Pohon nimba (Azadirachta indica) ternyata memiliki banyak manfaat dalam kehidupan manusia, salah satunya untuk pertanian organik. Penggunaannya secara luas bisa ikut membantu upaya mitigasi perubahan iklim.
Demikian diungkapkan Shierly Megawati Purnomo dari Yayasan Sahabat Lingkungan Hidup pada diskusi Pojok Iklim di Kantor Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan di Jakarta, Rabu (31/1/2018). Pojok Iklim adalah forum multi pihak untuk berbagi pengetahuan dan aksi terbaik dalam adaptasi dan mitigasi perubahan iklim.
Turut hadir dalam diskusi Ketua Dewan Pertimbangan Pengendalian Perubahan Iklim Sarwono Kusumaatmadja dan anggota DPR Popong Otje Djunjunan. Diskusi dipimpin penasihat Yayasan Kehati Diah Suradiredja.
“Pohon nimba bisa menyelesaikan banyak persoalan global,” kata Shierly.
Dia menjelaskan, Nimba bisa menjawab persoalan degradasi lahan dan pemanasan global. Pasalnya, nimba cocok ditanam dalam kegiatan reforestasi di tanah tandus. Akarnya tunggangnya yang menghunjam tanah mampu menyerap nitrogen sehingga menyuburkan tanah.
Shierly melanjutkan, bagian-bagian pohon nimba juga bermanfaat. Daun dan bijinya bisa dimanfaatkan untuk berbagai pengobatan dan kecantikan. “Kayunya kuat dan anti rayap sehingga juga bisa dimanfaatkan untuk berbagai perkakas,” katanya.
Bagian pohon nimba juga bisa dimanfaatkan untuk pertanian organik seperti pupuk dan pestisida. Menurut Shierly ampas nimba bisa dimanfaatkan dalam pembuatan pupuk kompos. Hasil penelitian ITB menunjukan, pupuk kompos yang memanfaatkan ampas nimba memiliki kandungan nitrogen, phospor dan kalium yang jauh lebih besar ketimbang pupuk organik biasa.
Nimba juga bisa dimanfaatkan untuk pestisida. Menurut Shierley, pestisida dari ekstrak nimba memang tidak membunuh hama. Namun sifatnya mengusir dan mempengaruhi metabolisme dan fertilitas hama. “Ekstrak nimba dapat mengusir hingga 86% hama yang tidak diinginkan,” katanya.
Berbekal keajaiban pohon Nimba, Shierly menuturkan, pihaknya kini mengembangkan ‘Harapan Nimba’. Ini adalah strategi agroindustri yang memberi dampak bagi petani dan konsumen. Dampak di lingkaran pertama adalah pemanfaatan bahan mentah untuk pertanian organik bagi petani. Dampak di lingkaran kedua adalah pemanfaatan biji nimba untuk pengolahan bahan baku yang bisa dilakukan oleh ibu-ibu petani atau anak-anak seusai sekolah.
Dampak dilingkaran ketiga adalah pemanfaatan nimba dalam bentuk pengolahan menjadi produk jadi. Salah satunya dengan pembuatan kompos melalui Eco Camp yang juga dikelola Yayasan Sahabat Lingkungan Hidup.
Meski memiliki banyak manfaat, Shierly menuturkan, salah satu yang harus menjadi perhatian pemerintah adalah saat ini Nimba akan dimaksukan ke dalam daftar hitam oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). Sugiharto