
Oleh: Ali Djajono (Perencana Madya, Pada Direktorat Jenderal Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan, Kementerian LHK)
Kebutuhan akan lahan yang sangat tinggi baik untuk pembangunan maupun kebutuhan masyarakat untuk pemukiman dan usaha, mengakibatkan terjadinya banyak penggunaan lahan dalam kawasan hutan baik secara legal maupun ilegal. Dalam rangka mengatasi permasalahan tersebut, Pemerintah telah menyiapkan kebijakan khusus, bahkan menjadi salah satu Nawacita Presiden dalam Pemerintahan Indonesia periode 2015-2019, yaitu Tanah Obyek Reforma Agraria (TORA). Khusus TORA yang berada dalam kawasan hutan dituangkan dalam Perpres 88 tahun 2017 tentang Penyelesaian Penguasaan Tanah dalam Kawasan Hutan (PPTKH).
Penguasaan tanah dalam kawasan hutan (PTKH) pada dasarnya merupakan suatu bentuk keterlanjuran yang bertambah luas dari waktu ke waktu. Volume pekerjaan yang akan diselesaikan juga meliputi areal yang sangat luas. Salah satu penyebab sulitnya penyelesaian persoalan tersebut adalah belum adanya regulasi dengan tingkat di atas Keputusan Menteri yang mengatur penyelesaian PTKH.
Sebagaimana diketahui kawasan hutan telah dibagi habis dalam wilayah-wilayah Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH), baik KPH Konservasi (KPHK), KPH Lindung (KPHL), dan KPH Produksi (KPHP) yang dikelola oleh suatu lembaga tersendiri. Dengan demikian permasalahan lahan dalam kawasan hutan tidak dapat dilepaskan dengan wilayah KPH dan institusi pengelolanya, termasuk dalam penerapan PPTKH tersebut.
Lembaga KPH sendiri dalam menjalankan pengelolaan hutan yang telah dimandatkan pada dasarnya wajib mengetahui secara detail potensi dan permasalahan kawasan hutan (termasuk PTKH) yang dipangkunya. Informasi-informasi atas potensi dan permasalahan tersebut sangat diperlukan dalam menentukan arah pengelolaan hutan di wilayahnya yang selanjutnya dituangkan dalam Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP). Sejalan dengan kebijakan PPTKH maka informasi-informasi khususnya terkait dengan PTKH yang dipunyai oleh Lembaga KPH sangat relevan untuk membantu tugas-tugas menyelesaikan PTKH.
Jadi, baik ada kebijakan PPTKH maupun tidak, pada dasarnya bagi KPH informasi PTKH sangat penting dan diperlukan. Oleh karena itu KPH dituntut untuk bisa memperoleh informasi-informasi tersebut. Kemajuan teknologi penginderaan jauh dan Sistem Informasi Geografis (SIG) serta kemajuan aplikasi pemetaan sederhana terintegrasi dalam Handphone (HP), diharapkan dapat membantu para pengelola KPH mencari dan mendapatkan informasi-informasi tersebut.
Identifikasi PTKH, tidak dapat dilepaskan dari pentingnya mengetahui peraturan perundang-undangan yang mengatur kawasan hutan, urgensi keperluan melakukan identifikasi PTKH, dan cara yang efektif untuk memperoleh informasi tersebut. Tulisan ini akan menguraikan hal-hal penting tersebut.
Pengaturan Kawasan Hutan
Undang-undang (UU) Nomor 41 tahun 1999 tentang Kehutanan, telah memandatkan untuk dilakukan pangaturan kawasan hutan melalui Perencanaan Kehutanan. Atas mandat ini, Pemerintah cq Kementerian LHK (khususnya Ditjen Planologi Kehuutanan dan Tata Lingkungan) menangani perencanaan kehutanan. Mandat tersebut diperkuat dalam UU No 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Atas mandat tersebut telah ditetapkan Peraturan Pemerintah (PP) dan Peraturan Menteri untuk menjabarkan secara lebih detail mandat-mandat tersebut.
