107 Tahun FORDA, Siap Lanjutkan Riset Kala Pandemi COVID-19

Agus Justianto

Badan Litbang dan Inovasi (BLI/FORDA) berusia 107 tahun pada bulan ini. Badan riset dan pengembangan di bawah Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) telah berkiprah lebih dari 1 abad sejak didirikan pertama kali oleh Pemerintah Hindia Belanda pada 16 Mei 1913.

Memasuki abad kedua BLI ditengah pandemi COVID-19, Kepala BLI Agus Justianto berpesan kepada jajarannya untuk bersiap menghadapi ‘new normal’.

”New normal merupakan cara kehidupan baru yang dijalankan seperti biasa ditambah dengan perilaku baru dalam bentuk protokoler kesehatan. Hal ini wajib dilakukan sejalan dengan belum ditemukan vaksin atau penangkal COVID-19,” katanya Minggu (17/5/2020).

Agus menegaskan bahwa kegiatan riset dan pengembangan, serta manajemennya harus tetap berjalan. Protokoler kesehatan bukan halangan untuk terus berkarya memberikan yang terbaik untuk bangsa. 

FORDA selayaknya sudah siap menghadapi situasi ini. Pasalnya paradigma baru yang diusung mulai pertengahan 2019, mendorong Forda masuk dalam virtual dan society era. Menjalankan paradigma baru tersebut, FORDA menerapkan prinsip aktif, proaktif dan progresif. Ketiganya diharapkan mampu untuk menjawab berbagai tantangan yang semakin dinamis dan kompleks di era pandemi  saat ini. Terutama untuk terus berjuang menempatkan ilmu pengetahuan dan teknologi sebagai landasan utama kebijakan, regulasi dan aksi kerja KLHK. 

Sejak awal didirikan, sejarah telah mencatat bahwa FORDA telah memberikan kontribusi yang sangat berarti bagi kemajuan pengelolaan hutan Indonesia.

Di era sebelum kemerdekaannya, perkembangan ilmu kehutanan Indonesia telah dituliskan dalam Tectona, majalah kehutanan pertama pada masa kekuasaan Hindia Belanda di Indonesia yang terbit pada 1908-1955. Karya-karya ilmiah di dalamnya terkait kebijakan pengelolaan hutan dan konservasi alam di Indonesia banyak menjadi rujukan. Xylarium Bogoriense 1915 yang mendunia, juga dibangun pada era ini, termasuk Herbarium Botani Hutan yang dibangun pada 1917. 

Pada era awal kemerdekaan tahun 1960an, dengan dimulainya pengusahaan hutan di Indonesia, FORDA telah berkontribusi menyempurnakan sistem silvikultur pengelolaan hutan alam produksi, dari  Tebang Pilih Indonesia (TPI) menjadi Tebang Pilih Tanam Indonesia (TPTI). Pengenalan jenis pohon dan tabel volume pohon hasil FORDA juga digunakan dalam inventarisasi dan pendugaan volume tegakan hutan, menetapkan jatah volume tebangan tahunan (annual allowable cut), pendugaan volume hasil penjarangan, tegakan atau hasil tebangan akhir daur. Sebanyak 27 tabel volume pohon berhasil disusun dan dimanfaatkan dalam periode ini.

Hasil riset industri kayu bahkan digunakan untuk menyusun pola pengembangan industri kayu nasional dan referensi bagi studi-studi kelayakan berbagai macam industri kehutanan. 

Sementara pada era reformasi hingga usia satu abad, hasil-hasil litbang kehutanan juga berperan penting antara lain dalam Sistem Silvikultur Intensif (SILIN), Standar Nasioanal Indonesia (SNI), Reduce Emision from Deforestation and Forest Degradations (REDD) termasuk berkontribusi dalam mendorong implementasi mekanisme pembayaran berbasis kinerja (Result Based Payment), penetapan tingkat emisi acuan (Reference Emission Level), pengembangan Sistem Perhitungan Karbon Nasional Indonesia (Indonesian National Carbon Accounting System), restorasi lahan gambut, hasil hutan bukan kayu, bioenergi, pencapaian Sustainable Development Goals (SDGs), dan masih banyak lagi. Sugiharto