Program peremajaan (replanting) jutaan hektare perkebunan sawit rakyat menjadi harapan besar meningkatkan produksi sawit nasional dan mengangkat kesejahteraan petani. Namun, harapan bisa kandas dan malah terancam pidana. Pasalnya, tak sedikit kebun sawit itu dibangun di lahan hutan.
Pemerintah menargetkan tahun 2018 ini lahan kebun sawit rakyat swadaya seluas 185.000 hektare (ha) siap diremajakan. Luasan itu bagian dari sekitar 2 juta ha sawit rakyat yang sudah tua dan tidak menggunakan benih bersertifikat. Biaya pun tak soal, karena ada bantuan biaya dari Badan Pengelola Dana Perkebunan (BPDP) Kelapa Sawit sebesar Rp4,6 triliun, di mana per petani memperoleh hibah Rp25 juta/ha. Syaratnya, petani punya legalitas lahan yang dijadikan kebun.
Syarat legalitas lahan ini bisa jadi masalah besar, dan itu diakui Direktur Tanaman Tahunan dan Penyegar, Ditjen Perkebunan, Kementerian Pertanian, Irmijati Rachmi. Menurutnya, banyak lahan sawit rakyat yang ikut program replanting lokasinya ada di kawasan hutan. “Semua masalah lahan akan kita proses untuk diselesaikan. Tapi untuk lahan sawit yang ada di kawasan hutan, wewenang pelepasannya ada di LHK,” tegas Irmijati di Jakarta, Jumat (30/3/2018). Dia tidak berani merinci berapa persen lahan sawit rakyat ada di kawasan hutan.
Yang jelas, pihaknya baru menerbitkan rekomendasi teknis (rekomtek) replanting sawit rakyat seluas 14.634 ha yang akan diajukan ke BPDP Kelapa Sawit untuk pencairan dana. Lahan itu berada di tujuh provinsi — dari target 20 provinsi — yaitu Sumatera Utara, Sulatera Selatan, Jambi, Riau, Bengkulu, Kalimantan Timur dan Kalimantan Tengah.
Bagaimana sisanya? Irmijati mengaku jika terkait legalitas lahan yang “mencaplok” kawasan hutan sudah bukan kewenangan Kementan, tapi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK). Ini persoalannya. Menteri LHK Siti Nurbaya mengakui program peremajaan sawit rakyat yang diperintahkan Presiden Joko Widodo meninggalkan pekerjaan rumah (PR) besar. Namun dia tetap optimis hal itu bisa diselesaikan. “Bagi saya yang penting, yang bisa diselesaikan, diselesaikan lebih dulu,” kata Menteri Nurbaya, Rabu (28/3/2018).
Nurbaya pantas cemas. Pasalnya, pelepasan kawasan hutan untuk kebun rakyat bukan perkara sederhana. Selain butuh waktu, ada UU No. 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan (P3H), terutama pasal 17 ayat (2). Pasal ini tegas menyatakan, “setiap orang dilarang melakukan kegiatan perkebunan tanpa izin Menteri di dalam kawasan hutan.” Jika dilanggar, maka menurut pasal 92 ayat (1), orang tersebut diancam pidana penjara paling singkat 3 tahun dan paling lama 10 tahun serta denda minimal Rp1,5 miliar dan maksimal Rp5 miliar.
Pengamat kehutanan yang juga Wakil Rektor IPB, Prof. Dodik R. Nurochmat mengaku ini PR berat LHK dan harus dibantu penyelesaiannya. “Ini PR kita bersama,” katanya, Sabtu (31/3/2018). Itu sebabnya, dia mengusulkan ada amnesti penggunaan lahan bagi rakyat. “Jika yang melakukan pelanggaran korporasi, tidak bisa tidak harus dilakukan penegakan hukum. Tapi kalau masyarakat, itu persoalan lain. Sedapat mungkin diakomodir dalam skema perhutanan sosial,” katanya. Setuju kah Anda? AI