Rehabilitasi Hutan-Lahan Gunakan SWAT

Gerakan rehabilitasi hutan dan lahan memasuki babak baru. Di bawah Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK), efektivitas gerakan ini makin ditingkatkan dengan menggunakan kajian ilmiah SWAT serta beroperasinya Kawasan Pengelolaan Hutan (KPH) Lindung. Luas lahan kritis pun diperkirakan bisa terus dikikis.

Ada yang baru dalam gerakan rehabilitasi hutan dan lahan yang sudah berlangsung satu dasawarsa lebih. Setelah berhasil mengajak masyarakat melakukan gerakan menanam, kini di era pemerintahan Presiden Joko ‘Jokowi’ Widodo, gerakan itu mulai bergeser bukan lagi masalah kuantitas, tapi membidik persoalan kualitas. Menanam bukan lagi sekadar menanam, tapi sudah menerapkan kajian ilmiah melalui Soil and Water Asessment Tools (SWAT) dengan fokus utama pada setiap daerah aliran sungai (DAS).

Dengan SWAT ini, maka gerakan penanaman menjadi lebih efektif. Pasalnya, SWAT merupakan model hidrologi yang menghubungkan data spasial yang mencakup berbagai komponen, termasuk cuaca, aliran air permukaan, penguapan, erosi, vegetasi tutupan lahan, dan komponen pada DAS lainnya dengan pemanfatannya. “Berbekal SWAT, akan terpetakan titik mana saja yang sangat genting untuk segera direhabilitasi, termasuk jenis-jenis tanaman yang perlu untuk ditanam di lokasi itu,” urai Dirjen Pengendalian Daerah Aliran Sungai dan Hutan Lindung (DAS & HL) Kementerian LHK, Hilman Nugroho.

Dengan SWAT ini pula bakal diketahui secara persis tanaman apa yang dibutuhkan di satu lokasi pada sebuah DAS. “Misalnya dibutuhkan sengon, maka tentu bibit tanaman yang kami siapkan bibit sengon. Demikian juga jika yang dibutuhkan jenis lainnya,” ujar Hilman, seraya menyebut perangkat SWAT akan digunakan untuk menangani 108 DAS dan 15 Danau prioritas.

Selain penggunaan SWAT, gerakan rehabilitasi juga memasuki babak baru, yakni beroperasi sistem Kawasan Pengelolaan Hutan (KPH), yakni pengelolaan hutan di tingkat tapak. Dengan KPH, maka bisa diketahui secara persis titik-titik mana di dalam KPH yang butuh rehabilitasi. Nah, terkait dengan KPH ini, direktorat Hilman akan mengoperasikan KPH Lindung, yang sesuai RPJMN 2015-2019 mencapai 182 KPH Lindung.

Harapannya, jika hutan lindung berfungsi optimal, maka peran catchment area dan pengatur tata air bakal optimal. Di sisi lain, dia juga akan menjadi rumah yang nyaman bagi berbagai jenis flora dan fauna. Selain itu, tentu saja bisa memberi kesejahteraan bagi masyarakat yang memanfaatkannya. “Itu sebabnya, kita akan dorong KPH Lindung bisa beroperasi dan menjalankan perannya dengan maksimal,” kata Hilman. AI