Tata ruang daratan yang didefinisikan sebagai kegiatan membagi-bagi lahan untuk berbagai kepentingan menurut rimbawan senior ahli planologi kehutanan, Dr. Transtoto Handadhari, adalah tidak tepat bahkan bisa menyesatkan.
“Tata ruang disusun untuk misi penyelamatan daratan dari ancaman bencana lingkungan seperti khususnya banjir, erosi, kekeringan dan tanah longsor”, tegas Transtoto, yang juga mantan Direktur Utama Perum Perhutani 2005-2008, Senin 16 Mei 2022.
“Permasalahannya apakah tata ruang yang telah sah dan berlaku itu telah benar dalam proses penyusunannya, serta sahih secara keilmuan dan kecenderungan perlakuan lahan?,” tambah rimbawan yang 15 tahun menekuni praktik perencanaan hutan itu.
Seperti diketahui penyusunan tata ruang di Indonesia sampai saat ini masih didasarkan pada SK Menteri Pertanian Nomor 837 tahun 1980, saat tehnologi masih manual dan sangat sederhana.
Perkembangan tehnologi dan pemanfaatan lahan yang sekarang telah berkembang pesat selayaknya menurut Transtoto harus juga mengikutinya.
“Sehingga sangat mungkin Rencana Tata Ruang Wilayah baik di tingkat propinsi ataupun kabupaten/kota (RTRWP/K) sebagian besar akan berubah.
Jawa yang antara lain berbukit dan bergunung dengan curah hujan rata-rata tinggi jenis tanahnya kebanyakan remah (grumusol) serta penduduknya padat akan rentan bencana. Peran hutan Perhutani, tetutama hutan lindung, jadi sangat penting,” jelasnya.
“Mengingat lembaga yang bertanggung jawab tentang pelestarian ekosistem adalah kehutanan, pemerintah selayaknya menunjuk lembaga kehutanan sebagai leading sector penyusunan tata ruang, bukan lembaga lainnya seperti selama ini”, pungkas Transtoto mengaitkannya dengan fakta-fakta negatif pelaksanaan program KHDPK (Kawasan Hutan dengan Pengelolaan Khusus) yang sedang heboh karena hilangnya hampir 500 ribu hektare hutan lindung di Perhutani. *** AI