Dalam perkembangannya pengaturan tersebut tidak mampu menangani permasalahan dalam kawasan hutan khususnya terhadap PTKH.
Secara khusus Pemerintah telah menetapkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 88 tahun 2017 tentang Penyelesaian PTKH, yang telah dijabarkan dalam Peraturan Menteri Koordinasi dan Peraturan Menteri (lihat Matrik).
Urgensi Identifikasi PTKH
Penguasaan tanah dalam kawasan hutan bentuknya sangat beragam dan selama ini penyelesaiannya tidak pernah utuh, lebih ditangani secara kasus per kasus. Sejalan dengan Kebijakan Pemerintah dalam TORA dan sekaligus sebagai jalan keluar penyelesaian permasalahan dalam kawasan hutan khususnya PTKH, Pemerintah mengeluarkan Perpres 88 tahun 2017. Secara umum Perpres tersebut mengatur antara lain: Jenis penguasaan dan pemanfaatan tanah dalam kawasan hutan, Pola penyelesaian, Tim yang menangani Percepatan PPTKH, Prosedur, Integrasi dalam Tata Ruang.
Mengingat bahwa semua kawasan hutan terbagi habis dalam Wilayah-wilayah Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) dan setiap wilayah KPH ada pengelolanya, maka segala sesuatu yang terkait dengan kawasan hutan (termasuk permasalahannya) Pengelola KPH harus mengetahui dan menjadi bagian dari proses penanganannya. Demikian juga dalam proses Penyelesaian PTKH (PPTKH) sebagaimana diamanatkan oleh Pemerintah. Dalam pengaturan terkait TORA Pengelola KPH menjadi bagian penting dari salah satu Tim Penyelesaian PTKH (walaupun hanya sebagai anggota). Mengingat sesuai UU 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah bahwa semua kewenangan perencanaan kehutanan (termasuk terkait dengan kawasan hutan, pengukuhan maupun perubahannya) menjadi kewenangan Pemerintah Pusat, maka kewenangan penuh Penyelesaian PTKH banyak melibatkan institusi Pusat. Keberadaan KPH menjadi penting saat Tim melakukan invenratisasi dan verifikasi lapangan terhadap obyek TORA, karena sebagai pengelola tapak sudah sepatutnya KPH lebih dulu dan lebih paham dalam pengenalan permasalahan PTKH di wilayahnya.
Pada dasarnya Pengelola KPH harus mengetahui dengan detail segala potensi, kondisi, permasalahan dalam wilayahnya. Oleh karena terkait dengan permasalahan dalam kawasan hutan, baik ada kebijakan TORA maupun tidak, para Pengelola KPH harus bisa mengetahui dan memetakan kondisi dan permasalahan penguasaan tanah dalam kawasan hutan yang berada di wilayahnya. Kebijakan TORA menjadi salah satu pendorong untuk para Pengelola KPH melakukan identifikasi PTKH dalam wilayahnya.
Pengelola KPH dalam konteks Penyelesaian PTKH menjadi anggota Tim Inventarisasi dan Verifikasi Penguasaan Tanah dalam Kawasan Hutan (Inver PTKH), dalam hal ini KPH sangat diperlukan untuk membantu Tim dalam memastikan lahan atau tanah dalam kawasan hutan yang diajukan untuk ditindaklanjuti penyelesaiannya.
Identifikasi PTKH Melalui Cara Efektif dan Murah
Pelaksanaan identifikasi PTKH secara efektif dan murah sangat diperlukan, megingat keterbatasan sumber daya yang tersedia. Cara tersebut dapat ditempuh melalui antara lain:
- Identifikasi PTKH dapat dimulai dengan mengoptimalkan secara paralel kegiatan-kegiatan lapangan yang dilakukan oleh pengelola KPH (patroli, inventarisasi, rehabilitasi dll).
