Stabilisasi Tanpa Kuasai Stok

Buat pedagang gula, Ramadhan dan Lebaran 2015 menjadi berkah tersendiri. Pasalnya, pemerintah memberi peluang empuk mengeruk laba lewat kebijakan menstabilkan harga gula di tingkat konsumen. Inilah kebijakan salah sasaran dan keliru yang membuat petani gula tertekan, sementara pedagang berpesta.

Kebijakan itu tak lain soal surat instruksi Menteri Perdagangan Rachmat Gobel No. 490/M-DAG/SD/6/2015 tentang harga jual gula dalam rangka Puasa dan Idul Fitri 2015. Surat ini dinilai keliru dan salah sasaran karena meminta tolong kepada pedagang untuk menstabilkan harga gula kristal putih (GKP).

Penilaian ini dikemukakan Direktur Eksekutif Asosiasi Gula Indonesia (AGI), Tito Pranolo menanggapi instruksi Mendag yang juga ditujukan ke AGI. “Ini kebijakan yang salah sasaran dan tidak efektif. Itu merupakan sikap AGI sejak awal,” ujar Tito.

Dia menilai, jika pemerintah memang ingin menstabilkan harga gula di tingkat ritel, maka syarat mutlaknya adalah harus menguasai stok dan tidak boleh meminta tolong kepada pedagang.

Pemerintah tidak bisa sekadar mengeluarkan instruksi dan menganggap persoalan segera selesai. Apalagi, gula itu kan pasar bebas, sehingga intervensi pemerintah tidak banyak. Yang aneh lagi, di tengah keterbatasan intervensi itu kebijakan yang dikeluarkan malah mengalami konflik.

“Pemerintah sudah dua kali melakukan intervensi. Pertama, penetapan harga patokan pembelian (HPP) petani. Tapi pada saat yang sama, pemerintah mengeluarkan kebijakan yang melarang harga tinggi. Ini kan terjadi konflik kebijakan,” papar Tito.

Konflik ini yang kemudian dimanfaatkan pedagang dengan menekan harga lelang gula petani, sementara di tingkat ritel harga tetap saja tinggi. “Jadi efek segera bukan ke harga ritel, tapi justru ke harga lelang,” tandasnya.

Dengan kata lain, surat instruksi Mendag itu sudah gagal meminta produsen dan pedagang gula menjadikan harga gula di tingkat konsumen maksimal Rp11.000/kg. Pasalnya, di Jakarta saja, harga gula rata-rata selama Juli 2015 di sejumlah pasar regional sebesar Rp12.787/kg.

“Ini pelajaran berharga buat pemerintah. Jika ingin menstabilkan harga, maka harus menguasai stok. Tidak boleh pemerintah minta tolong ke pedagang. Kalau tidak punya stok, ya sulit menginginkan harga ritel turun,” ujar Tito.

Menurut dia, untuk bisa menjalankan fungsi stabilisasi, pemerintah harus menugaskan BUMN yang memiliki jaringan logistik dan infrastruktur yang luas, sehingga tidak ada alasan saat ditugaskan tak mampu menjalankannya dengan dalih tak punya gudang ataupun tenaga.

“Pemerintah bisa menugaskan Bulog karena mereka punya infrastruktur yang luas. Perintahkan saja Bulog untuk memiliki stok 10% dari produksi gula dalam negeri, sekitar 200.000-300.000 ton. Cukup itu.”

Hanya saja, penugasan pemerintah ke Bulog ini tidak boleh bersifat ad hoc, sementara. Tugas stabilisasi harus permanen. Jika sementara, peran Bulog tidak efektif dan gampang ditaker pedagang. “Pedagang cukup berhitung dan menunggu stok Bulog habis, misalnya 8 bulan, setelah itu pasar digempur kembali,” tandas Tito.

Menurun

Penurunan harga lelang gula petani sendiri memang terjadi. Di Jawa Timur, harga rerata gula kristal putih (GKP) selama Ramadan 2015 tercatat menurun, seiring dengan dimulainya musim giling di pabrik-pabrik gula provinsi ini.

