UE tak Pernah Promosikan Lisensi FLEGT

Uni Eropa (UE) secara resmi telah menyetujui undang-undang yang mengatur rantai pasok komoditas bebas deforestasi (EU Regulation on deforestation-free supply chains/EU DFSC) pada 6 Desember 2022. Ketentuan itu akan mengatur komoditas yang beredar di pasar Uni Eropa, termasuk yang diimpor, harus bebas dari deforestasi dan degradasi hutan.

Dikutip Agro Indonesia dari siaran pers Uni Eropa, Sabtu, 4 Februari 2023, nantinya akan dilakukan proses due dilligence (uji tuntas) untuk memastikan komoditas yang beredar di pasar UE  tidak berasal dari lahan yang terdeforestasi dengan batas (cut-off date) 31 Desember 2020. Proses due dilligence memperhitungkan geolokasi, penilaian kepatuhan, dan langkah mitigasi yang dilakukan. Proses due diligence juga akan memperhatikan peringkat risiko negara asal komoditas, yaitu rendah, standar, atau tinggi (low, standard, atau high).

Saat ini, Parlemen dan Dewan UE sedang menyiapkan adopsi EU DFSC sebelum diberlakukan. Ketika berlaku nanti, perusahaan dan pedagang komoditas punya waktu 18 bulan untuk mengimplementasikan ketentuan itu. Sementara perusahaan skala UMKM bakal mendapat jangka waktu lebih panjang.

Adapun komoditas yang diatur dalam EU DFSC adalah minyak sawit, ternak sapi, kedelai, kopi, kakao, karet, dan kayu. Termasuk produk turunannya seperti daging, cokelat, maupun furnitur.

Buat Indonesia ketentuan yang juga disebut sebagai undang-undang anti deforestasi (EU Deforestation Regulation/ EUDR) itu jelas akan memberi dampak. Ini dikarenakan komoditas yang diatur umumnya adalah komoditas andalan ekspor Indonesia, yaitu minyak sawit, karet, kopi, dan kakao.

Namun, dalam daftar tercantum pula komoditas kayu dan turunannya, yang merupakan produk andalan ekspor Indonesia lainnya. Ini yang menyakitkan.

Pasalnya, Indonesia punya perjanjian kemitraan sukarela (voluntary partnership agreement/VPA) dengan UE tentang penegakan hukum, tata kelola, dan perdagangan sektor kehutanan (FLEGT). Perjanjian ini diwujudkan dengan proses panjang dan upaya yang tidak mudah. Hingga saat ini, Indonesia menjadi satu-satunya negara di mana dokumen produk kayunya  disetarakan sebagai lisensi FLEGT dan mendapat jalur untuk masuk pasar UE yang diatur berdasarkan undang-undang importasi kayu (EU Timber Regulation/EUTR).

Singkatnya, setelah lolos dari EUTR, kini Indonesia harus menghadapi rintangan baru lewat undang-undang EU DFSC. Ini yang bikin Indonesia meradang.

Duta Besar Indonesia untuk Belgia dan Uni Eropa Andri Hadi mengatakan, pemerintah sudah menyampaikan keberatan kepada pihak UE. “Ibarat dalam permainan sepakbola, ketika kita sudah mencetak gol, UE malah bikin gawang baru,” kata dia saat “Sosialisasi Peluang dan Tantangan Ekspor Produk Kehutanan di Eropa” yang diselengarakan oleh Kementerian Luar Negeri secara hybrid, Senin (30/1/2023).

Keberatan pemerintah Indonesia terhadap EU DFSC bukan hanya untuk komoditas kayu saja. Melainkan untuk seluruh ketentuan tersebut yang menyasar komoditas-komoditas tertentu yang menjadi andalan Indonesia. Presiden Joko Widodo saat menyampaikan pidatonya pada sesi pleno KTT Peringatan 45 Tahun ASEAN-Uni Eropa (UE) di Gedung Europa, Brussels, 14 Desember 2022 menyatakan proposal Regulasi Deforestasi UE berpotensi menciptakan hambatan perdagangan dan investasi.

Meski bakal menghadapi tantangan baru, Dubes Andri Hadi mengatakan masih ada celah untuk produk kayu Indonesia dalam menghadapi EU DFSC. Andri yakin, berbekal reputasi yang baik dalam FLEGT-VPA, Indonesia akan masuk dalam kategori low risk sehingga tidak akan kesulitan untuk masuk pasar UE.

Sementara itu, Deputy Chief of Mission KBRI Brussel, Sulaiman Syarif mengatakan, FLEGT-VPA adalah modal Indonesia dalam menghadapi ketentuan anti-deforestasi EU DFSC. Menurut dia, sebagai satu-satunya negara yang mendapat penyetaraan lisensi FLEGT, Indonesia telah menyelesaikan ‘PR’ dalam penegakan hukum dan tata kelola kehutanan.

Sementara itu, kata Sulaiman, UE belum menyelesaikan tugasnya khususnya terkait artikel 13 FLEGT VPA, yaitu untuk mempromosikan produk kayu dengan lisensi FLEGT. Hal ini bisa dilihat dari penguasaan pasar produk kayu Eropa justru oleh negara-negara yang tidak memiliki lisensi FLEGT. “Kita tagih UE soal FLEGT VPA,” katanya.

