
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) bergerak cepat menyiapkan karpet merah buat rakyat untuk memanfaatkan kawasan hutan seluas 1,1 juta hektare (ha) di Jawa. Seiiring ditolaknya gugatan Aliansi Selamatkan Hutan Jawa oleh PTUN Jakarta, meski masih belum berkekuatan hukum tetap karena dibanding, tercatat sudah masuk ratusan permohonan Perhutanan Sosial di Jawa oleh ratusan ribu kepala keluarga.
Peluang rakyat mengelola hutan di Pulau Jawa, yang selama ini dikuasai Perum Perhutani, kini makin mendekati kenyataan. Apalagi, gugatan kelompok yang mengatasnamakan diri sebagai Aliansi Selamatkan Hutan Jawa, ditolak majelis hakim Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) pada 10 April 2023. Majelis hakim menilai Aliansi yang terdiri dari Serikat Karyawan Perum Perhutani Bersatu, Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH), organisasi lingkungan, dan karyawan Perum Perhutani secara perorangan itu tidak punya legal standing alias tidak memiliki hak dan memenuhi syarat mengajukan gugatan.
Pemerintah pun bergerak cepat guna mempertebal dukungan. Acara sosialisasi kebijakan Kawasan Hutan dengan Pengelolaan Khusus (KHDPK) — sesuai SK Menteri LHK No. 287 tehun 2022 tentang Penetapan Kawasan Hutan dengan Pengelolaan Khusus pada Sebagian Hutan Negara yang Berada pada Kawasan Hutan Produksi dan Hutan Lindung di Provinsi Jawa Tengah, Provinsi Jawa Timur, Provinsi Jawa Barat, dan Provinsi Banten — juga digelar. Peserta yang digarap beragam. Mulai dari Kementerian BUMN, Perum Perhutani, Pemerintah Daerah, akademisi dan penggiat KHDPK serta penggiat Perhutanan Sosial.
KLHK menilai sudah saatnya rakyat memperoleh kesempatan mengelola hutan secara lestari dalam format Perhutanan Sosial (PS) di tanah Jawa. Apalagi, PS juga sudah masuk dalam UU Cipta Kerja. “Ini pertama kalinya akses legal masyarakat masuk dalam undang-undang,” kata Sekjen KLHK, Bambang Hendroyono saat Sosialisasi Implementasi Kebijakan KHDPK di Jawa Barat, di Bandung, Rabu (31/5/2023).
Sementara Dirjen Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan KLHK, Bambang Soepriyanto mengatakan, dari 1,1 juta ha areal KHDPK, mayoritas 85% atau sekitar 935.000 ha adalah PS. Areal KHDPK PS itu sudah di-overlay dengan wilayah desa. Sejauh ini, katanya, permohonan PS di hutan Jawa sudah mencapai 270.272,03 ha dengan 545 unit usaha dan 252.291 Kepala Keluarga.
Keberadaan KHDPK sendiri tidak menghapus peran Perhutani. Menurut Bambang Hendroyono, berdasarkan PP 23/2021, penugasan kepada Perhutani tetap diberikan. “Dengan luasan yang lebih efisien dan efektif, yang lebih menguatkan profit, lebih menguatkan people,” tandasnya.
Sejauh ini, pihak Aliansi belum menyerah dan mengajukan banding atas keputusan PTUN. Apalagi, kata Denny Indrayana selaku kuasa hukum Aliansi, SK Menteri LHK No. 287/2022 bermasalah secara substansi dan persoalan legal standing menunjukkan inkonsistensi majelis hakim. “Dalam persidangan terbukti SK KHDPK diterbitkan tanpa melalui tahapan prosedural-formal, seperti sosialisasi dan partisipasi bermakna. SK tersebut juga bermasalah secara substansi, karena bertentangan dengan berbagai peraturan dan AUPB (Asas Umum Pemerintahan yang Baik),” ujar Denny. AI
Di edisi cetak, artikel ini terbit dengan judul “Rakyat Bisa Kelola Hutan Jawa”.