Kinerja Ekspor Mebel dan Kerajinan Melesat

Di tengah situasi pandemi Covid-19 yang masih melanda dunia, sektor industri mebel dan kerajinan nasional masih menunjukan pertumbuhan yang cukup baik. Bahkan, memasuki enam bulan pertama di tahun 2021 permintaan ekspor mengalami lonjakan yang signifikan.

“Melihat data semester pertama tahun ini, kami optimis di tahun 2021 pertumbuhan ekspor industri mebel dan kerajinan bisa mencapai angka di atas 8 persen,” kata Ketua Presidium Himpunan Industri Mebel dan Kerajinan Indonesia (HIMKI) Abdul Sobur, di Jakarta, Selasa (03/08/2021).

Menurut data HIMKI, pada semester I tahun 2021, ekspor mebel dan kerajinan meningkat signifikan yakni 35,41% (yoy) dimana dari kenaikan tersebut kelompok produk mebel mengalami kenaikan 39,98% dan kelompok produk kerajinan naik 24,87%.

Amerika Serikat (AS) masih menjadi negara tujuan ekspor terbesar dengan berkontribusi sebesar 50,2% diikuti oleh Jepang, Belanda dan Jerman yakni 7,4%, 5,3% dan 4,3%.  Sementera Belgia, Australia dan Inggris berkontribusi sebesar 3,9%, 3,6% dan 3,3%.

Begitu juga dengan ekspor kerajinan, AS masih menjadi negara tujuan ekspor terbesar dengan menyumbang 44,4% dari total ekspor produk kerajinan, diikuti oleh Malaysia 12,6%, Jepang 7,8% dan Belanda 3,7%

Menurut Sobur,  naiknya permintaan dari Amerika Serikat (AS) merupakan pengaruh positif dari kebijakan stimulus fiskal yang signifikan di AS. Langkah pemerintah AS ini meningkatkan pendapatan rumah tangga dan mendukung pengeluaran yang berkelanjutan untuk semua barang, termasuk impor.

“Selain itu adanya kekurangan pasokan furniture dari Tiongkok dampak trade war kedua negara memaksa AS melakukan shifting order ke negara di luar Tiongkok antara lain Vietnam, Meksiko, Kanada, Malaysia, Taiwan dan Indonesia,” paparnya.

Walaupun naik, namun sayangnya,  lonjakan permintaan pasar belum dapat dimanfaatkan secara optimal oleh Indonesia akibat masih banyaknya permasalahan yang dihadapi oleh pelaku industri mebel dan kerajinan tanah air

Permasalahan yang dihadapi itu seperti  kelangkaan kontainer yang diikuti dengan melambungnya biaya freight cost, hambatan proses pengurusan Sertifikat Laik Fungsi, masih berlakunya Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK) yang menambah beban biaya, stabilitas harga dan pasokan kayu, kelangkaan bahan baku rotan akibat maraknya penyelundupan, dan masalah importasi bahan penunjang/asesoris, hardware sepeti mur, baut, rivet, washer, nut, pin, clip, stamping part, turned part, dan juga kain tekstil.

“Masalah lain yang juga menganggu aktifitas industri adalah ijin keimigrasian bagi Inspektor buyer luar negeri dan razia Limbah B3,” ujar Sobur.   

Abdul Sobur  menjelaskan bahwa kenaikan ekspor juga diikuti kenaikan pada sisi impor sehingga pada saat tertentu bisa menggerus pangsa pasar industri lokal.

Pada semester I – 2021 (yoy) impor mebel naik 36,34% dan kerajinan naik 20,28%, dan secara total impor mebel dan kerajinan meningkat 29,14%. “Walaupun nilai impor masih terbilang kecil namun dikhawatirkan akan terus meningkat,” katanya.

Negara asal impor terbesar berasal dari Tiongkok (76,9%), sisanya berasal dari Thailand, Jepang, Malaysia, Vietnam, Italia, Jerman, Singapura, Taiwan dan Korea Selatan.

Tetap optimis

Melihat kondisi yang terjadi saat ini, HIMKI tetap optimis bahwa industri ini akan terus mengalami pertumbuhan. Dengan potensi sumber daya alam dan sumber daya manusia yang dimiliki bisa dikelola dengan baik, Indonesia bisa menjadi leader untuk industri mebel dan kerajinan di Kawasan Regional ASEAN.

“Dengan ketersediaan bahan baku hasil hutan yang melimpah, sumber daya manusia yang terampil dalam jumlah besar, industri ini bisa menjadi industri yang tangguh,” ujar Abdul Sobur.

Peluang untuk tumbuh dan terbukanya potensi pasar bisa dilihat  dari hasil riset Research And Markets menyatakan bahwa tahun 2021 pasar furnitur global diperkirakan akan tumbuh menjadi  671,07 miliar dolar AS dari tahun sebelumnya yang tercatat  564,17 miliar dolar AS dengan tingkat pertumbuhan tahunan gabungan (CAGR) sebesar 18,9%.

Sementara nilai pasar global diperkirakan akan mencapai  850,38 miliar dolar AS pada tahun 2025 dengan CAGR 6%.

Menurutnya, untuk meningkatkan daya saing industri mebel dan kerajinan nasional di pasar global, HIMKI lebih intensif bermitra dengan seluruh stakeholder  dari berbagai kalangan, mulai dari pemerintah, pelaku usaha, desainer, media dan instansi terkait .Buyung N