- Penggunaan Citra Satelit yang tersedia untuk mengenal potensi-potensi PTKH
- Data/informasi indikatif awal perlu dilakukan pemetaan secara sederhana dengan memanfaatkan teknologi murah yang tersedia. Salah satunya adalah pemanfaatan “Smartphone” berbasis Android dengan menggunakan aplikasi-aplikasi pemetaan yang tersedia.
- Analisa ringkas dan pencatatan data informasi identifikasi PTKH dengan memuat al: Jenis Pemanfaatan tanah, Pihak-pihak pengguna tanah, Perkiraan luas lahan berdasarkan hasil perhitungan, Perkiraan waktu penguasaan tanah (informasi bisa diperoleh dari: masyarakat, seri penafsiran citra satelit, informasi relevan lainnya).
Ketersediaan informasi PTKH yang telah teridentifikasi di wilayah KPH sangat membantu banyak pihak dalam pengambilan kebijakan dan perencanaan, baik itu oleh KPH maupun oleh stakeholder kehutanan lainnya (KLHK, Dinas Provinsi yang menangani Kehutanan, swasta kehutanan, masyarakat sekitar hutan dll) serta stakeholder diluar kehutanan (Kemendes, Pemda Prov/Kab/Kota, Swasta dll).
Matrik Pengaturan Kawasan Hutan
No. | Peraturan Perundangan | URAIAN |
1. | UU no. 41 tahun 1999 tentang Kehutanan | – Mengatur penentuan fungsi kawasan hutan (Kawasan Konservasi, Hutan Lindung dan Hutan Produksi)
– Mengatur mandat Pengurusan Hutan yang memuat: Perencanaan Kehutanan, Pengelolaan Hutan, Penelitian dan Pengembangan Kehutanan, Pendidikan Pelatihan, Pengawasan. – Pengaturan Perencanaan Kehutanan yang meliputi: Inventarisasi Hutan, Pengukuhan Kawasan Hutan, Penatagunaan Kawasan Hutan, Pembentukan Wilayah Pengelolaan Hutan, Penyusunan Rencana Kehutanan. – Pengaturan bahwa perubahan peruntukan dan fungsi kawasan hutan hutan melalui harus memalui Tim Terpadu. Serta yang bersifat Startegis, Berdampak penting, dan Cakupan luas harus melalui persetujuan DPR. |
2. | PP No. 44 tentang Perencanaan Kehutanan. | – Pengaturan lebih detail tentang Perencanaan Kehutanan yang memuat : Inventarisasi Hutan, Pengukuhan Kawasan Hutan, Penatagunaan Kawasan Hutan, Pembentukan Wilayah Pengelolaan Hutan, Penyusunan Rencana Kehutanan.
– Pengaturan ringkas pengukuhan kawasan hutan yang meliputi: Penunjukan kawasn hutan, Penataan batas kawasan hutan, Pemetaan kawasan hutan, Penetapan batas kawasan hutan. |
3. | PP No. 104 tahun 2015 tentang Tata Cara Perubahan Peruntukan dan Fungsi Kawasan Hutan. | – Pengaturan terkait perubahan peruntukan dan fungsi kawasan hutan yang meliputi: Pelepasan Kawasan hutan, Tukar Menukar Kawasan Hutan, Perubahan Fungsi Kawasan Hutan.
– Pengaturan lebih rinci prosedur perubahan peruntukan dan fungsi kawasan hutan. – Pengaturan lebih rinci tentang Tim Terpadu. |
4. | Perpres 88 tahun 2017 tentang Penyelesaian penguasaan Tanah Dalam Kawasan Hutan | – Pengaturan khusus untuk melakukan langkah percepatan Program Pemerintah yaitu Tanah Obyek Reforma Agraria (TORA), yang berada dalam kawasan hutan dengan nama Penyelesaian Penguasaan Tanah dalam Kawasan Hutan (PPTKH).
