Alih fungsi lahan tak bisa dihindari akibat perkembangan industri maupun pertumbuhan populasi manusia. Namun, di sisi lain, pemenuhan pangan harus tetap dilakukan di lahan pertanian. Itu sebabnya, Kementerian Pertanian (Kementan) mendorong pemerintah daerah (Pemda) mengeluarkan regulasi Perlindungan Lahan Pertanian.
Hal itu yang dilakukan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Sukabumi, Jawa Barat. Pihak Pemkab Sukabumi telah menerbitkan Perda (Peraturan Daerah) Nomor 8 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Lahan Pangan Berkelanjutan. Dan dalam waktu dekat, Pemkab Banjar, Kalimantan Selatan juga melakukan langkah yang sama.
Direktur Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian (PSP), Kementan, Sarwo Edhy mengungkapkan, pemerintah pusat juga tengah berupaya melindungi lahan pertanian yang masih ada dengan menyiapkan rencana pemberian insentif bagi petani yang mempertahankan sawahnya.
“Luas lahan baku sawah setiap tahunnya menyusut sekitar 120.000 hektare (ha). Meskipun kami sudah melakukan upaya cetak sawah di lahan baru, tapi tidak bisa serta-merta menjawab kebutuhan lahan yang selama ini menyusut,” ujar Sarwo Edhy saat meninjau pembangunan pertanian di Pemkab Banjar, Selasa (9/4/2019).
Kementan mengapresiasi Kabupaten Banjar, Kalimantan Selatan yang akan mengeluarkan peraturan alih fungsi lahan. Hal ini salah satu jalan untuk memenuhi kebutuhan pangan, yakni dengan dilakukan intensifikasi untuk meningkatkan produktivitas dan indeks pertanaman.
Diharapkan, berbagai perlindungan untuk mempertahankan lahan juga dilakukan oleh daerah yang peduli mengenai isu alih fungsi lahan tersebut dengan menerbitkan Peraturan Daerah setingkat Bupati.
“Pemerintah Daerah harus memiliki komitmen yang sama untuk bisa mempertahankan daerah yang tingkat kesuburannya tinggi,” ujarnya.
Konsistensi dan komitmen
Sarwo Edhy mengatakan, sekarang ini yang dibutuhkan itu adalah konsistensi dan komitmen para pemangku kepentingan, terutama Pemerintah Daerah untuk menerapkan dengan baik dan benar (law enforcement) tentang aturan yang ada.
Dia menyebutkan, sudah ada UU No.41/2009 tentang Pelindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan serta Peraturan Pemerintah (PP) No. 1 tahun 2011 tentang Penetapan dan Alih Fungsi Lahan Pertanian Berkelanjutan.
Selain itu, ada PP No. 12/2012 tentang Insentif, PP No. 21/2012 tentang Sistem Informasi Lahan Pertanian Berkelanjutan. UU No. 26/2007 tentang Penataan Ruang berserta PP-nya. “Aturan untuk menahan laju konversi lahan pertanian sudah ada, tinggal dijalankan dengan baik dan benar,” katanya.
Kindai Limpuar
Pemkab Banjar berkomitmen untuk mempertahankan Kabupaten Banjar sebagai lumbung beras atau Kindai Limpuar. Upaya mempertahankan kindai limpuar ini, dilakukan dengan menetapkan kawasan lahan pertanian pangan berkelanjutan dalam revisi RTRW Kabupaten Banjar yang diproyeksikan seluas 21.651 ha yang tersebar di 11 Kecamatan.
Kepala Dinas PUPR Banjar, M Hilman mengatakan, 11 kecamatan itu adalah Kecamatan Gambut, Kertakhanyar, Sungaitabuk, Martapurabarat, Beruntungbaru, Tatahmakmur, Martapurakota, Aluhaluh, Kecamatan Karangintan, Astambul dan Martapuratimur.
Oleh sebab itulah, sebelum disahkan menjari revisi Perda RTRW Kabupaten Banjar, pihaknya menggelar Konsultasi Publik dengan mengundang pihak terkait di aula Bakarat Pemkab Banjar, Senin (8/4/2019).
Konsultasi Publik itu terkait dengan penetapan kawasan untuk pertanian pangan berkelanjutan, di mana terdapat lahan pertanian berkelanjutan dan cadangan pangan berkelanjutan.
“Jelas untuk menjaga ketahanan pangan daerah sampai nasional, maka perlu menetapkan lahan-lahan tersebut pada revisi RTRW Kabupaten Banjar yang saat ini masih proses dilegalisasikan, dan salah satu persyaratan dari Kementerian ATR/BPN harus ditetapkan kawasan untuk pertanian pangan berkelanjutan,” katanya.
Hilman mengatakan, pihaknya mengundang stakeholder terkait untuk menjaga ketahan pangan, mulai dari hitung-hitungan analisis pola ruang pemanfaatan ke depannya. Terlebih nantinya Kabupaten Banjar akan mendapatkan bantuan infrastruktur dasar terkait irigasi kawasan lahan pertanian berkelanjutan.
“Sehingga daerah atau kawasan-kawasan yang melewati irigasi ditetapkan sebagai kawasan lahan pertanian berkelanjutan. Ada sebelah kecamatan, lainnya adalah daerah cadangan,” imbuh Hilman.
Dalam pola-pola RTRW nantinya dibagi lagi berdasarkan analisa-analisa pembangunan, membagi pola sektor budidaya, sektor kawasan lindung. Disebutkan Hilman, seperti di wilayah Kabupaten Banjar, ada kawasan hutan lindung.
Sekda Banjar, H Nasrun Syah mengatakan, sudah jelas dan tegas bahwa Kabupaten Banjar tetap mempertahankan sebagai wilayah penyangga pangan. Kabupaten Banjar menjadi Kindai Limpuar. Melalui Revisi Rencana Tata Ruang inilah upaya mempertahankan lahan abadi.
“Melalui Konsultasi Publik ini, maka didiskusikan juga pertumbuhan penduduk yang memerlukan bangunan, sehingga perlu penataan lagi. Ada semacam pengetatan khusus, jika memang lahan pertanian untuk mengakomodir seiring pertumbuhan penduduk untuk dibangun perumahan, misalnya tidak menjual rumahnya,” katanya.
Kepala Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura Kabupaten Banjar, M Fachry menambahkan, selama ini alih fungsi lahan sulit dikendalikan sebagai dampak perkembangan pembangunan dan peradaban, seiring jumlah penduduk semakin bertambah.
Salah satu upaya mengimbanginya adalah dengan mengintensifkan dan peningkatan indeks pertanaman dari satu kali tanam menjadi dua kali tanam dalam setahun, untuk meningkatkan produktivitas dan produksi.
Pada Konsultasi Publik tersebut hadir Ketua DPD REI Kalsel, Royzani Sjachril, Kepala BPN Kabupaten Banjar, Amran Simatupang, serta dari PUPR Provinsi Kalsel, turut hadir para Camat di Kabupaten Banjar. PSP