PT Perkebunan Nusantara XI (Persero) melaporkan harga rata-rata GKP di Jatim pada awal Ramadan 2015 ini terhenti pada level Rp11.750/kg. Tetapi, nilai tersebut terus menurun ke level Rp11.650/kg pada pekan terakhir Juli 2015 ini.

“Meskipun demikian, harga tersebut masih di atas harga GKP tahun lalu, yang menembus di bawah Rp10.000/kg,” jelas Sekretaris Perusahaan PTPN XI Agung Yuniarto.

Meski mengalami tren pelemahan harga, GKP di Jatim masih dijual dengan harga lebih tinggi daripada harga patokan petani (HPP) senilai Rp8.900/kg, sebagaimana Peraturan Menteri Perdagangan No.35/2015.

Agung mengungkapkan, penawaran harga pada lelang GKP milik BUMN perkebunan yang berbasis di Surabaya itu mencapai Rp10.250-Rp10.300/kg pada Juni. Sementara itu, harga pada lelang GKP petani pada Juli berkisar Rp9.500-Rp9.900/kg.

“Kondisi tersebut mendekati harapan pemerintah sebagai upaya stabilisasi harga GKP pada Ramadan dan Idul Fitri tahun ini,” jelasnya.

Sesuai dengan surat instruksi mendag No. 490/2015, harga GKP di tingkat konsumen pada puasa dan lebaran maksimal harus Rp11.000/kg, dan untuk operasi pasar maksimal Rp10.800/kg. Terkait hal tersebut, imbuh Agung, PTPN XI telah menggelar oprasi pasar gula di Bandung, Gresik, dan wilayah sekitar masing-masing pabrik gula. Terdapat 300 ton GKP yang dijual senilai Rp10.750/kg dalam operasi pasar itu, sesuai keputusan Pemprov Jatim.

Stok Gula Aman

PTPN XI juga menyatakan stok gula di Jatim sampai akhir 2015 tercatat aman. Dinas Perindustrian dan Perdagangan provinsi tersebut mencatat masih terdapat surplus GKP sebanyak 146.000 ton pada 2015.

Angka tersebut belum termasuk hasil produksi musim giling tahun ini. Di Jatim, musim giling sebagian pabrik gula telah dimulai sejak akhir Mei. Hingga awal Juli, PTPN XI telah memproduksi 57.899 ton.

Adapun, total target produksi PTPN XI tahun ini mencapai 463.110 ton GKP, dengan tebu yang telah digiling berjumlah 935.784,1 ton dari target sebanyak 5.818.195 ton. Penggilingan dijadwalkan selesai pada November.

“Tren penurunan harga di Jatim memang terbentuk dari mekanisme pasar. Di satu sisi, ketersediaan pasokan masih mencukupi, sementara peningkatan permintaan tidak terlalu signifikan meski menjelang hari raya, apalagi sekarang moment Lebaran sudah lewat,” tutur Agung.

Menindaklanjuti imbauan pemerintah untuk menjaga harga eceran tertinggi (HET) gula kristal putih (GKP), Direktur Utama PT Perkebunan Nusantara XI (Persero) juga sudah meminta seluruh unit pabrik gula mengendalikan harga pokoknya dan efisiensi pabrik.

“Pabrik Gula PTPN XI harus bisa menjaga harga pokok masing-masing karena merupakan kunci utama, apapun yang terjadi bila harga pokok di bawah harga jual,” ungkap Dirut PTPN XI Dolly P. Pulungan

“Kita akan memperoleh keuntungan dan berefek kepada kemajuan perusahaan serta kemajuan kesejahteraan stakeholder, khususnya karyawan dan petani,” lanjutnya.

Harga pasar gula Kristal putih (GKP) rata-rata di Jawa Timur di kisaran Rp11.750/kg pada awal Agustus ini. Harga itu cenderung turun hingga rata-rata mencapai Rp11.650/kg. Meskipun demikian, harga tersebut masih di atas harga pada 2014 di bulan yang sama, yakni di bawah Rp10.000/kg. Elsa Fifajanti