Tinggi, Realisasi dan Serapan Anggaran BP2SDM

Sekretaris BP2SDM KLHK, Ir. Amrih Wikan Hartati (berjilbab) saat menghadiri wisuda SMK Kehutanan Manokwari

Serapan anggaran tahun 2017 Badan Penyuluhan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BP2SDM) cukup realistis. Artinya, seluruh program di setiap direktorat (eselon II) berjalan sesuai target. Sampai akhir Mei, serapan badan ini terbesar setelah Inspektur Jenderal (Irjen) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK).

Hal itu dikemukakan Sekretaris BP2SDM, Ir. Amrih Wikan Hartati saat ditanya posisi terakhir serapan BP2SDM. Secara persentase, katanya, serapan anggaran sudah 34% atau terbesar kedua setelah Irjen. Tingginya serapan tersebut menunjukkan seluruh program yang sudah dibuat mampu berjalan sesuai dengan target. Dia optimis, sampai akhir tahun 2017, baik ada atau tidak ada APBN-Perubahan, seluruh program setiap direktorat bakal terealisasi seluruhnya.

Kenyakinan Sekretaris BP2SDM dilandasi dari capaian realisasi akhir Mei 2017, di mana sudah sekitar 34%. Juni (bulan Ramadhan) mungkin sedikit lambat, tapi masuk Juli dan seterusnya, pasti akan digeber sehingga serapan hingga akhir tahun sesuai target.

Wikan memberi contoh program penyediaan bakti rimbawan untuk mendukung kebutuhan tenaga pengelola Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) sebanyak 810 orang — dan khusus untuk tahun 2017 ditambah 210 orang — bakal terpenuhi. Begitu juga dengan peningkatan kompetensi sumber daya manusia (SDM) LHK sebanyak 500 orang. “Pasti tercapai,” tandasnya.

Program lain, seperti peningkatan kapasitas SDM LHK menjadi 3.000 orang serta SDM LHK yang lulus karyasiswa 85 orang, serta peningkatan sarana KHDTK sebanyak 2 unit, juga dipatikan terwujud. “Mengenai perekrutan bakti rimbawan sebanyak 210 orang baru bisa dilaksanakan sekitar Oktober nanti, sementara itu peningkatan pendamping KTH 300 orang kini juga sudah dipersiapkan secara matang,” paparnya.

Ditanya sekitar penyediaan lulusan tenaga teknis SMK Kehutanan milik Kementerian LHK sebanyak 420 orang, Wikan mengatakan sudah terpenuhi. Pasalnya, siswa-siswi SMK Kehutanan untuk tahun 2017 seluruhnya lulus. Dari 5 SMK Kehutanan milik Kementerian LHK semuanya lulus 100%.

Untuk diketahui, Kementerian LHK memiliki 5 SMK Kehutanan. Sekolah yang siswanya digratiskan sejak 2016 dengan sistem boarding school tersebut berada di Kadipaten (Jawa Barat), Pekanbaru (Riau), Makassar (Sulawesi Selatan), Samarinda (Kalimantan Timur) dan Manokwari (Papua Barat). SMK Kehutanan ini deprogram untuk mencetak tenaga trampil, profesional, mandiri, dan berakhlak mulia guna mendukung pembangunan kehutanan serta memiliki daya saing tingkat nasional maupun internasional.

Program lainnya yang ingin dikejar adalah peningkatan kapasitas pelaku utama dan pelaku usaha pemberdayaan masyarakat kelas kelompok tani desa hutan dari pemula ke madya — khususnya bagi kelompok tani hutan (KTH). Adapun mengenai pembentukan koperasi KTH sebanyak 10 unit — yang kini digarap oleh Pusat Penyuluhan — Wikan melihatnya berjalan baik, termasuk jumlah pendampingnya sekitar ratusan orang.

Begitu pula dengan program peningkatan kapasitas masyarakat generasi lingkungan (GL) dan jumlah kader lingkungn hidup (LH), Sekolah Adiwiyata dan Saka Kalpataru dan Saka Wana Bakti, realisasinya lumayan bagus. Hal itu dapat dilihat dari laporan dan serapan anggarannya.

Lulusan didorong jadi enterpreuner 

Sasaran yang ingin dicapai bagi seluruh lulusan Sekolah Menengah Kejuruan Negeri (SMKN) Kehutanan adalah mencetak tenaga trampil di sektor kehutanan. Karena itu, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) kini tengah mempersiapkan kurikulum baru dengan menggandeng Kementerian Pendidikan Nasional.

“Kurikulum SMKN Kehutanan selama ini sesungguhnya sudah bagus,” ungkap Sekretaris BP2SDM, Ir. Amrih Wikan Hartati. Namun, mulai tahun ajaran 2017/2018 akan ditingkatkan lagi. Untuk itu, sebuah tim sudah dibentuk untuk membahas spektrum-spektrum (turunan besar) soal kebutuhan SDM kehutanan ke depannya seperti apa.

Karena itu, dengan kurikulum baru, nantinya akan menjawab SDM seperti apa yang paling dibutuhkan atau produktivitas seperti apa. Setelah terurai, maka kurikulum tersebut bisa dilaksanakan, sehingga sejak di bangku sekolah, para siswa sudah dibekali ketrampilan yang dibutuhkan pada sektor kehutanan.

Untuk melaksanakan kurikulum tersebut, diakui Wikan tidaklah gampang. Apalagi, harus berkoordinasi dengan Diknas dalam penerapan  kurikulumnya. Yang jelas, jika sejak di bangku sekolah parta peserta didik sudah dibekali ketrampilan, maka begitu mempraktikkan di lapangan tidak bingung lagi. Target yang ingin dicapai dengan kurikulum baru adalah SMK Kehutanan harus mampu menciptakan lapangan kerja yang trampil di bidang kehutanan dan turunannya.

