terjadi kemarau dan beberapa ribu hektare tanaman padi gagal panen, namun dipastikan kemarau saat ini belum mengganggu produksi pangan nasional.
Untuk tahun 2020 (Januari-Agustus), puso akibat kekeringan hanya sebesar 0,05% dari luas tanam seluas 9.017.599 ha. Potensi kehilangan hasil yang diakibatkan kekeringan sebesar 20.117 ton.
“Maka dari itu, kami menyelamatkan standing crop dan membantu lahan yang belum ditanami sehingga bisa ditanami,” katanya.
Upaya penanganan kekeringan dan kebanjiran yang dilakukan Kementan mampu menyelamatkan lebih dari 70% tanaman pada lokasi yang terkena kekeringan dan kebanjiran. Jika produksi rata-rata 5 ton/ha dengan estimasi luas lahan 9.000.000 ha, maka produksi yang diselamatkan mencapai 31 juta ton gabah kering panen (GKP).
Upaya Kementan dalam mengatasi kekeringan adalah mengirimkan Surat Kewaspadaan kepada daerah setiap memasuki Musim Hujan (MH) dan Musim Kemarau (MK). Hal ini penting untuk mengingatkan agar mewaspadai kejadian banjir/kekeringan berdasarkan informasi iklim dari BMKG.
Selain itu, melakukan koordinasi dengan pemerintah daerah untuk melakukan normalisasi saluran/penampungan air, memonitor ketersediaan air di waduk dan bendungan.
Kementan juga menghimbau petani untuk melakukan budidaya tanaman sesuai iklim setempat serta menggunakan varietas yang toleran genangan/kekeringan. Koordinasi dengan pemerintah daerah agar mengidentifikasi sumber air alternatif yang masih tersedia dan mengoptimalkan bantuan sarana pompa air untuk pompanisasi, bantuan sumur dangkal, dan sarana pengaliran air.
Langkah lainnya adalah monitoring dan evaluasi yang lebih intensif terhadap perkembangan banjir/kekeringan, Mendorong petani untuk mendaftar sebagai peserta AUTP, dan bagi yang sudah terdaftar dan lahannya terkena banjir/kekeringan segera melakukan klaim dan bantuan benih padi bagi yang lahannya puso.
“Upaya kami dalam mengatasi kekeringan adalah memberikan bantuan pompa air ke lokasi yang memerlukan. Kemudian memberikan bantuan operasional penanganan kekeringan, yakni bantuan BBM, mobilisasi pompa, insentif operator pompa,” ujarnya.
Selain itu juga memberi bantuan sumur suntik pada lokasi yang ada sumber air tanahnya, kemudian bantuan benih untuk lokasi yang puso dan Asuransi Pertanian (lokasi yg mengikuti AUTP). “Dan terakhir Bantuan GPOT (Gerakan Percepatan Olah Tanah dan Tanam) untuk lokasi yg masih memungkinkan ditanami,” papar Edi.
Manfaatkan Sarana yang Tersedia
Sementara Dirjen Prasarana dan Sarana Pertanian (PSP), Kementerian Pertanian, Sarwo Edhy mengatakan, salah satu cara terbaik untuk menghadapi musim kemarau adalah dengan memanfaatkan aliran irigasi.
Namun, harus dipastikan juga sumber air untuk irigasi tidak bermasalah. “Dengan demikian, pertanian tidak akan terganggu sepanjang kemarau dan produktivitas ikut terjaga,” katanya.
Selain irigasi, alternatif lain yang bisa dilakukan petani agar produktivitas pertanian tidak terganggu selama kemarau adalah membangun embung.
“Pilihan ini bisa dilakukan jika sumber air benar-benar sudah tidak mampu mengairi lahan pertanian,” tegasnya. Cara mengisi embung bisa dilakukan dengan memanfaatkan sisa air hujan atau sumber air lain.
Sarwo Edhy mengatakan, pihaknya telah melaksanakan program pengembangan bangunan konservasi air, yakni embung, dam parit, dan long storage sebanyak 2.785 unit.
Untuk irigasi perpompaan, Ditjen PSP mencatat hingga 5 November 2018 telah membangun 2.978 unit. Dengan estimasi luas layanan per unit 20 ha, maka luas oncoran atau yang dapat diairi saat musim kemarau mencapai 59,78 ribu ha.
Tahun 2014, Kementan sukses membangun sebanyak 9.504 unit embung di 30 provinsi. Sementara tahun 2015, embung yang dibangun 318 unit di 16 provinsi.
Pengembangan embung, dam parit, long storage dalam empat tahun terakhir (2015-2018) mencapai 2.956 unit — untuk realisasi per 5 November 2018.
Dengan estimasi luas layanan 25 ha/unit, maka mampu memberikan dampak pertanaman seluas 73,90 ribu ha. “Bila dapat memberikan dampak kenaikan IP 0,5, maka potensi penambahan produksi pertanaman mencapai 384,28 ribu ton,” katanya.
Direktur Pengolahan Irigasi Pertanian, Ditjen Prasarana dan Sarana Pertanian (PSP) Kementan, Rahmanto mengatakan, sarana dan prasarana tersebut dilakukan untuk mengantisipasi musim kemarau.
“Tahun ini kami akan membangun 400 unit embung dan 1.100 unit Irigasi Perpompaan/Perpipaan,” tegasnya kepada Agro Indonesia, Sabtu (29/8/2020). Dari jumlah target ini sudah terealisasi sekitar 80% dan sudah bisa dimanfaatkan.
Selain itu, pihaknya akan memprioritaskan dan mengawal pemanfaatan sumber-sumber air sebagai suplesi pada lahan sawah yang terdampak kekeringan. Kerja sama dengan Perusahaan Jasa Tirta sudah dilakukan agar distribusi air ke sawah menjadi rata dan baik
“Kami segera mengindentifikasi sumber air alternatif yang masih tersedia dan dapat dimanfaatkan melalui perpompaan dan irigasi air tanah dangkal,” tegasnya.
Tidak hanya itu saja. Kementan mengingatkan dinas agar alat dan mesin pertanian (Alsintan) dimanfaatkan untuk mengatasi mitigasi kekeringan.
“Kita minta, manfaatkan semua pompa air yang tersedia di daerah dan kerahkan Brigade Alsintan untuk membantu petani dalam mengamankan standing crop dan memitigasi kekeringan,” tegasnya.
Dia menyebutkan, total bantuan pompa air dari tahun 2015-2019 sebanyak 107.633 unit. Tahun 2020, dialokasikan dana untuk 10.000 unit. Khusus daerah yang sumber airnya masih tersedia dan mencukupi, disarankan untuk segera manfaatkan Alsintan dan kerahkan Brigade Alsintan untuk melakukan percepatan tanam padi, jagung dan kedelai. Atiyyah Rahma/PSP