Musibah asap akibat kebakaran hutan dan lahan (karhutla) akhirnya menyeret raksasa pulp dan kertas Sinar Mas Grup (SMG). Kabut asap yang mencemari banyak kota dan bahkan sampai ke negara jiran, ternyata banyak dipasok dari kawasan Ogan Komering Ilir (OKI), Sumatera Selatan. Di kawasan ini, sejumlah hutan tanaman industri (HTI) sedang dibangun untuk memasok rencana besar Sinar Mas membangun Ogan Komering Ilir (OKI) Pulp and Paper Mills. Apa tindakan pemerintah?
Kepala Pusat Data, Informasi, dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Sutopo Purwo Nugroho mengungkapkan dahsyatnya kebakaran hutan dan lahan (karhutla) saat ini. Bencana alam? Bukan, ternyata. “99% dibakar! Ada yang di lahan tani masyarakat, kebun masyarakat, kebun korporasi, maupun HTI,” katanya, Jumat (9/10/2015).
Dari data BNPB, yang dicuitkan Sutopo di akun twitter-nya, sebaran hotspot di Sumatera selama 1-30 September 2015 sesuai peruntukan lahannya adalah HTI (44%), kebun sawit (4%), HPH (2%) dan di luar konsesi (50%). Berdasarkan data satelit, maraknya hotspot di lahan HTI itu berasal dari kabupaten OKI. Selama 26 September sampai 3 Oktober, titik panas di OKI mencapai 872 atau 15 kali lipat lebih dari titik panas yang terpantau di Musi Banyu Asin di posisi kedua.
Pada periode itu, hotspot muncul di areal konsesi PT Bumi Andalas Permai 1 dan 2, PT Bumi Mekar Hijau 5, 3 dan 4, PT Sebangun Bumi Andalas Wood Industries, PT Rimba Hutani Mas 5. Sutopo menolak ketika ditanya apakah HTI itu milik Sinar Mas yang akan jadi tulang punggung OKI Pulp dan minta mengkonfirmasi langsung ke Kementerian LHK.
Sejauh ini, memang tidak ada penjelaan resmi dari pihak Kementerian LHK. Namun, Badan Lingkungan Hidup Nasional (NEA) Singapura sudah meminta informasi kepada Asia Pulp & Paper Company Ltd. di Singapura — berdasarkan UU Pencemaran Asap Lintas Batas (THPA) — soal anak usahanya di Singapura dan Indonesia, serta langkah-langkah pemasoknya di Indonesia. Dengan UU yang disahkan tahun lalu ini, Singapura bisa menuntut ganti rugi kepada individu ataupun perusahaan yang mengekspor asap ke negeri pulau tersebut.
Namun, dari data Rencana dan Realisasi Pemenuhan Bahan Baku Industri (RPBBI) yang diperoleh Agro Indonesia, nama HTI yang dirilis BNPB ternyata terkait langsung dengan Indah Kiat Pulp & Paper (IKPP) dan Lontar Papyrus Pulp & Paper Industry (LPPPI) — dua listed company yang jadi anak usaha Asia Pulp & Paper (APP). Meski tidak disebut sebagai anak usaha, namun keempat perusahaan HTI tersebut adalah pemasok bahan baku kayu IKPP dan LPPPI.
Jika data sudah jelas, bagaimana sikap dan tindakan pemerintah? Beranikah pemerintah menjatuhkan sanksi? Jangan sampai menunggu hujan hingga kasus ini kembali menguap. Kabar yang beredar, perusahaan sebetulnya sudah “menyerah” dan menyiapkan orang tertentu di perusahaan untuk bertanggung jawab alias jadi korban untuk menutup kasus. Benarkah? AI