Kementerian LHK juga kini tengah mencoba menciptakan inovasi atau peluang-peluang usaha, termasuk menciptakan SDM yang mampu menjadi enterpreuner (wirausaha) dalam tahap trampil.

Wikan memberikan contoh inovasi baru di luar kehutanan, seperti membuat jamur merang. Potensi pasarnya besar, sedangkan cara embuatannya tidak sulit. Modalnya hanya keseriusan, kesungguhan. “Saya lihat teaching factory-nya jamur. Cukup dibuat rumah-rumahan (kumbung) yang sangat  sederhana, dan sudah bisa menghasilkan jamur merang.

Kompetensi

Berbicara masalah lain, yakni soal perencanaan pengembangan SDM, Wikan menjelaskan, di dalam organisasi yang harus diketahui adalah kekuatan SDM-nya. Misalnya kekuatan standar SDM-nya nilainya harus 70, namun sekarang baru 60, maka akan menjadi tugas Pusdik, BDK yang akan melaksanakan.

Menurutnya, sekarang ini aparatur sipil negara (ASN) harus sesuai dengan kompetensinya dan seluruh jabatan harus dipegang oleh orang yang kompeten. Dimulai dengan JPT (jabatan pimpinan tinggi (JPT), madya (eselon I), pratama (eselon II), administratur (eselon III), pengawas (eselon IV). Jadi, secara besarannya, UU ASN dibagi seperti itu. Itu yang struktural. Setelah itu ada lagi fungsional. “Di kehutanan fungsionalnya adalah PEH, Polhut dan Penyuluh ketika naik jenjang mestinya juga ikut uji kompetensi.”

“Sekarang sudah kompeten dari tiga tahun lalu kita lakukan. JPT juga kita sudah seleksi. Jadi, kita sudah punya standar kompetensi di bidang aparatur. Nah yang nonaparatur lebih banyak lagi. Itu sudah dihasilkan oleh Pusrenbang banyak sekali. Standar kompetensi itu misalnya untuk tenaga teknis, standar penyusun amdal ada, auditor lingkungan ada,” ujar Wikan.

Begitu juga dengan pengambil sampel air. Kemarin, kata Wikan, standar pengendali kebakaran hutan juga sudah disusun. Di bidang kayu juga sudah ada.

Apakah kompetensi ini terkait remunerasi? “Sebetulnya gini. Menteri PAN dan Reformasi Birokrasi (RB) kan mendorong, yang mendapat kinerja banyak, itu pertama tak hanya SDM, tapi mulai dari perubahan manajemen, penataan organisasi, manajemen SDM, akuntabilitas, pengawasan, perencanaan. Jadi, ada 8 area perubahan yang dinilai Men-PAN RB itu terkait dengan bagaimana kita diberi nilai kinerja tinggi atau tidak,” urai Wikan.

Saat ini, nilai yanga ada masih 61%, dan itu sebabnya terus diperbaiki dan sedang dalam proses menuju ke 70%. “Mudah-mudahan kita bisa. Karena kita sudah mengetahui beberapa syarat yang layak kita naikkan, terutama manajemen SDM yang sudah kita penuhi, terutama standar-standar sudah ada. Kinerja dalam proses, kemudian bisnis proses sedang kita susun,” paparnya.

Menurutnya, Kementerian PAN RB juga sudah menginformasi agar segera dilakukan penilaian mandiri. “Kita sudah mengajukan, hingga nantinya penilaian MenPAN sesuai harapan kita. Paling tidak dapat 70% hingga tunjangan kinerja bisa naik.

Menurut Wikan, BP2SDM tidak sekadar melayani karyawan di bawah badan itu saja. Apalagi, SDM itu juga tidak hanya aparatur. “Menjadi kewajiban kementerian itu menangani SDM di bidang itu. Misalnya di bidang kehutanan dan lingkungan. Yang namanya masyarakat peduli api itu bukan ASN. Begitu juga kader konservasi, tenaga teknis kehutanan, pengedali kebakaran hutan, mitra polri. Itu semua bukan aparatur,” katanya.

Begitu pula penyusun Amdal, masyarakat peduli sungai, bank sampah. Itu semua memiliki kontribusi pada pembangunan LHK yang sangat besar. “Kalau tidak menjadi tanggung jawab kita, salah dong Pak. Makanya, kita sudah punya hasil renbang dulu yang mengukur nonaparatur. Sudah dilakukan, Jadi tinggal bagiamana eselon I sebagai pembinanya tadi. Misalnya masyarakat peduli api. Itu kan tanggung jawabnya PPI karena pengendalian kebakaran ada di PPI.”

Menurut Wikan, tanggangung jawab PPI adalah membesarkan mereka. Jika awalnya nilai mereka mungkin baru 50%-60%, maka untuk membuat jadi 80% adalah tanggung jawab PPI untuk tingkatkan kapasitas itu. “Misalnya melakukan pelatihan-pelatihan apa yang masih dinilai kurang. Itu gambarannya,” ujarnya, seraya menambahkan yang melatih adalah masing-masing eselon I.

Hal itu terjadi karena keterbatasan anggaran yang dimiliki BP2SDM. “Jadi kita harus sharing. Kalau tidak, ya tidak jalan. Ini yang harus dicatat. Semua yang berat itu kalau ditanggung bersama jadi enteng. Katakanlah, mereka bayarin makan dan minumnya di BDK, kita sediakan widya iswara, karena tempat kan tidak bayar. Kalau tidak, tak mungkin terjadi peningkatan kapasitas,” kata Wikan menutup penjelasannya. AI