Di tengah melorotnya harga lelang gula milik petani, mendadak muncul usulan dan permintaan agar pemerintah memberikan izin impor raw sugar kepada pabrik gula (PG) berbasis tebu rakyat. Akankah PG-PG lama makin tersisih dan petani gula makin terpuruk?
Permintaan dibukanya impor raw sugar oleh pabrik gula (PG) berbasis tebu rakyat memang mengejutkan. Maklum, di tengah musim giling yang masih berlangsung saat ini, petani tebu malah tidak bisa menikmati manis harga gula kristal putih (GKP). Jangankan untung, untuk menembus harga patokan pemerintah (HPP) sebesar Rp8.500/kg saja tidak sanggup. Harga lelang hanya berkutat di kisaran Rp8.100-Rp8.300/kg.
Seperti biasa, tudingan paling gampang apalagi jika bukan merembesnya gula kristal rafinasi (GKR) ke pasar. Dari hitungan APTRI Jawa Timur, pasok gula mengalami kelebihan sampai 2,9 juta ton dalam bentuk GKR dan GKP.
Namun, di tengah kemerosotan harga, Kamajaya, direktur utama pabrik gula PT Gendhis Multi Manis (GMM) di Blora, Jawa Tengah, malah melontarkan usulan agar pemerintah membuka kran impor raw sugar untuk PG berbasis tebu rakyat ini. Alasannya? Agar kapasitas pabrik optimal dan tidak menganggur. Alih-alih bagaimana mengangkat harga gula petani, dia malah minta pemerintah sebaiknya tak membedakan lagi GKR dengan GKP. “Hanya di Indonesia terjadi pembedaan gula rafinasi dengan gula tebu,” katanya.
Permintaan GMM diizinkan impor raw sugar tidaklah aneh. Maklum, GMM adalah pabrik baru dengan investasi Rp1,7 triliun. Dan sebagai pabrik moderen, GMM tak hanya mampu menghasilkan GKP dari tebu rakyat, tapi juga memproduksi gula mentah. Dengan kata lain, GMM tak pusing dengan kelebihan pasok tebu rakyat karena bisa diolah jadi raw sugar, yang tinggal diproses jadi GKP saat pasok tebu tak ada. Kemampuan mengolah raw sugar itu yang tak mampu dilakukan PG-PG milik PTPN.
Dengan kata lain, jika pemerintah memberikan ijin impor raw sugar, maka hanya PG-PG yang mampu mengolah raw sugar yang meraup manfaat. Sementara, mayoritas PG-PG milik PTPN bisa makin tersingkir, yang efeknya memukul petani tebu. Sejauh ini, pemerintah belum mengabulkan permintaan itu. Alasannya? “Neraca gula saat ini surplus,” ujar Direktur Tanaman Semusim Kementerian Pertanian, Nurnowo Paridjo. Bagaimana jika defisit? AI