Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) boleh saja mengeluh begitu sulit menarik perbankan untuk masuk membiayai bisnis di sektor kehutanan, terutama penanaman. Namun, saat diberi peluang mengelola dana pinjaman bergulir senilai Rp2 triliun lebih melalui Pusat Pembiayaan Pembangunan Hutan (P3H), penyaluran dana ternyata juga seret. Lalu, buat apa dana yang berasal dari Dana Reboisasi (DR) itu dipendam?
Inilah realita pahit yang terjadi. Kehadiran P3H sebagai badan layanan umum (BLU) untuk melayani penyaluran, pengembalian dan penagihan dana pinjaman kepada kelompok tani hutan, koperasi, BUMN/BUMD dan swasta seolah “ada dan tiada”. Bayangkan, selama delapan tahun sejak dibentuk lewat keputusan bersama Menteri Kehutanan dan Menteri Keuangan tahun 2007, “modal” Rp2,014 triliun yang ditransfer Kemenkeu ke rekening P3H hanya sanggup disalurkan sekitar 7,5% atau Rp150 miliar. Dari jumlah itu, yang sudah direalisasikan secara bertahap baru Rp80 miliar.
Mengapa begitu seret? Prinsip kehati-hatian, rupanya. “Kami ingin dana tersebut benar-benar tersalur ke pelakunya, lahannya benar-benar bisa ditanam. Jangan sampai dana yang disalurkan macet,” kata Kepala Bagian Keuangan dan Umum P3H, Agustinus Untoro Wisnu. Apalagi, ini merupakan dana bergulir, bukan hibah.
Yang jadi soal, dari akad kredit yang telah disetujui, semuanya untuk pengembangan hutan rakyat dan hutan tanaman rakyat. Bagaimana dengan entitas bisnis BUMN/BUMD atau swasta yang secara kelayakan biasanya lebih tinggi? Nol. Bahkan, PT Inhutani III yang pernah mengajukan pembiayaan pembangunan hutan karet seluas 6.000 hektare sejak dua tahun silam, sampai kini hanya bia menunggu, tak ada persetujuan.
“Informasinya karena BLU kehutanan belum memiliki perhitungan standar biaya untuk pembangunan hutan karet,” kata Direktur Utama Inhutani III, Bambang Widyantoro, Jumat (7/8/2015).
Kondisi ini tak luput dari sorotan Menteri LHK Siti Nurbaya. Dia melihat masalah seretnya pinjaman bukan semata-mata soal kelayakan, tapi banyak hal lain. “Ini yang sedang kami benahi,” kata Menteri Siti. Itu sebabnya, dia sudah memerintahkan Sekjen Kementerian LHK, Bambang Hendroyono untuk membenahi BLU Kehutanan, termasuk dewan pengawasnya. “Nanti akan saya cek lagi rencana kerja tahunan dan strategi bisnisnya,” kata dia.
Ya, sudah saatnya Kementerian LHK memanfaatkan dana yang ada secara optimal, bukan membiarkan mengendap tanpa manfaat. Jika tidak, pengamat kehutanan Togu Manurung menilai lebih baik dana itu ditarik lagi, “Digunakan untuk kepentingan lain yang mendesak. AI