Masyarakat di 15 desa sekitar bentang alam Batangtoru, Sumatera Selatan mengembangkan program pemberdayaan dan pembangunan berkelanjutan berbasis komunitas (Community Empowering of Batangtoru Sustainable Development/CEBTOS). Salah satu program yang dijalankan adalah konservasi orangutan.
Pengagas CEBTOS Koesnadi Wirasapoetra menuturkan program ini dikerjakan dengan sepenuhnya berbasis masyarakat. “Mulai dari perencanan hingga pelaksanaanya semuanya dilakukan oleh masyarakat,” katanya di Dusun Sitandiang, Desa Bulu Mario, Kecamatan Sipirok, Tapanuli Selatan, Sumatera Utara, Rabu (1/5/2019).
Sebagai mitra, CEBTOS menggandeng pemerintah daerah dan pemerintah pusat cq Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). Mitra lain yang sudah bergabung adalah PT North Sumatera Hydro Energy (NSHE), pengembang pembangkit listrik bersih PLTA Batangtoru.
Koesnadi menuturkan, mitra CEBTOS bisa memberikan bantuan seperti untuk perbaikan irigasi, jalan, atau penyediaan bibit untuk pengkayaan tanaman di areal agroforestry yang dikelola masyarakat.
Pelatihan untuk meningkatkan kapasitas masyarakat pun dilakukan seperti untuk penguatan kelembagaan, perhutanan sosial, hingga pengolahan dan pemasaran produk hasil perhutanan sosial. “Kami dorong dari hulu hingga hilir,” katanya.
Termasuk pelatihan yang dilakukan adalah soal konservasi ekosistem Batangtoru dan orangutan. Pelatihan yang dilakukan termasuk pendataan, pemetaan dan pemantauan orangutan. Pelatihan kader konservasi yang baru saja digelar melibatkan 7 desa dan 1 dusun yang ada di bentang Batangtoru.
Kepala Dusun Sitandiang Sampetua Hutasuhut mengaku senang dengan adanya program CEBTOS dan kegiatan perlindungan orangutan di dusun yang dipimpinnya. Dia menuturkan, meski kerap ditemukan memakan hasil produksi pertanian, namun masyarakat di Sitandiang tidak ada yang memusuhi orangutan.
Masyarakat, katanya, justru merasa sangat beruntung dengan keberadaan mawas, orangutan dalam bahasa masyarakat setempat. Pasalnya, berkat satwa tersebut, perhatian terhadap dusun Sitandiang semakin besar secara nasional maupun internasional.
Soal keberadaan PLTA Batangtoru, Sampetua menyatakan masyarakat berharap agar proyek yang menjadi bagian dari program strategis Presiden Joko Widodo itu bisa dibangun tanpa hambatan. “Kami berharap dengan adanya PLTA Batangtoru, ekonomi masyarakat bisa semakin meningkat dan orangutan makin terlindungi,” katanya.
Sementara itu Vice Presiden Communications and Social Affairs NSHE Firman Taufick menjelaskan NSHE terhadap konservasi menjadi bagian tak terpisahkan dari upaya untuk mempertahan volume dan kualitas pasokan air yang menjadi sumber pembangkit listrik.
“PLTA itu tergantung air yang berasal dari lingkungan termasuk hutan. Jadi kami harus memiliki perhatian pada bentang Batangtoru untuk memelihara volume dan kualitas air. Oleh karena itu perlakuan yang sifatnya konservasi terhadap keanekaragaman hayati, hewan, air, menjadi concern kami,” katanya.
Saat ini PLTA Batangtrou sedang dalam tahap pra konstruksi dan diharapkan bisa beroperasi pada 2022. Meski PLTA tersebut hanya mengandalkan kolam penampung air mungil, seluas sekitar 90 hektare namun berkat teknologi yang dikembangkan kapasitas listrik yang dihasilkan bisa mencapai 510 MW. Pengoperasian PLTA Batangtoru diharapkan bisa megurangi beban operasional negara dari pemanfaatan energi berbahan bakar minyak sekaligus mengurangi emisi gas rumah kaca demi pengendalian perubahan iklim. Sugiharto