RAPP vs Menteri LHK, Sejumlah Akademisi Ajukan Diri Sebagai Sahabat Pengadilan

PTUN Jakarta

Sejumlah akademisi dan pakar hukum dari berbagai perguruan tinggi mengajukan diri sebagai sahabat pengadilan (Amici Curiae) pada perkara permohonan fiktif positif yang diajukan PT Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP) kepada Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta untuk mengabulkan pencabutan Surat keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) No 5322/2017 tentang pembatalan Rencana Kerja Usaha (RKU) Hutan Tanaman Industri (HTI) RAPP.

“Pengajuan amici curiae, merupakan upaya Kami untuk melawan lupa bahwa di Indonesia pernah terjadi bencana lingkungan hebat yang diakibatkan oleh salah urus hutan dan kawasan gambut,”’ kata narahubung Amici Curiae, Andri G. Wibisana dari Fakultas Hukum Universitas Indonesia dalam pernyataannya, Rabu (20/12/2017).

Dia menyatakan, pandangan sebagai amici curiae diajukan atas dasar keprihatinan dan kepedulian atas kondisi perlindungan lingkungan hidup, di Indonesia, khususnya terkait dengan kebakaran hutan dan gambut.

Pandangan sebagai amici curiae yang diajukan menekankan Pertama, bahwa SK Pembatalan RKU, secara formal tidak bertentangan dengan asas larangan retroaktif. Pasalnya, yang dinyatakan tetap berlaku menurut PP Gambut adalah izin, bukan rencana kerja (RKU).

“Selain itu perlu ditegaskan bahwa perlindungan gambut pada esensinya telah diatur dalam berbagai ketentuan sebelum PP Gambut. Pada posisi yang sama asas kepastian hukum tidak terlanggar akibat fungsi pengaturan yang dijalankan oleh pemerintah untuk mendukung perlindungan gambut tersebut,” katanya.

Dia melanjutkan,  asas larangan retroaktif tidak bersifat mutlak, dan masih mungkin untuk dikalahkan oleh asas lain yang memiliki bobot kepentingan lebih tinggi.  Dalam hal ini, amici menganggap bahwa dalam konteks perlindungan lingkungan hidup, terdapat asas hukum lain yang lebih penting dibandingkan dengan asas larangan  retroaktif,  yaitu  asas  pembangunan  berkelanjutan, asas  pencegahan (principle of preventive action) dan asas kehati-hatian (precautionary principle), serta asas keadilan.

“Pembatalan  RKU  dapat  dibenarkan  berdasarkan asas-asas hukum lingkungan ini,” katanya.

SK Pembatalan RKU pun dapat dibenarkan dengan merujuk pada asas proporsionalitas.  Menurut Andri, pembatalan RKU merupakan keputusan yang penting dan harus ada bagi tercapainya tujuan PP Gambut, yaitu adanya perlindungan terhadap ekosistem gambut, serta pencegahan kebakaran dan pemulihan ekosistem gambut.

Soal fiktif positif, amici curiae menyatakan, penerapan norma itu perlu dilakukan secara selektif dan hati-hati, terutama apabila terdapat kemungkinan bahwa persetujuan diam-diam   yang dihasilkan oleh norma ini akan membahayakan kepentingan dan keselamatan publik serta membahayakan lingkungan hidup.

Andri juga menjelaskan, Pasal 53 UU No. 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan yang menjadi payung dari norma fiktif positif pada permohonan yang diajukan RAPP tidak menentukan bahwa respons Badan atau Pejabat Pemerintah terhadap permohonan yang diajukan haruslah di dalam bentuk keputusan.  “Artinya, respon tersebut dapat diberikan dalam bentuk tindakan faktual,” katanya.

Oleh karena itu, penting bagi Majelis Hakim untuk mempertimbangkan  fakta  apakah  Menteri LHK telah  melakukan  tindakan  faktual tertentu sebagai respons atas permohonan yang diajukan oleh RAPP.

Sedangkan terkait penerapan prosedur keberatan menurut Pasal 77 UU 30/2014, pengadilan perlu memperhatikan tindakan yang telah dilakukan oleh Para Pihak. Sugiharto

Baca juga:

Kuasa Hukum RAPP Nilai ‘Amicus Curiae’ Tak Paham Persoalan