Musim kemarau mulai datang. Beberapa daerah pertanian di Tanah Air sudah mengalami kekeringan. Kementerian Pertanian (Kementan) pun sudah melakukan antisipasi, misalnya dengan percepatan tanam dan lain sebagainya.
Berdasarkan prakiraan cuaca oleh Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG), puncak musim kemarau diprediksi terjadi pada Agustus 2020. Curah hujan sendiri diperkirakan masih berlangsung hingga Juni.
Presiden Jokowi telah memerintahkan jajarannya menyiapkan skenario dalam mengantisipasi perkiraan yang menyebutkan 30% wilayah zona musim akan mengalami kemarau lebih kering tahun ini.
Jokowi menekankan pentingnya kebijakan mitigasi agar peningkatan intensitas musim kemarau di tahun ini tidak mengganggu ketersediaan dan stabilitas harga bahan pokok.
Presiden juga mengingatkan mengenai potensi terjadinya krisis pangan global yang sempat diperingatkan oleh Badan PBB untuk Pangan dan Pertanian Dunia (FAO). Untuk mengantisipasi dampak kekeringan dan juga krisis pangan, Jokowi menekankan tiga hal, yakni jaminan ketersediaan air di daerah sentra produksi pertanian.
Dia meminta ketersediaan air disiapkan dengan membuat sarana dan prasarana penyimpanan, di antaranya dengan memenuhi danau, waduk, embung, kolam retensi, dan penyimpanan air buatan.
Kedua, dia meminta untuk dilakukan percepatan musim tanam. Jokowi menekankan jajaran menteri, pimpinan lembaga serta pemerintah daerah untuk memanfaatkan curah hujan yang masih ada saat ini guna mendorong percepatan musim tanam.
Kementan mengajak petani untuk memanfaatkan sumber air yang ada. Dirjen Prasarana dan Sarana Pertanian (PSP) Kementan Sarwo Edhy mengatakan, petani diminta memelihara dan memaksimalkan sumber air yang tersedia.
“Untuk petani yang mengalami kekeringan, kita sarankan untuk memaksimalkan sumber air yang ada,” katanya di Jakarta, pekan lalu. Dia menambahkan, sumber air dari sungai, misalnya, dapat dialirkan dengan memanfaatkan pompa.
Tapi, lanjutnya, jika sumber air yang ada tidak bisa dimanfaatkan, maka petani atau masyarakat setempat dianjurkan untuk melapor ke dinas setempat agar dicarikan solusinya.
Sarwo Edhy juga menyarankan petani menyediakan embung. Sebab, embung selama ini terbukti mampu menjadi solusi dalam menghadapi kekeringan.
“Salah satu solusi yang bisa ditempuh adalah membangun embung. Embung bisa menyangga air hujan. Cara ini sangat efektif untuk menjaga ketersediaan air selama kemarau, sehingga pertanian tidak terganggu,” katanya.
Selain itu, diharapkan Pemerintah Daerah (Pemda) membantu petani yang mengalami kesulitan. Bantuan dari Pemda bisa disesuaikan. Misalnya, di areal lahan ada aliran irigasi yang rusak, maka Pemda bisa segera memperbaiki.
“Bisa juga dengan meminjamkan pompa agar petani bisa menarik air dari sumber sumber air terdekat.” Jelasnya. Upaya lain dilakukan adalah percepatan tanam.
Selain itu, petani juga diminta menyiapkan langkah antisipatif dan menjaga ketersediaan air agar lahan pertanian tidak terdampak kekeringan. Seperti membangun embung dan memperbaiki aliran irigasi.
Manfaat Embung
Sarwo Edhy menyebutkan, pembangunan embung yang tepat sasaran akan memberikan dampak positif terhadap produksi pangan. Dia memberikan contoh pembangunan embung di Gowa, Sulawesi Selatan terbukti tepat sasaran. Dampaknya positif, produksi pertanian meningkat .
“Sektor pertanian sangat membutuhkan air. Untuk ketersediaan air harus terjamin agar hasil pertanian maksimal,” katanya. Dia menambahkan, embung adalah solusi buat daerah yang minim sumber air. Khususnya untuk menghadapi musim kemarau.
Dia mengatakan, air yang tersedia di embung bukan hanya mampu memenuhi kebutuhan air pertanian di Gowa. Tetapi juga bisa dimanfaatkan untuk kebutuhan air di perkebunan, ladang guna mengairi pertanaman sayuran dan hortikultura.
Sarwo Edhy mengatakan, pihaknya telah melaksanakan program pengembangan bangunan konservasi air, yakni embung, dam parit, dan long storage sebanyak 2.785 unit.
Untuk irigasi perpompaan, Ditjen PSP mencatat hingga 5 November 2018 telah membangun 2.978 unit. Dengan estimasi luas layanan per unit 20 hektare (ha), maka luas oncoran atau yang dapat diairi saat musim kemarau mencapai 59,78 ribu ha.
Tahun 2014, Kementan sukses membangun sebanyak 9.504 unit embung di 30 provinsi. Sementara tahun 2015, embung yang dibangun 318 unit di 16 provinsi.
Pengembangan embung, dam parit, long storage dalam empat tahun terakhir (2015-2018) mencapai 2.956 unit — untuk realisasi per 5 November 2018.
Dengan estimasi luas layanan 25 ha/unit, maka mampu memberikan dampak pertanaman seluas 73,90 ribu ha. “Bila dapat memberikan dampak kenaikan IP 0,5, maka potensi penambahan produksi pertanaman mencapai 384,28 ribu ton,” katanya.
Menurut dia, sarana dan prasarana tersebut dilakukan untuk mengantisipasi musim kemarau. “Tahun ini kami akan membangun 400 unit embung dan 1.100 unit Irigasi Perpompaan/Perpipaan,” tegasnya.
Selain itu, lanjut Sarwo Edhy, pihaknya akan memprioritaskan dan mengawal pemanfaatan sumber-sumber air sebagai suplesi pada lahan sawah yang terdampak kekeringan.
“Kami segera mengindentifikasi sumber air alternatif yang masih tersedia dan dapat dimanfaatkan melalui perpompaan dan irigasi air tanah dangkal,” tegasnya.
Tidak hanya itu saja. Kementan juga mengingatkan dinas agar alat dan mesin pertanian (Alsintan) dimanfaatkan untuk mengatasi mitigasi kekeringan. “Kita minta, manfaatkan semua pompa air yang tersedia di daerah dan kerahkan Brigade Alsintan untuk membantu petani dalam mengamankan standing crop dan memitigasi kekeringan,” tegasnya.
Dia menyebutkan, total bantuan pompa air dari tahun 2015-2019 sebanyak 107.633 unit. Tahun 2020, dialokasikan dana untuk 10.000 unit. Khusus daerah yang sumber airnya masih tersedia dan mencukupi, disarankan untuk segera manfaatkan Alsintan dan kerahkan Brigade Alsintan untuk melakukan percepatan tanam padi, jagung dan kedelai. Sarwo Edhy juga mengingatkan kepada petani untuk mengasuransikan lahannya. Asuransi berguna agar petani tidak mengalami kerugian jika kekeringan melanda lahan pertanian. PSP