– Memuat: Jenis penguasaan dan pemanfaatan tanah dalam kawasan hutan, Pola penyelesaian, Tim yang menangani Percepatan PPTKH, Prosedur, Integrasi dalam Tata Ruang. – Ringkasan Perpres pada lampiran 2. |
5. | Permenhut No. P.36/Menhut-II/2010 tentang Tim Terpadu Dalam Rangka Penelitian Perubahan Peruntukan dan Fungsi Kawasan Hutan | – Pengaturan lebih detail tentang Tim Terpadu sebagai mandat UU dan PP
– Ruang lingkup: a. keanggotaan, tugas Tim Terpadu dan Tim Tukar Menukar Kawasan Hutan dalam rangka penelitian perubahan peruntukan kawasan hutan secara parsial melalui tukar menukar kawasan hutan; b. keanggotaan dan tugas Tim Terpadu dalam rangka penelitian perubahan fungsi kawasan hutan secara parsial; dan c. keanggotaan, tugas dan pelaksanaan Tim Terpadu dalam rangka penelitian perubahan peruntukan dan fungsi kawasan hutan untuk wilayah provinsi. |
6. | – Permenhut No. P.32/Menhut-II/2010 tentang Tukan Menukar Kawasan Hutan.
– Permenhut No. P.41/Menhut-II/2012 tentang Perubahan atas Permenhut P.32/Menhut-II/2010 tentang Tukar Menukar Kawasan Hutan. |
– Pengaturan lebih detail tentang Tukar Menukar Kawasan Hhutan sebagai mandat dari UU dan PP
– Ruang Lingkup: Kriteria-kriteria Kawasan Hutan yang boleh dilakukan tukar menukar, Jenis aktivitas penggunaan lahan dalam kawasan hutan yang bisa dilakukan tukar menukar, Prosedur Tukar Menukar kawasan hutan, Kewajiban-kewajiban yang harus dipenuhi oleh pemohon tukar menukar kawasan hutan dan ketentuan sanksinya, serta Monitring an evaluasinya. . |
7. | Permen Kehutanan No. P.44/Menhut-II/20112 tentang Pengukuhan Kawasan Hutan | – Pengaturan lebih detail terkait pengukuhan kawasan hutan sebagai mandat UU dan PP.
– Ruang lingkup: Tahapan, Pelaksana, Tata cara pelaksanaan, Ketentuan administrasi dan aspek hukum kawasan hutan. |
8. | Permen LHK No. P 51/Menlhk/Setjen/Kum-1/6/2016 tentang Tata Cara Pelepasan Kawasan HPK. | – Pengaturan perubahan peruntukan kawasan hutan, selain Tukar Menukar Kawasan Hutan.
– Pelepasan kawasan hutan hanya bisa dilakukan pada Hutan Produksi yang dapat dikonveri (HPK). – Ruang lingkup: Kriteria pelepasan kawasan hutan, Jenis dan aktivitas penggunaan lahan yang bisa dilakukan pelepasan kawasan hutan, Tata cara, kewajiban-kewajiban yang harus dipenuhi pemohon, sanksi dan monitoring.evaluasi . |
9. | Pemenko Bidang Perekonomian No. 3 tahun 2018 tentang Pedoman Pelaksanaan Tugas Tim Inventarisasi dan Verifikasi PTKH | – Pengaturan lebih detail dari Tugas Tim Inver PTKH.
– Ruang lingkup: Tim Inver PTKH, Pendaftaran Permohonan Inver PTKH, Pelaksanaan Inver PTKH, Rekomendasi Penyelesaian PTKH, Penetapan Pola Penyelesaian PTKH, Form kelengkapan Inver PTKH. – Pengaturan kewajiban dan tanggung jawab setiap Kementerian/Lembaga/ Pemda yang terlibat dalam Penyelesaian PTKH. |
10. | Permen LHK No. 17 tahun 2018
Tata cara pelepasan kawasan hutan dan perubahan batas kawasan hutan untuk sumber tanah obyek reforma agrarian |
– Pengaturan specifik untuk untuk mendukung program TORA yang ada dalam kawasan hutan.
– Ruang lingkup: Kriteria kawasan hutan untuk TORA; Subyek Penerima TORA; Prosedur/tata cara; Pembinaan, pengendalian dan pengawasan. |