SVLK

Salah satu kunci Indonesia mendapat penyetaraan lisensi FLEGT adalah adanya sistem verifikasi legalitas kayu (SVLK). Saat ini SVLK telah bertransformasi menjadi Sistem Verifikasi Legalitas dan Kelestarian dengan akronim tetap SVLK.

Direktur Pengolahan dan Pemasaran Hasil Hutan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Krisdiyanto menjelaskan, transformasi SVLK sudah diluncurkan akhir tahun 2021 dan secara resmi diatur dalam Surat Keputusan Menteri LHK No. 9895 tahun 2022 tentang Standar dan Pedoman SVLK

“Ada beberapa aspek kriteria dan indikator pemanfaatan hasil hutan di hulu yang mengacu kepada aspek kelestarian,” kata Kridisyanto. Dalam kriteria dan indikator juga ditambahkan tentang titik koordinat lokasi penebangan, pengolahan, dan pemasaran produk kayu juga tentang isu gender.

Transfromasi SVLK ini sudah dikomunikasikan dengan UE melalui pertemuan rutin Joint Expert Meeting FLEGT VPA Indonesia-UE pada 24 Januari 2023 kemarin. Dalam pertemuan itu, Delegasi Indonesia juga sempat mempertanyakan soal implementasi artikel 13 FLEGT VPA. Indonesia mendesak UE lebih gencar mempromosikan produk kayu dengan Lisensi FLEGT. Di antaranya dengan membuat ketentuan pembelian pemerintah (procurement) harus produk kayu dengan lisensi FLEGT. Sugiharto

Pasar Kecil yang Rewel

Lepas rintangan perdagangan yang terus tumbuh, pasar Uni Eropa sesungguhnya sangatlah menggiurkan. Hal ini tergambar dari nilai ekspor produk kayu ke wilayah tersebut. Meski bukan yang terbesar, nilai ekspor produk kayu Indonesia ke UE terus membesar.

Sebagai gambaran, berdasarkan data KLHK yang diolah Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia (APHI), ekspor produk kayu Indonesia pada tahun 2022 mencapai 14,51 miliar dolar AS, naik sebesar 7% dibandingkan tahun 2021 yang 13,56 miliar dolar AS.

Nilai ekspor ke UE terus naik ketika permintaan ke Asia (yang merupakan pasar terbesar) justru mengalami penurunan.

“Nilai ekspor produk kayu ke UE mencapai 1,27 miliar dolar AS, naik sebesar 8% secara year on year dibanding tahun 2021,” kata ketua Umum APHI, yang juga Ketua Forum Komunikasi Masyarakat Perhutanan Indonesia  (FKMPI), Indroyono Soesilo.

Meski ada tren positif, namun pangsa pasar Indonesia di UE masih kecil dibandingkan valuasi secara keseluruhan yang diperkirakan bisa mencapai 51 miliar dolar AS/tahun. Untuk itu, peluang untuk terus meningkatkan ekspor masih sangat terbuka. Apalagi, kata Indroyono, permintaan produk kayu dari kayu Indonesia di negara-negara non tradisional — khususnya yang ada di kawasan Eropa Timur — menunjukkan peningkatan. Di Bulgaria ada kenaikan hingga 110%, Kroasia 400%, Lithuania 127%, dan Slovakia 768%.

Meski nilainya masih jauh dibandingkan dengan negara yang menjadi pasar tradisional, namun pertumbuhan itu menunjukkan hal yang luar biasa. Indroyono mengatakan, pertumbuhan di negara pasar non tradisional adalah peluang demi peningkatan ekspor di tengah tantangan perekonomian tahun 2023.

“Jadi, ada negara-negara yang growth-nya tinggi banget. Kalau bisa didapat rumusannya tentu luar biasa,” katanya.

Informasi dari KBRI di Bratislava, kenaikan permintaan produk kayu di Slovakia karena negara tersebut sedang gencar membangun apartemen sehingga butuh banyak produk kayu sebagai material bangunan. Di sisi lain, pasokan produk kayu yang selama ini diperoleh dari Polandia juga berkurang. Produk kayu Indonesia dijadikan pilihan juga dikarenakan memiliki harga yang kompetitif, selain karena kualitas yang baik.

Fenomena lain yang terjadi dari catatan ekspor tahun 2022 adalah kenaikan permintaan untuk produk wood chip dengan growth mencapai 235%. Hal ini diperkirakan terkait dengan tren penggunaan biomassa untuk pembangkit listrik dan kebutuhan penghangat ruangan.

“Nilai kenaikan permintaan wood chip memang masih ribuan dolar, namun growth-nya luar biasa,” katanya.

Duta Besar Indonesia untuk Belgia dan UE, Andri Hadi mengajak pelaku usaha Indonesia untuk tidak mudah menyerah dengan berbagai rintangan yang ada untuk masuk pasar UE.

“Sesulit-sulitnya aturan, kalau ada demand-nya, pasti bisa,” katanya. Sugiharto