Undang-Undang (UU) Nomor 23 Tahun 2010 tentang Hortikultura masih memicu polemik. Apalagi Kementerian Pertanian (Kemtan) tampaknya akan mempertahankan Undang-Undang tersebut yang membatasi kepemilikan asing maksimal 30% untuk bidang usaha hortikultura.
Sikap Kementan untuk mempertahankan UU tersebut antara lain didasari oleh telaah dan analisis dari berbagai sudut pandang yang dilakukan Kementan terhadap UU itu. Menurut Kementan, berdasarkan analisis dari berbagai sudut pandang, UU itu bisa dilanjutkan.
Kementan berkepentingan mempertahankan UU tentang Hortikulturan tersebut untuk mendorong agar industri hortikultura dalam negeri dapat mengembangkan penguasaan mereka terhadap investasi hortikultura.
Keberadaan UU itu sendiri telah menuai polemik karena batasan kepemilikan asing sebesar 30% berlaku surut dan membuat investor asing enggan masuk ke bisnis hortikultura.
Sejumlah kalangan menyebutkan kebijakan pembatasan 30% kepemilikan asing dalam sektor hortikultura belumlah tepat diterapkan saat ini. Hal ini dikarenakan industri perbenihan hortikultura dalam negeri masih belum siap bersaing dengan produk asing, dan masih membutuhkan transfer teknologi dengan asing.
Menurut pandangan sejumlah pihak, saat ini, industri perbenihan hortikultura dalam negeri masih membutuhkan teknologi dan jaringan untuk pengembangan kualitasnya dan hal itu bisa diperoleh dengan menarik investor asing masuk dalam industri itu.
Dalam era globalisasi sekarang ini, terlebih dengan banyaknya penerapan kawasan ekonomi bebas, derasnya investasi asing ke suatu negara tidak bisa dihindari lagi. Begitu juga dengan Indonesia.
Keberadaan investor asing memang diperlukan. Selain untuk proses alih teknologi, keberadaan investor asing juga bisa dapat mendorong peningkatan kegiatan ekonomi yang berbuntu pada peningkatan pertumbuhan ekonomi suatu negara.
Walaupun begitu, keberadaan investor asing juga bisa menjadi ancaman bagi pelaku usaha di dalam negeri. Misalnya saja penguasaan mayoritas asing di suatu sektor usaha dapat menyebabkan monopoli di sektor usaha itu dan hal ini tentunya akan menyebabkan kerugian bagi masyarakat dan pelaku usaha lokal.
Karena itu, sikap tegas pemerintah dalam hal pembatasan kepemilikan saham asing di sektor usaha hortikultura, dapat dipahami. Pemerintah, dalam hal ini Kementerian Pertanian tentunya tidak menginginkan timbulnya penguasahan penuh asing di suatu sektor usaha.
Namun, dalam membatasi kepemilikan saham asing, pemerintah juga perlu menerapkannya secara proposional. Diperlukan kebijakan yang arif yang bisa ditrima oleh pihak investor asing maupun pemerintah dalam menerapkan pembatasan kepemilikan saham itu. Tentunya hal ini membutuhkan masukan dari pelbagai pihak terkait.
Kita lihat saja apa yang akan dituangkan pemerintah dalam aturan deregulasi yang akan dikeluarkan untuk merealisasikan apa yang terkandung dalam UU Hortikultura itu.