Stabilisasi Gula Salah Sasaran

Upaya pemerintah menstabilkan harga gula kristal putih (GKP) di dalam negeri ternyata berbuah pahit. Alih-alih menurunkan harga GKP di tingkat konsumen, yang terjadi pedagang malah menekan harga lelang gula petani. Sementara target harga ritel di pasaran malah meleset. Stabil tinggi. Ada apa dengan Kementerian Perdagangan?

Ramadhan dan Lebaran 2015 menjadi pil pahit buat petani tebu. Momen emas meraup keuntungan melimpah di saat permintaan meningkat justru diganjal, kalau bukan dirampas, oleh pemerintah. Padahal, Ramadhan dan Lebaran kali ini datang persis di saat musim giling.

Dengan niat menjaga stabilitas harga gula kristal putih di pasaran, Menteri Perdagangan Rachmat Gobel mengeluarkan surat instruksi No. 490/M-DAG/SD/6/2015 tanggal 23 Juni 2015 tentang Harga Jual Gula dalam rangka Puasa dan Idul Fitri 2015. Instruksi itu ditujukan kepada produsen gula kristal putih BUMN dan swasta, produsen gula rafinasi, Perum Bulog, PT Perusahaan Perdagangan Indonesia, Asosiasi Pedagang Gula Indonesia dan Asosiasi Gula Indonesia (AGI). Poin paling penting adalah meminta harga gula di tingkat konsumen selama Ramadhan dan Lebaran (H-25 sampai H+7) maksimal Rp11.000/kg, dan untuk keperluan operasi pasar sebesar Rp10.800/kg.

Inilah kebijakan yang dinilai merampas keuntungan petani. Pasalnya, instruksi tersebut dimanfaatkan pedagang untuk menekan harga lelang. Terbukti, harga lelang gula terus merosot. Jika akhir Mei sempat mencetak Rp11.000/kg, namun pada akhir Juni sejak surat dikeluarkan harga lelang menyentuh Rp9.360/kg.

Ketua Dewan Pimpinan Nasional (DPN) Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) Soemitro Samadikoen pun langsung menuding surat Mendag Rachmat Gobel sebagai biang keladi turunnya harga lelang gula petani. “Keberadaan surat itu membuat harga lelang gula petani semakin tertekan di bulan Juni dan Juli,” kata Soemitro. Sialnya, jika harga lelang turun, namun harga ritel malah bertahan tinggi. Di Jakarta saja, harga rata-rata GKP per 31 Juli masih Rp12.938/kg.

Direktur Eksekutif Asosiasi Gula Indonesia (AGI), Tito Pranolo menilai kebijakan Mendag ini memang salah sasaran dan tidak efektif. Pasalnya, menstabilkan harga gula kok minta tolong ke pedagang. “Ini pelajaran berharga buat pemerintah. Kalau mau stabilkan harga, ya harus punya stok. Bukan minta tolong ke pedagang,” tandasnya. Terbukti, memang. Efek kebijakan itu langsung ke harga lelang. Cuan pedagang pun melejit. Dan itu semua berkat kebijakan Mendag. AI